Kupang, Vox NTT-Hari masih sangat pagi. Meski demikian, pemuda berusia 35 tahun itu terlihat basah kuyup oleh keringat yang mengguyur sekujur tubuhnya.
Saat ditemui VoxNtt.com, dia sedang mengangkut dan memberi pakan kambing peliharaannya yang terletak di ujung kebun, tempatnya berusaha.
Gestianus Sino alias Gesti, demikian nama pemuda itu adalah petani organik NTT yang mengembangkan konsep pertanian terpadu di atas lahan seluas sekitar 1000 m2 di Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.
Walaupun dengan luas lahan yang tergolong kecil, dari sana Gesti telah menorehkan banyak prestasi juga penghasilan.
Meninggalkan Pekerjaan sebagai Honorer
Sambil menikmati kopi pagi dan hidangan pisang rebus dari kebunnya, pemuda asal Kampung Detukopi, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka ini mengisahkan perjalanannya sejak awal dia merintis usaha.
Dikisahkannya, pada tahun 2011 dia membeli lahan dengan modal yang dipinjamkannya dari salah satu koperasi. Saat itu, status Gesti sebagai pegawai honor di Dinas Pertanian Propinsi NTT.
Pada tahun 2013 ia memutuskan untuk meninggalkan status pegawai honor dan mulai menggarap lahannya dengan menanam pepaya California.
Langkah itu tergolong berani. Dia meninggalkan pekerjaan yang dianggap nyaman bagi kebanyakan orang NTT dan memulai usaha yang belum dipastikan berhasil.
“Karena dasarnya ketika kita bekerja di tempat lain gaji 1-2 juta, kita punya duit. Tetapi ketika kita kembali ke rumah kita pakai membeli Lombok, sayur, jagung, beli papaya, beli ikan, beli telur, mendingan satu bulan di sini dapat 500 ribu tapi yang lain itu free beli. Itu awalnya saya pikir itu,” ungkapnya.
Pilihannya pada pepaya mengingat tekstur tanah yang digarapnya cocok untuk buah tersebut.
Setiap hari Gesti mengurusi tanamannya itu dengan sungguh-sungguh. Bermodalkan air yang dibelinya dari mobil tanki, ia menghidupkan pepayanya hingga berbuah.
“Saya tanam pepaya saja karena tanah di sini bebatuan. Jadi, lebih cocok dan efektif untuk perawatan penanaman papaya,” kisah Gesti.
Saat pepaya mulai bertumbuh besar, Gesti melihat air yang dibelinya itu banyak yang terbuang percuma. Karena itu dia mulai berpikir untuk memanfaatkan air yang terbuang itu dengan membuat bedengan sayur di celah-celah pepohonan papaya itu.
“Dan waktu itu setelah menanam papaya baru ada kepikiran untuk menanam tanaman lain. Karena air yang melimpah waktu itu, saya pikirkan lagi bagaimana memanfaatkan air yang terbuang itu untuk menanam tanaman lain,” pungkasnya.
Konsep awal Gesti menanam sayur-sayuran bukan untuk bisnis tetapi hanya untuk kebutuhan rumah tangga saja.
Namun dalam perjalanan, dia melihat hasil tanamannya mempunyai kualitas yang bagus dan dinilai layak dipasarkan untuk kebutuhan konsumen. Di saat yang sama semakin banyak orang yang mencari sayur organik.
Dari situlah, pada Tahun 2014 dia mulai bor air. Anak kedua dari enam bersaudara ini mulai menanam tanaman horti dan sayur-sayuran untuk kebutuhan bisnis.
“Saya memulai pengembangan. Dalam pengembangan ini kita bedakan mana sayur yang tidak dijual di pasar dan mempunyai nilai ekonomis tinggi. Yang kita tanam, misalnya: Brokoli, lobak, beat, dan somay,” jelasnya.
Berkat kerja kerasnya itu, kini Gesti menjadi salah satu penyuplai sayuran dan buah organik untuk Hypermart dan Lippo Mall Kupang.
Selain menjadi penyuplai untuk Hypermart dan Lippo, Gesti juga mempunyai pelanggan-pelanggan khusus.
“Saya juga ada pelanggan-pelanggan di kantor dinas. Dan saya juga punya group penjualan online untuk dikonfirmasi melalui grup wa, email sesekali,” tuturnya.
Terpilih Jadi Duta Petani Muda Indonesia
Semua torehan itu membuat Gesti mampu menghidupi dan memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Namun di atas semua itu, kebanggaan luar biasa dirasakannya ketika terpilih menjadi Duta Petani Muda Indonesia pada Desember 2018.
Setelah melalui penjaringan yang ketat, Gesti kemudian ditetapkan sebagai yang terbaik. Ia berhasil menyingkirkan ratusan petani muda dari seluruh Propinsi di Indonesia.
Atas keberhasilannya itu, Gesti berhak mendapatkan kesempatan untuk belajar selama kurang lebih dua minggu di Kampung Rambutan, Balai Pelatihan Kementerian Desa RI, di Jakarta yang telah diikutinya pada pertengahan Desember 2018 hingga awal Januari 2019.
Tak hanya itu dia berhak mengikuti Diklat Pertanian di Australia untuk mengembangkan pengetahuan dan konsep pertanian modern.
Selain penghargaan itu ada bonus semacam sertifikat dan pendampingan usaha dari Bank Indonesia (BI).
Dia juga mendapat pengalaman dan jaringan yang semakin luas. Kini dia bisa bermitra dengan para petani muda di seluruh Indonesia termasuk Kementerian Pertanian RI.
Penghargaan yang luar biasa itu tak membuat alumni Fakultas Pertanian Undana Kupang ini berubah. Dia tetap menunjukan sikap rendah hati.
“Jujur saya kaget. Tapi yah saya rasa ini sebagai bonus akhir tahun 2018 menjadi duta. Dan awal tahun 2019 mendapat bonus untuk bisa ke Australia. Jadi, bonus ini saya bisa dapat saat saya melakukan usaha selama kurang lebih lima tahun. Tapi juga saya merasa ini tanggung jawab baru,” ungkapnya dengan wajah sumringah.
Dia berencana untuk menyediakan lahan yang lebih luas lagi agar usahanya bisa berkembang, tidak hanya menanam dan menjadi suplyer untuk pusat perbelanjaan tetapi juga membuka toko sayuran dan buah organic.
“Dengan sematan Duta Petani Terbaik Indonesia dengan keadaan lahan seperti ini saja saya rasa masih sangat kurang. Makanya ada banyak rencana-rencana yang harus saya lakukan ke depan,“ katanya.
Saat ini, kebunnya dibantu oleh beberapa orang karyawan. Dia juga membuka kantor konsultan pertanian di kebun tersebut terutama bagaimana proses menanam dan menciptakan pupuk organik.
Kepada pemuda di NTT, Gesti menyarankan agar berhenti menggantungkan nasib pada test CPNS.
Menurut dia test CPNS itu sama seperti memburu seekor tikus di padang yang luas, peluang untuk mendapatkannya kecil sementara bertani apalagi jenis tanaman untuk kebutuhan harian hasilnya pasti.
“Kalau mimpi untuk pegawai negeri saja, sudah agak sulit. Karena Negara saat ini juga mau memiliki pegawai yang berkualitas dan juga cerdas. Lebih baik berpikir kerja apa saja, kembali kepada wiraswasta, tidak perlu menjadi pegawai. Karena kita tidak bisa berpikir sejahtera apalagi mensejahterakan orang lain. Kita menunggu kapan pegawai negeri ini tapi setiap hari kita makan tiga kali ini, pagi, siang dan malam. Tidak bisa. Kerja apa saja, yang penting jadi wiraswasta, jadi wirausaha,” tandasnya.
Penulis: Boni J