Editorial, Vox NTT-Siap atau tidak, revolusi industri pariwisata 4.0 pasti akan tiba di NTT.
Namun sebelumnya pernahkah Anda membayangkan ketika revolusi itu datang, touring guide digantikan guide berbasis aplikasi, penjual sovenir pariwisata digantikan toko online, pasukan kuning kebersihan digantikan tempat sampah pintar, layanan resepsionis perhotelan digantikan robot, robot pembersih lantai yang disediakan di tempat-tempat umum, layanan parkir valet menggunakan robot otonom yang menerbangkan mobil ke tempat parkir, dan lain-lain?
Satu hal yang pasti bahwa ketika revolusi itu tiba, otomatisasi dari hulu ke hilir bisnis pariwisata yang dikenal padat karya akan habis dirambahnya.
Fungsi guide akan diganti aplikasi di mana peta penuntun, narasi, sampai sovenir khas sebuah destinasi dapat diakses dan dibelanjakan dari ponsel pintar.
Kita tidak perlu terkejut dengan fenomena ini karena di beberapa kota di Indonesia sudah mulai diterapkan.
Aplikasi Siji AR misalnya, hadir sebagai pengganti tour guide untuk semua museum di Indonesia. Begitu pula Aplikasi Mobile Tourism Guide di Kota Malang dan Kota Batu.
Di Bali, Aplikasi Bali Tour Guide sudah dikembangkan untuk perangkat android yang memberikan informasi mengenai objek-objek wisata di pulau Bali.
Itu semua merupakan bentuk sentuhan revolusi industri 4.0 di bidang tour guide yang telah nyata hadir di depan mata kita.
Di masa yang akan datang, kita juga bisa membayangkan mama-mama yang tergabung dalam kelompok tenun menjajakan barangnya di toko online. Cukup dengan memainkan jari tangan di ponsel pintar, uang keluar dan masuk ke rekening.
Petugas kebersihan bakal digantikan robot-robot yang bekerja tanpa lelah siang dan malam, manajemen perhotelan digantikan sistem digital bahkan tempat kursus bahasa akan ditutup dan digantikan kursus online yang sekarang sedang marak dikembangkan.
Hanya bermodal internet untuk mengakses aplikasi melalui komputer jinjing, komputer, atau telepon pintar kapan pun dan dimana pun, semua urusan dapat dibereskan tanpa menggunakan tenaga manusia.
Nah, bagaimana dengan NTT? Melihat trend kunjungan wisatawan yang setiap tahun terus meningkat, NTT telah menjadi salah satu destinasi wisata yang diburu penduduk dunia.
Bahkan jika memakai analsis regresi berdasarkan kecendrungan data ini, pada tahun 2030 TN Komodo akan dikunjungi oleh 375.184 wisatawan.
Proyeksi ini hanyalah sebuah gambaran berdasaran trend pengunjung 4 tahun terakhir. Bisa jadi pengunjungnya bisa melampaui proyeksi ini jika promosi dan tata kelola pariwisata NTT semakin ditingkatkan.
Sementara data yang dirilis BPS NTT, dari tahun 2014-2017 sebanyak 291.753 wisatawan mancanegara. Sedangkan jumlah wisatawan domestik selama empat tauhn tersebut menembus 1.659.725 wisatawan.
Melihat data kunjungan ini, suatu hal yang pasti bahwa pelaku bisnis pariwisata mulai melirik NTT sebagai lahan investasi yang menjanjikan.
Saat ini, pemerintah bisa berdalih bahwa dengan masuknya investasi-investasi itu akan berpengaruh pada peningkatan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, angka pengangguran NTT dapat ditekan.
Namun bagaimana jika revolusi industri 4.0 mulai merambah masuk ke sektor pariwisata NTT? Sudah siapkah kita menerima kenyataan itu di tengah berbagai kekurangan terutama infrastruktur sosial dasar yang belum terpenuhi?
Ataukah kita terpaksa menerima dengan sebuah risiko yang menyedihkan: menjadi penonton yang hanya mampu Namkak menyaksikan surga di depan mata kita tapi tak mampu kita nikmati?
Pariwisata Berbasis Generasi Milenial
Sudah saatnya kita harus bangun dari tidur panjang. Sudah saatnya kata-kata bombastis dan janji-janji manis berhenti diucapkan sambil menyusun strategi persiapan.
Salah satu yang ditawarkan ialah dengan menginvestasikan generasi milenial NTT menuju revolusi industri pariwisata.
Perkembangan industri pariwisata model baru ini sangat erat kaitannya dengan generasi milenial. Mengapa? Sebab mereka sangat dekat bahkan lekat dengan perkembangan teknologi.
Sudah menjadi adagium klasik di tengah generasi milenial bahwa no internet-no life, no gadget-no exist.
Berbagai hasil survei pun telah menegaskan salah satu ciri khas kaum milenial adalah dekat dengan laju pekembangan teknologi.
Itu artinya masa depan pariwisata NTT tergantung dari persiapan kita saat ini. Kita masih punya optimisme jika generasi milenial diinvestasikan dalam suatu program yang terukur sehingga mampu mengubah tantangan pariwisata pada masa yang akan datang menjadi peluang usaha.
Maka dari itu, generasi milenial NTT harus segera diinvestasikan lewat berbagai pelatihan, pendidikan dan pendampingan yang mampu menjawabi kebutuhan pariwisata pada masa yang akan datang.
Selain memanfaatkan Balai Latihan Kerja (BLK), Pemprop NTT sebagaimana dijanjikan Gubernur Viktor Laiskodat, harus segera mengirim anak muda NTT yang berbakat dalam bidang komputer, technopreneurship, industrial robotic design, mobile application and technology, bioinformatika, agroekoteknologi, manajemen pariwisata, desain komunikasi visual dan bidang-bidang pendukung revolusi industri 4.0 lainnya.
Penulis: Irvan K