Labuan Bajo, Vox NTT-Pengadilan Negeri Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menggelar sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap Frans Oan Semewa alias Oan, terdakwa kasus pemalsuan surat tanah, Kamis (28/2/2019).
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Muhammad Nur Ibrahim dan Hakim Anggota, masing-masing, I Gede Susila Guna Yasa dan Putu Lia Puspita.
Oan yang adalah pemilik salah satu restoran ternama di Labuan Bajo itu dilaporkan oleh Christian Nathanael ke Polres Manggarai Barat tahun 2015 lalu.
Sebagai pemilik lahan, Christian menyatakan, akta jual beli (AJB) No.53/JB/KK/IV l998 tertanggal 22 April l998 yang digunakan Oan untuk mengklaim lahan tersebut adalah dokumen palsu.
Tanah sengketa seluas 19.479 M2 tersebut berlokasi di Pulau Seraya Kecil, Kecamatan Komodo.
Kronologis Kasus
Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Nurcholis, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Mabar disebutkan, sengketa surat tanah berawal dari adanya hubungan jual beli beberapa bidang tanah sekitar bulan April tahun 1998 yang berlokasi di Labuan Bajo, Mabar.
Jual beli itu antara terdakwa Frans Oan Semewa selaku pembeli dan saksi Christian Nathanael selaku penjual.
Salah satu obyek tanah yang dijadikan permasalahan oleh saksi Christian Nathanael adalah tanah seluas 19.479 M2 dengan sertifikat hak milik No.875 atas namanya. Tanah berlokasi berlokasi di Pulau Seraya Kecil, Kecamatan Komodo.
Dalam dakwaan tersebut, Christian Nathanael mengaku tidak pernah melakukan penjualan atas tanah miliknya kepada terdakwa maupun kepada orang lain.
Yang terjadi adalah saksi Christian Nathanael memberikan setifikat tersebut kepada terdakwa Frans Oan Semewa sebagai jaminan.
Sebab, kala itu saksi Christian Nathanael telah meminjam uang sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dari terdakwa Frans Oan Semewa.
Parahnya, ketika saksi Christian Nathanael mengembalikan uang pinjamannya, terdakwa Frans Oan Semewa malah sudah membalik nama sertifikat tanah tersebut. Terdakwa merasa telah membeli tanah itu dari saksi Christian Nathanael sebesar Rp 10.000.000 (-sepuluh juta rupiah).
Selanjutnya, karena merasa tidak pernah menjual tanah miliknya kepada Frans Oan Semewa, Christian Nathanael kemudian melaporkan ke Polda NTT pada 10 Maret 2015.
Nomor laporan polisinya yakni: LP/B/76/11/2015/SPKT tanggal 10 Maret 2015 tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan sertifikat tanah No. 875.
Kemudian, Ditreskrimum Polda NTT menindaklanjutinya dengan melakukan serangkaian tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Yance Yaury Kediaman selaku penyidik pembantu.
Yance kemudian memeriksa Frans Oan Semewa sebagai terlapor pada Selasa 05 Mei 2015 bertempat di Kantor Polres Mabar.
Kala itu, Frans Oan Semewa menerangkan tidak pernah menipu dan menggelapkan sertifikat tanah sebagaimana laporan Christian Nathanael.
Frans Oan Semewa beralasan telah membeli tanah tersebut dan telah memiliki akta jual beli.
Frans Oan Semewa lalu menunjukkan akta jual beli No. 53/JB/KKJIV/1998 tertanggal 22 April 1998 tentang penjualan tanah dengan SHM No. 857 seluas 19.479 M2 kepada penyidik Yance.
Atas penunjukan akta jual beli tersebut, penyidik Yance kemudian menyitanya atas izin pengadilan.
Pada akta tersebut terdapat tanda tangan saksi Christian Nathanael selaku penjual dan Frans Oan Semewa selaku pembeli.
Melihat akta yang disodorkan Frans Oan Semewa, Christian Nathanael lantas kaget.
Menurut Christian Nathanael tanda tangannya yang tertera dalam akta tersebut adalah palsu.
Ia dengan tegas menyatakan bahwa tidak pernah menandatangani akta jual beli yang dipegang terdakwa Frans Oan Semewa.
Christian juga mengaku tidak pernah hadir untuk menandatangani akta tersebut di Kantor Camat Komodo.
Selanjutnya, saksi Christian Nathanael melihat keadaan tanahnya secara langsung. Setelah mengecek ternyata tanahnya telah dikuasai oleh terdakwa Frans Oan Semewa.
Di atas tanah Christian, Frans Oan Semewa mendirikan sebuah bangunan.
Christian yang selama ini tinggal di Surabaya baru mengetahui kondisi tanahnya pada tahun 2015.
Dalam dakwaan Jaksa disebutkan pula, Christian benar-benar merasa dirugikan secara ekonomi. Itu sebabnya ia melaporkan terdakwa ke Polda NTT untuk diproses secara hukum.
Kemudian, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik No. Lab 92/DTF/2018 tertanggal 9 Juli 2018 disimpulkan bahwa tanda tangan milik Christian berbeda yang terdapat pada Akta Jual Beli No. 53/JB/KK/V/1998 tanggal 22 April 1998. Pembandingnya adalah tanda tangan yang berbeda (non identik).
Menurut Jaksa Penuntut Umum, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam sesuai Pasal 263 ayat (2) KUHP.
Penasehat hukum terdakwa Yohanis Daniel Rihi dan Meryeta Soruh mengajukan eksepsi/keberatan terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut.
Kepada Majelis Hakim, penasehat hukum terdakwa menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau tidak dapat diterima.
Panasehat hukum beralasan karena tidak memenuhi syarat formil dan materil surat dakwaan sebagaimana dimaksud Pasal 143 ayat (2) UU No.8 tahun 1981 tentang KUHP atau telah kadaluwarsa berdasarkan pasal 78 dan 79 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Penasehat hukum terdakwa juga meminta agar Majelis Hakim memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengeluarkan terdakwa dari Rumah Tahanan Negara.
Untuk diketahui, sidang akan dilanjutkan lagi pada tanggal 13 Maret mendatang dengan agenda jawaban penuntut umum terkait eksepsi/keberatan penasehat hukum terdakwa.
Penulis: Sello Jome
Editor: Ardy Abba