Editorial, Vox NTT- Bukan Gubernur Nusa Tenggara Timur , Viktor Bungtilu Laiskodat kalau tidak heboh. Heboh, sematan yang sengaja dilekatkan pada sosok Sang Gubernur yang kerap melontarkan kata-kata pedas nan menggelitik, memerahkan telinga lalu mengundang kehebohan bahkan kecaman.
Tercatat, sebelum menjadi Gubernur NTT Viktor pernah dikecam oleh Organisasi Cipayung di Kota Kupang lantaran orasi politiknya di Kabupaten Kupang pada 2017 silam.
Dalam kecaman tersebut, pernyataan Viktor dinilai dapat menyebabkan konflik horisontal karena berbau ujaran kebencian dan menyinggung ajaran agama tertentu yang bukan kompetensinya.
Sejak menjadi Gubernur NTT, di awal masa kepemimpinannya, Viktor memang semakin akrab dengan diksi-diksi yang dianggap tak biasa, pernyataannya selalu dinilai kontroversial dan memantik perdebatan.
Di kala bicara, entah di atas panggung pun saat berhadapan dengan awak media, ia seperti orang yang hidup diselimuti kemarahan.
Pasca dilantik, ia mengancam akan mematahkan kaki para mafia perdagangan orang, jika diketahuinya mengirim TKI asal NTT ke luar negeri. Sekejap, pernyataan inipun heboh, seluruh ruang diskursus aktif mendiskusikannya.
Ibarat sebuah diskusi. Belum sampai pada kesimpulan, Viktor kembali menyedot perhatian rakyat sejagat lewat pernyataannya, mengancam akan menendang kepala Kadis Nakertrans Provinsi NTT (sekarang mantan), Bruno Kupok.
Pernyataan ini diucapkan Viktor sesaat setelah ia meminta Sekda NTT, Ben Polomaing untuk memberhentikan Bruno dari jabatannya, karena dinilai ikut andil dalam praktek perdagangan manusia di NTT.
Pro kontra atas pernyataan ini terlihat jelas di tengah khalayak, banyak yang menilai, pernyataan gubernur itu tak beretika dan tak layak diucapkan seorang pejabat publik, sekelas gubernur. Ada pula yang mengatakan, Gubernur NTT berwatak preman dan macam-macam lagi.
Di tengah penolakan atas pernyataan Viktor, muncul tak sedikit juga pendukungnya. Bagi pendukung, gaya Laiskodat tepat untuk memimpin provinsi yang saban tahun terkenal dengan korupsi dan berbagai praktek borok lainnya, seperti perdagangan manusia yang kian merajalela.
Waktu berlalu, khalayak mulai melupakan ucapan demi ucapan kontroversial itu, kini Laiskodat kembali dengan ucapannya. Kali ini pernyataannya menyasar orang miskin dan bodoh.
Menurut Laiskodat, orang bodoh dan miskin tidak bisa masuk surga. Dilansir Kompas, Rabu (28/11/2018), secara tegas Viktor menyampaikan, hanya orang cerdas mempunyai tempat di surga. Sebaliknya, tak ada tempat di Surga bagi orang bodoh dan miskin.
“Karena orang cerdas saja yang masuk surga. Tidak ada orang bodoh dan miskin yang masuk surga,” tegas Viktor.
Pernyataan Laiskodat ini bisa jadi karena dia geram dengan predikat yang selama ini dilekatkan pada “tubuh” daerah ini yakni, NTT miskin, NTT bodoh, boroknya pendidikan Indonesia, NTT terbelakang, NTT gizi buruk dan lain sebagainya.
Tetapi di sisi lain, pilihan diksi yang diucapkan Laiskodat rupanya mengganggu khalayak dan menyudutkan posisi serta melukai batin orang-orang miskin dan bodoh. Sebab, pernyataan Viktor bisa dinilai mengutuk keberadaan orang-orang miskin dan bodoh. Padahal, bodah dan miskin bukan sebuah pilihan.
Miskin Tiket menuju Surga?
Selain melukai dan menyudutkan orang miskin dan bodoh, pernyataan Viktor ini juga dinilai bertentangan dengan ajaran agama mayoritas masyarakat NTT yang berkeyakinan Kristen Protestan dan Kristen katolik.
Hal ini dapat dilihat dalam ajaran kitab suci Kristen yang menegaskan, orang miskinlah yang empunya Kerajaan Allah. Kemiskinan bagi Tuhan, seperti tiket untuk masuk surga.
Hal itu seperti yang tertulis dalam beberapa Injil seperti: Matius 5:3: Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Lukas 6:20: Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.
Matius 19:24: Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Markus 10:25: Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Lukas 18:25: Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Beberapa rujukan kitab suci di atas sangat jelas, orang kaya sangat sulit untuk masuk ke dalam Kerajaan Alllah apalagi kalau kekayaannya itu berasal dari uang haram korupsi dan bisnis hitam seperti narkoba, mafia tanah, penjualan orang, dll. Sebaliknya orang miskin yang dimiskinkan oleh sistem kekuasaan yang korup dan tidak adil bakal masuk Surga.
Ucapan-ucapan ini disampaikan Yesus karena konteks masyarakat Yahudi pada masa itu terbagi dalam kelas masyarakat miskin dan kaya. Orang miskin menjadi tambah miskin karena struktur kekuasaan Romawi yang menindas, korup dan tidak adil.
Jika dilihat dari perspektif positif, pernyataan Viktor memang dapat memacu perubahaan mental orang NTT untuk kerja sehingga menjadi kaya. Lalu bagaimana dengan orang kaya yang karena uang haram? Apakah masuk surga? Tentu ajaran agama mengatakan Tidak.
NTT Miskin dan Bodoh, Salah Siapa?
Ibarat perempuan yang menjalankan profesi pelacur di lokalisasi, begitulah nasib orang bodoh dan miskin. Mereka tak pernah memilih dilahirkan sebagai pelacur, bodoh dan miskin.
Kondisi mereka bisa jadi merupakan pantulan kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat. Dan mereka menjadi tumbalnya.
Di bawah kepemimpinan Gubernur sebelumnya, NTT memang tak pernah luput dari perdikat miskin, bodoh, terbelakang di bidang infrastruktur dan kesehatan. (Peraturan Presiden Nomor 131 tentang Daerah Tertinggal).
NTT juga menjadi juara 4 provinsi terkorup tingkat nasional versi ICW tahun 2015 dan juara ke-3 provinsi termiskin versi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016.
Tak hanya itu NTT kerap diselimuti hawa kematian. Tak hanya kematian TKI tetapi juga kematian bayi dan balita yang angkanya mencapai 7.567 dari tahun 2015-2017.
Pertanyaan reflektif. Sematan-sematan yang melekat itu, apakah semata-mata disebabkan keberadaan orang-orang bodoh dan miskin itu? Mengapa ada orang bodoh dan miskin? Apakah miskin dan bodoh menjadi pilihan mereka? Patutkah orang yang bodoh dan miskin itu disalahkkan? Siapa yang bertanggung jawab atas duka kemiskinan yang menimpa mereka?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mestinya terlintas di kepala Viktor sebelum dia melancarkan “kutukan” terhadap warganya yang miskin dan bodoh itu.
Viktor tentu akan berdalih, itu karena kemarahannya terhadap negara dan pemerintah daerah ini. Dia pun menabuh tambur, tanda perang melawan kemiskinan mulai dikerahkan.
Namun, sebagai orang yang berintelektual, Viktor jangan mengesampingkan perasaan orang-orang yang dikatakannya bodoh dan miskin itu. Sebab, orang bodoh tentu akan memahami pernyataan seorang pemimpin itu apa adanya.
Reza A.A Wattimena, dalam sebuah artikelnya yang dirilis rumahfilfafat.com menyampaikan, banyak orang mengira, akar dari kemiskinan adalah kemalasan pribadi. Artinya, orang miskin, karena ia malas bekerja, karena ia tidak cerdas, dan sebagainya.
Walaupun ada orang yang memiliki kebenaran sendiri, menurut dia, pandangan itu sesat, dan harus segera ditanggapi secara kritis. Kemalasan dan kebodohan pribadi hanya sebagian kecil dari akar masalah yang melahirkan kemiskinan dalam berbagai bentuknya di berbagai belahan dunia.
Sebab lainnya yang lebih memiliki pengaruh kuat menurut Reza adalah kemiskinan struktural. Artinya, tata sosial, politik, dan ekonomi yang ada membuat orang, mau tidak mau, hidup dalam kemiskinan. Orang bisa bekerja keras, membanting tulang, dan menabung, namun ia tetap hidup dalam kemiskinan. Seolah, kemiskinan adalah takdir yang tak bisa ditolak.
Di dalam sosiologi kata dia, keadaan ini disebut sebagai stratifikasi sosial tertutup. Di dalam masyarakat dengan stratifikasi sosial tertutup, orang yang lahir dalam keluarga miskin akan sulit keluar dari kemiskinannya. Ia seolah tak punya pilihan lain, selain menjalani keadaan yang sudah diberikan kepadanya. Biasanya, keadaan ini dibarengi dengan sistem pendidikan yang kesehatan masyarakat yang rusak, entah karena harganya begitu mahal, sehingga tak terjangkau banyak orang, atau mutunya jelek.
Dua hal ini menurutnya bisa muncul, karena pemerintah yang berkuasa salah membuat kebijakan. Kesalahan ini berakar setidaknya pada dua hal, yakni kurangnya data dan kemampuan untuk merumuskan strategi penyejahteraan rakyat, atau tidak adanya kehendak politik yang kuat untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Yang pertama agak tidak mungkin di era globalisasi ini, ketika informasi dan pengetahuan tersebar begitu luas dan amat mudah untuk diperoleh. Akar kedua yang lebih sering tampak di negara-negara yang gagal menyejaterahkan rakyatnya.
Dalam kasus Indonesia khususnya NTT, korupsi juga menjadi penyebab utama kemiskinan. Ketika dana pembangunan diambil untuk membeli mobil dan rumah mewah bagi para pejabat pemerintah, masyarakat yang menderita.
Ketika dana untuk membangun sekolah dan menggaji guru dipakai oleh para pejabat negara untuk jalan-jalan keluar negeri, masyarakat yang menderita. Di Indonesia, korupsi bagaikan kanker ganas yang menggerogoti segi-segi kehidupan berbangsa, dan menjadi pelestari kemiskinan.
Pendapat Reza sesungguhnya juga adalah gambaran kondisi NTT belakangan ini. Karena itu, pemerintahaan sekarang harus memastikan segala kebijakannya pro terhadap kesejahteraan rakyat.
Viktor sendiri juga harus menjamin bahwa dirinya tidak sekadar membual untuk memerdekakan NTT dari belenggu kemiskinan dan kebodohan. Cara terbaik untuk mengatakannya adalah dengan melakukan bung! Begitulah kata-kata termasyur Che Guevara!
Penulis: Boni Jehadin