(Tanggapan Atas Penolakan STFK Ledalero Terhadap Rencana Kunjungan Sandiaga Uno ke Kampus STFK Ledalero)
Oleh Ferdi Jehalut*
Kamis (21/02/2019), pos-kupang.com menurunkan berita penolakan STFK Ledalero terhadap Cawapres Sandiaga Uno yang akan berkunjung ke kampus itu Senin, (25/02/2019).
Berita yang diturunkan pos-kupang.com itu dikemas dengan judul yang menurut saya sangat tendensius dan provokatif. Berita ini kemudian berhasil menyedot simpati publik.
Sikap STFK Ledalero kemudian menuai banyak tanggapan, baik pro maupun kontra, dari berbagai kalangan. Tanggapan-tanggapan itu disampaikan baik melalui komunikasi di dunia nyata maupun di dunia virtual seperti facebook, whatsapp, dan lain-lain.
Akan tetapi, hingga opini ini ditulis, penulis belum menemukan satu tanggapan dalam bentuk opini resmi yang dimuat di media massa yang mengulas sekurang-sekurangnya secara ilmiah terkait polemik yang sedang terjadi.
Oleh karena itu, penulis terdorong untuk menulis opini ini. Namun demikian, hal ini bukanlah satu-satunya alasan bagi penulis untuk menulis opini ini. Masih ada sejumlah alasan lain yang mendorong penulis untuk menulis opini ini, termasuk motifasi untuk memberikan tanggapan atas isi berita yang diturunkan pos-kupang.com.
Tulisan ini dibagi dalam dua bagian. Pertama, analisis terhadap berita yang diturunkan oleh pos-kupang.com. Kedua, tanggapan atas sikap dan keputusan STFK Ledalero yang menolak kedatangan Sandiaga Uno ke Kampus STFK Ledalero.
Motif apa?
Ketika membaca berita yang diturunkan oleh pos-kupang.com, pertanyaan yang segera muncul dalam benak saya adalah apa motif pos-kupang.com menulis berita yang cukup tendensius dan provokatif ini? Saya cukup berani mengatakan hal itu karena sejumlah alasan berikut.
Pertama, pos-kupang.com memberi judul atas berita yang diturunkannya demikian, “Sekolah Tinggi Filsafat Katolik di Flores Tak Izinkan Kegiatan Sandiaga Uno di Kampus”. Dengan memilih judul ini, berita ini tentu memantik rasa ingin tahu pembaca. Judulnya memang provokatif.
Namun, hal ini tentu tidak perlu dipersoalkan terlalu jauh karena memang salah satu ciri khas media adalah “provokatif”. Akan tetapi, yang menjadi persoalan di sini ialah judul itu ditulis di tengah konteks percaturan politik di Indonesia saat ini yang kental dengan isu agama. Maka, identitas Katolik dalam institusi STFK Ledalero menjadi unsur yang sensitif. Hal itu kemudian berpengaruh terhadap citra STFK Ledalero sebagai sebuah institusi pendidikan Katolik.
Kedua, kalau kita perhatikan tubuh berita ini, ada pertanyaan yang kesannya sangat tendensius dari wartawan kepada narasumber. Misalnya setelah Ketua STFK Ledalero, Pater Dr. Otto Gusti Madung, SVD menjelaskan alasan penolakan kedatangan Sandiaga Uno, muncul pertanyaan, “Apakah tidak berdampak pada STFK?” Dengan mengajukkan pertanyaan ini, tampak bahwa penanya sudah punya prasangka sebelumnya.
Selain itu, juga ada kesan bahwa penanya sedang menyembunyikan motif tertentu di balik peliputan berita ini. Namun demikian, Pater Otto tampaknya sangat peka terhadap arah dan tendensi pertanyaan itu.
Karena itulah, beliau tidak secara langsung menjawab pertanyaan yang diajukkan, tetapi ia justru menegaskan aturan resmi yang ditetapkan Kemenristek Dikti.
“Ya kita ikut aturan saja. Ada instruksi dari Menteri Ristek Dikti agar kampus bebas dari kampanye,” kata Pater Otto (Pos-kupang.com, 21/02/2019).
Ketiga, kesan tendensius dan provokatif dari berita ini muncul ketika berita yang dikutip dari Kompas.com tentang kunjungan Sandiaga Uno dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta yang diwarnai unjuk rasa, Sabtu (22/9/2018) siang dengan sengaja dimasukkan oleh penulisnya.
Pertanyaannya, ada motif apa sehingga penulis berita ini memasukkan berita dari Kompas.com itu ke dalam berita tentang kunjungan Sandi ke STFK Ledalero? Padahal, konteks kedua berita itu berbeda. Di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sandiaga Uno dan Zulkifli Hasan hadir untuk memberikan kuliah umum dan hal itu terjadi pada saat masa kampanye Pemilu 2019 belum dimulai.
Masa kampanye Pemilu 2019 yang ditetapkan oleh KPU baru dimulai pada tanggal 23 September 2018 dan akan berakhir pada tanggal 13 April 2019 mendatang (Kompas.com, 28/02/2018). Sedangkan di STFK Ledalero, rencana kedatangan Sandiaga Uno ini dilaksanakan bukan untuk memberikan kuliah umum dan bahwa kedatangannya itu akan terjadi tepat pada masa kampanye masih berlangsung.
Keempat, liputan pos-kupang.com tidak berimbang. Setelah mengutip pernyataan Wakil Ketua Partai Gerindra Kabupaten Sikka, Merison Botu, yang mengatakan bahwa dua hari sebelumnya Ketua STFK Ledalero sempat mengaku bersedia menerima Sandiaga Uno, penulis atau lebih tepatnya wartawan pos-kupang.com tidak meminta konfirmasi dari Ketua STFK Ledalero terkait kebenaran informasi itu.
Hal ini jelas melanggar kode etik jurnalistik Pasal 1 dan 3 yang menuntut seorang wartawan untuk bersikap independen dan berimbang dalam memberitakan sesuatu.
Kelima, pos-kupang.com melakukan pelanggaran serius terhadap kode etik jurnalistik. Bagian terakhir dari berita yang dimuat pos-kupang.com tentang pelantikan ketua STFK Ledalero merupakan hasil plagiat.
Berita itu merupakan berita yang saya dan rekan saya Arsen Jemarut pernah tulis dan dimuat di website STFK Ledalero dan Flores Pos pada tanggal 21/08/2018.
Akan tetapi, dalam pemberitaan pos-kupang.com, sumber berita itu tidak dicantumkan. Berita itu seolah-oleh merupakan hasil karya pos-kupang.com sendiri. Hal ini jelas merupakan pelangagaran serius terhadap kode etik jurnalistik, khususnya Pasal 2 yang melarang seorang wartawan untuk melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri.
Lebih dari itu, tindakan pos-kupang.com merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Berkatian dengan pelanggaran kode etik jurnalistik di atas, berdasarkan Pasal 10 kode etik jurnalistik, pos-kupang.com dituntut untuk mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat itu disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan/atau pemirsa dan bahkan termasuk penulis asli (sumber) asli berita itu.
Hal ini harus dilakukan secepat mungkin. Apalagi, pos-kupang.com sebenarnya tidak punya kepentingan apa-apa untuk memuat berita itu, karena tidak relevan dengan judul berita yang ditulis.
Prinsip Legalitas
Sikap STFK Ledalero menolak kedatangan Sandiaga Uno ke Kampus STFK Ledalero yang direncanakan akan terjadi pada tanggal 25/02/2019 menurut saya sangat tepat.
Sikap itu memunyai dasar yuridis yang jelas. Sekurang-kurangnya ada dua pendasaran hukum yang mesti disebutkan di sini.
Pertama, Pasal 280 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye untuk menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan sebagai tempat kampanye.
Kedua, larangan dari Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir, agar kampus tidak boleh dijadikan tempat kampanye Pilpres dan Pileg 2019. Kampus yang melanggar peraturan ini akan dikenai sanksi administratif. (https://www.suara.com/news/2018/09/28/071600/menristekdikti-larang-kampus-jadi-tempat-kampanye-pilpres-2019, diakses pada 24/02/2019).
Dengan bertolak dari dua pendasaran di atas, sikap STFK Ledalero menolak kunjungan Sandiaga Uno ke Kampus STFK Ledalero dinilai sebagai keputusan yang tepat dan bijak.
Keputusan itu didasari atas prinsip legalitas yang kuat. STFK Ledalero dalam hal ini dinilai sangat patuh pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, sikap STFK Ledalero merupakan contoh yang baik bagi kampus-kampus lain untuk bersikap netral dalam Pemilu 2019.
Kita bisa saja berasumsi bahwa jika STFK Ledalero menerima kedatangan Sandiaga Uno ke STFK Ledalero, ide dan visi politik Sandiaga akan diuji di sana. Hal itu tentu menjadi sumbangan besar STFK Ledalero bagi Sandiaga Uno dan bagi bangsa ini. Jika asumsi seperti ini benar-benar ada, hemat saya itu lebih tepatnya dapat dinilai sebagai sebuah rasionalisasi yang tidak berdasar. Mengapa? Yang menjadi persoalan di sini ialah tujuan kedatangan Sandiaga Uno ke STFK Ledalero bukan untuk memberikan kuliah umum atau seminar ilmiah, melainkan hanya sekedar mau berdiskusi dengan para mahasiswa dan dosen.
Betapa pun motif asli dari kunjungan itu disembunyikan dengan kemasan bahasa yang meyakinkan, kunjungan Sandiaga Uno ke STFK Ledalero tetap saja dinilai sebagai bentuk kampanye. Hal ini beralasan karena Sandiaga Uno adalah salah satu calon wakil presiden pada Pilpres mendatang dan bahwa kunjungannya ke STFK Ledalero terjadi tepat pada masa-masa kampanye masih berlangsung. Apalagi, pihak yang menghubungi STFK Ledalero mengenai rencana kunjungan itu adalah seorang politisi partai Gerindra, Merison Botu.
Kita tahu, partai Gerindra adalah salah satu partai koalisi pasangan Prabowo-Sandi dalam Pilpres mendatang. Jika demikian, apalagi yang mau disembunyikan dari motif kunjungan itu?
Berdasarkan penjelasan di atas, alasan yang diajukkan oleh STFK Ledalero menolak kedatangan Sandiaga Uno memunyai pendasaran yang kuat dan rasional. Kunjungan itu jelas bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
Jadi, legal standing-nya jelas. Dengan demikian, alasan yuridis ini harus diprioritas dari pada alasan praktis bahwa di Ledalero ide politik dan visi kebangsaan Sandiaga Uno akan diuji. Mengapa? Karena pelanggaran terhadap undang-undang memiliki konsekuensi hukum yang jelas yang harus ditanggung oleh STFK Ledalero sebagai lembaga.
Sedangkan pengabaian terhadap pertimbangan praktis di atas tidak membawa dampak apa-apa bagi STFK Ledaleo sebagai lembaga. Lagi pula secara praktis juga sebenarnya penolakan STFK Ledalero atas kunjungan Sandiaga Uno itu rasional. Sebab kunjungan itu akan mudah dipolitisasi seandainya tetap dijalankan. Hal ini tentu akan lebih membawa ekses buruk bagi STFK Ledalero.
*Penulis adalah Mahasiswa STFK Ledalero, Alumnus Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Pemenang lomba penulisan Artikel Ilmiah Jurnal Akademika STFK Ledalero 2018 dengan tema “Problematik Oligarki di Indonesia”