Ende, Vox NTT-Dalam rangka memperingati hari jadi program Young South East Asian Leaders Inisiative (YSEALI) yang ke-5 dan dalam rangka memeriahkan HUT NTT ke-60, RMC Detusoko menggandeng Yseali Younified dan US Embassy Consulat Surabaya menggelar workshop dan eksposure kewirausahaan sosial berbasis pedesaan.
Kegiatan itu digelar selama tiga hari mulai tanggal 14 Desember hingga 16 Desember 2018 di Desa Sokoria, Desa Wologai dan Desa Detusoko dan Taman Nasional Kelimutu.
Dalam kegiatan ini, RMC Detusoko melibatkan 70 kaula muda se-NTT yang berasal dari berbagai latar belakang seperti pemerintahan, praktisi LSM, dosen, mahasiswa, petani muda, tokoh perempuan dan para praktisi kewirausahaan sosial.
Kegiatan yang diinisiasi oleh RMC itu bertema “Keterlibatan Kaula Muda Melalui Kewirausahan Sosial Pedesaan”. Workshop ini berkaitan dengan Implementasi Poin-Poin Pembangunan Berkelanjutan.
Benyamin Raja Kopo, Alumnus Program Yseali mengaku bangga atas antusias pemuda NTT yang ingin belajar mengenai konsep kewirausahaan sosial berbasis pedesaan.
Ia menjelaskan, kegiatan itu dimaksud agar kaum muda dapat kembali ke desa dan belajar serta mengangkat seluruh potensi-potensi desa.
“Melalui program workshop dan eksposure dengan mengunjungi start up bisnis dan unit kewirausahaan berbasis desa, diharapkan para kaula muda mempunyai semangat dan inisiasi untuk membuat sesuatu yang positif terhadap komunitas dan lingkungannya,” jelas dia.
Benyamin berharap agar, masyarakat dan generasi milenial NTT dapat mengenal konsep kewirausahaan sosial berbasis desa sebagai sebuah pendekatan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi desa serta sebagai solusi permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan sekitar.
Sementara, Nando Watu, inisiator workshop dan alumni program Community College Inisiative Program (CCIP) mengatakan kegiatan workshop memiliki beberapa tujuan.
Pertama, untuk membentuk jaringan kewirausahaan kuala muda pedesaan se-NTT sebagai forum pembelajaran bersama, koordinasi, konsultasi dan promosi bersama.
Kedua, memperkenalkan konsep dan prinsip dasar kewirausahaan sosial kepada kaula muda. Ketiga, membangun pemahaman kaula muda tentang kewirausahaan sosial berbasis pertanian dan pangan sebagai salah satu pilar pembangunan di tingkat desa.
Keempat, mengimplementasi poin-poin pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan kewirausahaan sosial dalam menyelesaikan masalah di komunitas dan lingkungan secara kontekstual.
Kelima, kegiatan itu bertujuan untuk berbagi ilmu dan skill serta jejaringan dengan peserta sebagai lokal champion yang menjalankan ide usaha sosial.
Keenam, membuka wawasan dan pengetahuan untuk menjadikan pertanian dan pangan sebagai potensi dasar untuk menciptakan bisnis sosial. Ketujuh, untuk membangun jejaringan dan kolaborasi sebagai tools untuk pembangunan secara berkelanjutan.
Nando menjelaskan, kegiatan workshop dilibatkan beberapa pemateri yang berlatarbelakang sebagai praktisi.
Hari pertama dilaksanakan di Desa Sokoria, Kecamatan Ndona Timur, yang dihadiri Founder dan CEO Javara, Helianti Hilman dan Kadis Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan, Yohanis Nislaka.
Kemudian ada juga dari Yayasan Tana Tua, Heribertus Se serta Founder Kopi Sokoris Ferdinandus Rega dan Founder dari Remaja Mandiri Community (RMC) Detusoko.
Acara itu diisi pula dengan eksposure ke Istana Kopi Sokoria sebagai implementasi proses pengolahan kopi kepada peserta workshop.
Nando mengatakan, workshop hari berikutnya terjadi di Dusun Wolobudu, Desa Detusoko Barat menghadirkan pihak akademisi dan pelaku pemasaran produk. Dari akademisi oleh Sri Wahyuni, Dosen Pertanian Universitas Flores dan praktisi pemasaran produk oleh Ali Pae pelaku bisnis tenun Ende dan Sherly pemilik toko ole-ole khas Ende.
Kemudian pada sesi berikutnya dengan materi anak muda sebagai pelaku bisnis sosial oleh Valentino Luis, Founder Inocentia dan komunitas Shoes for Flores, Meybi Agnesya Lomanledo Founder Timor Moringa serta Duta Petani Muda NTT 2018 dan Elias Lamanepa dari Perhimpunan Petani Pangan Lokal Untuk Kedaulatan Pangan.
Workshop selama tiga hari itu kemudian diakhiri dengan kegiatan eksposure ke Taman Nasional Kelimutu dan kunjungan ke Maro Cafe di Desa Wologai.
Yeremias Wara, seorang peserta workshop mengakui bangga terhadap pengetahuan kewirausahaan sosial selama kegiatan. Ia bertekad akan memulai usaha sayur organik.
Hal begitupun dituturkan Santy Permata Sari salah seorang dosen yang ingin menjadi pebisnis. Meski bekerja sebagai pengajar, Santy berjanji akan bersaing dalam bisnis nanti.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba