Borong, Vox NTT- Meski Modestasia Eme (59) hanya tamat kelas IV SD, namun ia tampak tak gagap menyebut bantuan sosial (bansos) untuk penyandang cacat.
Ia sangat hafal kalimat itu sejak adanya bansos untuk penyandang cacat. Setiap tahun Modestasia mengaku terkadang iri hati.
Itu terutama saat ia melihat penyandang disabilitas lain mendapat bantuan dari pemerintah.
Sementara putrinya Defita Astin (19) yang menderita cacat lumpuh, tuli, dan bisu sama sekali tak disentuh oleh bansos untuk penyandang disabilitas.
Ia sangat sadar salah satu bentuk nyata kepedulian pemerintah terhadap penyandang cacat ialah dengan menyediakan bantuan khusus.
Sejak lama wanita paruh baya asal Kampung Lada, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda itu mengharapkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur (Pemkab Matim) agar meningkatkan kesejahteraan sosial putrinya, selayaknya penyandang cacat di banyak tempat.
Modestasia mengaku, jalan panjang yang penuh liku-liku selama 19 tahun terus menerpa Defita tanpa ampun. Selama itu pula, istri dari Fransiskus Nabat (71) tersebut mengharapkan sentuhan bantuan dari pemerintah.
Asa yang seakan tak pernah pupus itu muncul lantaran ia dan keluarganya hidup dengan serba kekurangan. Keluarga Modestasia cukup sederhana dan berkategori miskin.
Oleh karenanya, sandaran utama untuk menopang kehidupan putri keenam dari 8 bersaudara pasangan Modestasi Eme dan Fransiskus Nabat itu adalah uluran tangan kasih dari pemerintah dan pihak lain.
“Saya mohon pemerintah Manggarai Timur untuk membantu putri saya,” kata Modestasia penuh harap kepada VoxNtt.com di Kampung Lada, Selasa (13/11/2018).
Terkadang ia mengaku pasrah dan menangis dalam merawat putrinya yang penuh dengan kekurangan. Namun, ia tetap tabah sembari menunggu bantuan pemerintah.
Modestasia memang sempat bernafas lega saat didatangi petugas dari Pemkab Matim pada tahun 2011 lalu.
Saat itu keluarga remaja putri kelahiran Lada, 15 Agustus 1999 itu didata dan difoto oleh petugas di Desa Satar Punda. Modestasia mengaku, delapan tahun lalu itu konon putrinya didata dan difoto untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Namun, sejak saat itu hingga kini dambaan untuk mendapatkan bantuan tak kunjung terwujud. Hanya sebuah kursi roda yang muncul. Keluarga Modestasia merasa tertipu oleh pemerintah karena tak ada bantuan keuangan, sebagaimana layaknya orang cacat di banyak tempat.
Sebab itu, ia dan keluarganya masih sangat mengharapkan agar Pemkab Matim merealisasikan janjinya untuk membantu Defita dengan cara apapun.
Senada dengan istrinya, Fransiskus Nabat mengaku masih mengingat betul saat putrinya didata dan difoto petugas untuk mendapatkan bantuan pada tahun 2011 lalu.
Bagi Fransiskus, kegiatan pendataan itu belum dianggap angin lalu yang tak membekas dalam harapan keluarga mereka.
“Sampai sekarang kami masih menunggu dan sangat mengharapkan bantuan pemerintah,” katanya.
Pantauan VoxNtt.com, defita hanya duduk dilantai saat ibundanya mengisahkan penderitaannya selama 19 tahun.
Kedua matanya hanya menatap, sesekali mengeluarkan senyuman tanpa satu kata pun yang bisa diucapkan.
Ia tak banyak bergerak karena lumpuh. Defita juga tak bisa mendengar karena mengalami gangguan pendengaran sejak lahir.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Sekda Matim Fansi Jahang belum berhasil dikonfirmasi terkait belum terima bantuan atas Defita.
Dihubungi melalui pesan singkatnya, Selasa (13/11), Jahang mengaku masih mengikuti pertemuan di Kupang.
Ia berjanji akan menelepon kembali saat pertemuannya selesai.
Namun hingga Rabu (14/11), Jahang belum menghubungi VoxNtt.com.
Penulis: Ardy Abba