Oleh: Pius Rengka*
Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat, dua pekan silam menggelar pelantikan para pejabat setingkat eselon dua di Aula Fernandez, Kantor Gubernur, di Jl. El Tari, Kupang.
Sedikitnya, 15 pejabat teras “diistirahatkan” sejenak, lainnya pensiun. Sisanya yang lain lagi parkir sementara sambil menunggu pembenahan organisasi menyusul perampingan organisasi.
Sangat beruntung beberapa di antaranya bertahan di posisi masing-masing, meski ada di antaranya turun eselon dari Eselon 2A ke 2B, lainnya pula di tempatkan di kursi tenaga ahli.
Saat pidato pelantikan, Gubernur mengatakan, sirkulasi, pergantian, dan mutasi pada hakekatnya adalah hal yang sangat biasa dalam birokrasi demi penyegaran, karena pembangunan di NTT selama kepemimpinannya sangat serius terarah ke vision besar yaitu NTT Bangkit dan Sejahtera. Demi fokus pada visi itu, organisasi team kerja harus liat, kuat, lentur, dan terutama gesit.
Gubernur mengimpikan NTT Bangkit dan Sejahtera, setelah 15 tahun belakangan NTT terpuruk buruk. Jalan propinsi 1200-an kilometer, misalnya, masih rusak. Jalan propinsi, kata Gubernur Victor, harus segera dibenah.
Disebutkan, pembangunan ekonomi di daerah sekitar jalan propinsi masih berjalan lamban. Pada 15 tahun kepemimpinan sebelumnya jalan propinsi belum tuntas diurus. Untuk menuntaskan jalan propinsi di NTT dibutuhkan dana Rp 3 triliun. Tetapi, dana APBD NTT belum cukup.
“Saya bertekad, jalan propinsi harus tuntas tiga tahun. Jalan kabupaten juga harus baik, begitu pun jalan desa. Harus ada sinergisitas dan keterhubungan antara jalan propinsi, jalan negara, jalan kabupaten dan jalan desa. Maksudnya, agar jaringan jalan menjadi salah satu variabel pemacu lajunya perttumbuhan ekonomi di semua wilayah,” ujar Gubernur.
Jalan-jalan kabupaten, memang bermutu setingkat lebih tinggi dibandingkan jalan propinsi. Jalan propinsi telah diperbaiki tiap tahun, tetapi hujan tiga bulan di propinsi ini telah rusak lagi. “Saya mau jalan harus baik, dan bermutu baik,” ujarnya.
Untuk pembangunan di sektor pariwisata, Gubernur bertekad agar Propinsi NTT menjadi propinsi pariwisata yang kuat. Sektor ini sanggup mendongkrak dan memacu sektor lain, seperti pertanian, peternakan dan ekonomi rumah tangga rakyat.
Karena itu, isu perhatian besar pada Pulau Komodo, tidak boleh dipikirkan dalam skema membatasi wisatawan datang, tetapi justru yang terpikirkan ialah cara terbaik agar devisa untuk kepentingan pariwisata memicu lajunya pertumbuhan ekonomi di NTT. “Dalam skema itulah kita berpikir,” kata Gubernur.
Menurut Gubernur diskursus perbaikan serius atas Pulau Komodo baik sebagai kawasan konservasi dan wisata unggul justru mendapat perhatian luas di antara kalangan wisatawan asing dan dalam negeri dengan patokan harga yang terjangkau.
“Pulau Komodo harus menjadi kawasan yang asri dan terawat baik, sehingga biawak Komodo kembali ke perilaku aslinya sebagai binatang liar dan buas yang justru menjadi daya pikat luar biasa yang sangat langka di dunia,” ujar Gubernur.
Sesungguhnya, fenomena human trafficking, merupakan wajah depan untuk mengatakan banyak hal tentang NTT. Banyaknya kasus human trafficking patut dibaca sebagai problem serius propinsi ini. Karena ada hukum daya tolak dan daya tarik.
Daya tolak ialah karena NTT miskin, dan NTT miskin karena rakyat NTT tidak ada kerja. Sedangkan daya tariknya ialah karena ada impian mendapatkan banyak pendapatan di negeri rantau.
“Nah, realitas inilah yang harus segera kita selesaikan, sambil mengaktifkan semua Balai Latihan Kerja, agar generasi muda kita kompetitif di skala nasional dan internasional,” jelas Gubernur.
Jika problem di hulu tidak diselesaikan, maka akibat ikutan lain ialah NTT tetap terbelakang, termiskin, termelarat, dan hal lain yang buruk menimpa ini propinsi.
Sebagai masukan untuk dipikirkan bersama ialah bahwa propinsi ini selalu disebut-sebut sebagai propinsi terkorup. Versi ICW, NTT propinsi terkorup ketiga di Indonesia.
Kita boleh saja malu dengan stigma propinsi terkorup, tetapi toh kita sama maklum problem tidak hanya ada pada kondisi dan situasi rakyat, juga ada problem pada kinerja pemerintah.
Memang aneh, NTT disebut sebagai propinsi terkorup ketiga di Indonesia, tetapi tak ada koruptor kakap yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara, kecuali para pegawai kecil-kecil yang mungkin orang suruhan justru mereka itulah yang dibekuk petugas hukum lalu dijeblos ke dalam jeruji besi penjara.
Sesaat setelah pelantikan para pejabat berlangsung, Gubernur Victor menerima kunjungan Prof. Max Preussner, Senior Consulting Engineer dari Jerman. Keduanya membahas serius kemungkinan kerja sama untuk manajemen air di wilayah ini.
Kota Kupang misalnya, air hujan tiga bulan, mengalir begitu saja ke laut lepas tanpa dijebak atau tanpa ada upaya tanam air. Sesungguhnya banyak air di Kota Kupang, tetapi anehnya warga kota kerap krisis air.
Itulah sebabnya, Prof. Max Preussner, diajak berunding untuk mencari jalan terbaik sehingga ke depan Kota Kupang tak susah air. Bahkan jika mungkin air yang mengalir dapat dikonsumsi langsung oleh warga kota ini.
“Saya tidak mau dengar kita tak ada uang. Uang dapat dicari, tetapi yang diperlukan ialah perencanaan matang, terukur dan sikap konsisten,” kata Gubernur.
Saya beruntung. Tatkala diskusi perihal mengatur air itu berlangsung di rumah makan se’i babi Bambu Kuning. Saya menangkap sekilas pesan-pesan pentingnya. Saya menangkap mimpi besar Gubernur NTT ke depan tentang Kota Kupang dan kota-kota di seluruh NTT. Beliau bertekad kuat untuk melakukan semacam revolusi yang akseleratif. Akselerasi ini pun sangat terkait juga dengan team kerja yang mendampinginya.
“Kita jangan main-main, kita bisa koq, asal kerja dari hati dan berorientasi ke kemakmuran rakyat. Kekuasaan ini tidak saya pakai untuk menggemukkan diri sendiri. Kuasa Gubernur ini dipakai untuk fungsional sebagai instrumen kunci bagi kemakmuran rakyat. Kalau kuasa dipakai hanya untuk urus diri sendiri dan keluarga sendiri mah, gampang. Orang bodoh pun bisa. Saya kembali ke NTT untuk urusan itu,” kata Gubernur.
Aneka Tafsir
Aneka tafsir atas mutasi di lingkungan Kantor Gubernur ini, tampaknya tidak menyeruak di media massa, dan juga tidak muncul di seminar-seminar akademik. Tetapi aneka tafsir atas mutasi, justru muncul di warung-warung kopi dan kios-kios kecil di kalangan kelompok-kelompok kecil pula.
Dicermati, sedikitnya ada tiga bentuk kelompok tafsir. Kelompok tafsir pertama, menasfirkan mutasi dan penggeseran beberapa pejabat di lingkungan eselon dua, sebagai salah satu wujud dari mimpi Gubernur dan Wakil Gubernur untuk membentuk organisasi team kerja yang kuat dan solid.
Kelompok tafsir ini, menyambut gembira perombakan dan perampingan team kerja, tetapi dengan syarat, Dinas dan Biro diisi pejabat yang sungguh berkualifikasi mumpuni.
Artinya, posisi-posisi kunci di birokrasi lapisan dua harus diisi dengan orang-orang yang memiliki kapasitas yang kuat. Tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga kuat konsep dan tahu mengimplementasikan konsep-konsep besar gubernur dan wakil gubernur.
Team ini, harus gesit, segesit Gubernur Victor. Kata kelompok ini, kecepatan dan kegesitan justru menunjukkan mutu birokrasi. Karena itu, kelompok ini menilai, tradisi disiplin, bersih di lingkungan kantor kerja, merupakan komponen kunci untuk menguji nyali profesionalitas team.
Diakui, 10 tahun belakangan ini, perihal disiplin dan bersih di lingkungan kantor Gubernur NTT masih problem besar yang terkait dengan perilaku dan ketegasan pimpinan.
Kelompok tafsir kedua, adalah kelompok yang menilai mutasi pejabat eselon dua dan tiga di kantor gubernur adalah salah satu wujud tindakan positif untuk memutuskan hubungan rantai jaringan lama yang diduga penuh intrik politik. Jabatan di masa silam, kata kelompok ini, penuh dengan dagang jabatan. Sehingga profesionalisme terkesan dikesampingkan.
Disinyalir kelompok tafsir ini, jabatan eselon justru dijadikan semacam arena perseroan terbatas. Jabatan kunci ditentukan oleh imajinasi orang-orang dekat kekuasaan meski mereka sama sekali tidak berurusan langsung dengan kekuasaan birokrasi.
Tetapi keterlibatan pihak lain di lingkaran kekuasaan berurusan dengan dagang jabatan. Gosip luas yang sangat santer pada masa silam, seolah-olah ada group kecil yang dari kantor ke kantor dan dari dinas ke dinas tawar jabatan dengan harga tertentu.
Entah benar atau tidak tafsir ini, tetapi kelompok tafsir jenis kedua ini mengkaitkan mutasi kali ini dengan Pidato Perdana Gubernur, usai seminggu pelantikannya, ketika Beliau dengan lugas mengatakan, mulai saat Victor menjadi Gubernur NTT tak boleh ada lagi pihak-pihak yang datang ke dirinya untuk menawarkan orang-orang tertentu untuk jabatan tertentu ke orang-orang tertentu.
Bahkan kala itu, Gubernur Victor dengan amat sangat terang mengatakan, istri gubernur tidak boleh ikut-ikutan terlibat dalam urusan placement orang tertentu dalam jabatan tertentu.
Jadi, placement dan mutasi kali ini adalah profil pembersihan dari jejaring lama yang penuh intrik para team sukses dan team keluarga serta mengexit lawan. Gubernur, kata kelompok tafsir yang ini, sesungguhnya sedang mengajukan proposal pembenahan serius untuk tiadanya faksi-faksi.
Bahkan Gubernur sendiri, melakukan mutasi tanpa sedikit pun imajinasi faksi itu dan tidak ada imajinasi team sukses pemilu gubernur. Satu hal yang positif yang ditampakkan ialah mutasi dikerjakan dengan tanpa turbulensi politik yang berarti. Menurut kelompok ini, turbulensi politik memang tidak mungkin ada karena Gubernur dan Wakil Gubernur sangat powerfull.
Kelompok tafsir ketiga, berpendapat lain lagi. Kelompok tafsir ini, berpendapat bahwa mutasi birokrasi adalah keniscayaan natural dalam impian besar Gubernur dan Wakil Gubernur sendiri setelah mencermati hasil proses seleksi obyektif.
Gubernur berharap team kerja baru ini harus sanggup melangkah pasti sesuai dengan mimpi besar NTT Bangkit dan Sejahtera, meski demi mimpi besar itu, Gubernur sendiri menyadari bahwa sumberdaya tersedia harus disusun sesuai aturan main atau aturan hukum.
Memang, ada kesan kuat bahwa seolah-olah sikap profesionalisme Gubernur belum mendapatkan team tangguh, sehingga agak sulit menekan team kerja dengan tawaran vision dan percepatan itu.
Tetapi, disadari, team kerja tersedia telah berjalan dengan aturan main yang legal, hanya tak ada pilihan lain. Karena itu, Gubernur merasa 15 pejabat yang masih diparkir sedang dicari tempat yang pas agar percepatan masuk dalam track yang pas.
Tafsir mana yang paling pas dari tiga kelompok tafsir ini, tentu saja, kita tidak tahu pasti dan kita pun tidak mau tahu. Tetapi yang sangat pasti ialah bahwa mutasi jabatan eselon di lingkungan kantor Gubernur NTT ini telah berlangsung damai, tanpa seraut wajah turbulensi politik, dan jauh dari gosip dagang jabatan.
Karena itu, kita semua menyambut team kerja kantor Gubernur ini dengan harapan besar agar NTT segera exodus dari kungkungan belenggu rantai kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan derita. Selamat bekerja.
*Penulis adalah jurnalis senior, PU VoxNtt.com