Kupang, Vox NTT- Salah satu tujuan pembentukan lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah untuk mewakili kepentingan-kepentingan daerah serta demi menjaga keseimbangan antara pusat dengan daerah.
Gagasan dasar pembentukan DPD adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah, sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik, terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah.
Keinginan tersebut, didasari pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa lalu yang mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan di antaranya juga dapat mengancam keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional.
Hal ini disampaikan Calon Anggota DPD Dapil NTT No. Urut 24, Aleksius Armanjaya kepada VoxNtt.com, Jumat (09/11/2018).
Leksi demikian ia disapa juga menjelaskan, keberadaan unsur utusan daerah dalam keanggotaan MPR selama ini dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.
Hal ini kata dia, karena mekanisme kerja yang hampir sama antara DPR dan DPD. Padahal tegas Leksi, DPD bukan DPR.
Hanya, menurutnya, para politisi yang ada di DPD sejak dari periode pertama sampai sekarang membuat mekanisme yang hanya mengadopsi mekanisme kerja DPR.
“Ketika fungsi berbeda, peran berbeda, maka menurut saya mekanisme kerja pun harus berbeda agar fungsi menjadi maksimal,” tandas Leksi.
Demikian Leksi, Memang tidak bisa menyamakan kondisi ini dengan senator di negara lain, karena dasar eksistensi kelahirannya berbeda antara Indonesia dengan negara-negara lain tersebut.
“Sejarah yang berbeda mengharuskan kita untuk melahirkan institusi yang berbeda dalam konteks fungsi, kewenangan dan tuga,” tuturnya.
“Menurut saya, hal mendasar yang perlu dipahami oleh para senator, bukan soal bagaimana fungsi dan kewenangan mereka setara dengan DPR dan karena itu maka konstitusi harus diamandemen. Apabila begini dasar berpikirnya, maka sampai kapan pun agak berat diterapkan, mengingat DPR dengan segala konstruksi berpikir dan perannya selama ini,” ujar Leksi.
Sekali lagi, jelas Leksi, bukan soal itu. Sebab, politik DPD adalah politik berkonstituensi. “Politik dengan konstituen yang jelas di daerah. Bukan politik dengan massa mengambang sebagaimana yang kita lihat di DPR bersama partainya,” tambahnya.
Karena itu, dia menjelaskan, dalam konteks menjalankan peran dan kewenangan, soal politik berkonstituensi inilah yang harus dijalankan.
“Bagaimana caranya? Sebagai politisi, wajib hukumnya bagaimana cara dan strategi agar jenis politik ini bisa dipraktikkan. Ketika ini kuat, maka bargaining position dengan pemerintah pusat menjadi kuat, bahkan mengalahkan DPR, “ yakni Leksi.
Namun demikian, soal mekanisme kerja yang diciptakan kata dia, tidak boleh seperti saat ini lagi. Harus ada reformulasi untuk menemukan kekuatan dalam politik dan tidak pernah terjebak dengan konstitusi yang sudah didesain menjadi seperti saat ini,” ungkapnya.
Penulis: Boni J