Olemasi, Vox NTT-Meski malam kian larut, puluhan pemuda itu tampak hanyut dalam diskusi bertajuk Bebas Tafsir, Bebas Mimpi.
Keterhanyutan mereka bukan karena terlena hidup dalam mimpi, melainkan karena mimpi-mimpi dalam hidup yang diutarakan politisi muda PDIP sekaligus caleg DPR RI dapil NTT 2, Ansy Lema dan jurnalis senior, Pius Rengka.
Diskusi yang berlangsung di teras rumah Bapak Sil Neno, Kompleks Pemancar Tilong, Kabupaten Kupang ini berlangsung sederhana dan akrab.
Peserta diskusi terdiri dari Orang Muda Katolik (OMK) Wilayah VII St. Agustinus Paroki Simon Petrus, Komunitas Teater Perempuan Biasa, Komunitas Secangkir Kopi, para undangan dan para jurnalis.
Meski panggung pematerinya dibuat di depan teras rumah, namun aksesoris yang didesain bak acara Televisi Nasional dengan ornamen lampu hias bergaya glamour, membuat aura diskusi tampak elegan.
Diskusi diawali dengan sambutan Gusty Rikarno selaku Ketua komunitas secangkir kopi.
Gusti menyampaikan, mendorong diskusi sebagai salah satu unsur literasi menjadi keharusan dalam menapaki demokrasi digitial saat ini.
Diskusi (selain membaca dan menulis), merupakan proses pengasahan budaya berpikir kritis agar kaum milenial mampu tajam membedakan kebohongan dan kebenaran, keaslian dan kepalsuan serta bijak dalam memakai piranti digital seperti media sosial.
Sementara Pius Rengka membuka topiknya dengan menyentil sosok Ansy Lema.
Bagi Pius, Ansy merupakan sosok muda yang memiliki alur berpikir yang sistematis dan berisi.
Generasi muda NTT, kata Pius, harus berbangga memiliki Ansy karena eks aktivis 1998 ini, berani tampil di level nasional dengan menyumbangkan gagasan berbobot bagi kemajuan bangsa. Bisa dikatakan, Ansy adalah model dari generasi muda NTT yang patut diteladani.
Karena itu, Pius mendorong anak muda NTT untuk berani bermimpi. Ansy adalah contoh putra asli NTT yang terus merajut mimpi itu meski di tengah situasi yang serba bernasib tak tentu.
Mimpi yang ditawarkan Pemimpin Umum VoxNtt.com ini adalah mimpi yang menjadikan kaum muda kreatif dan bisa melakukan perubahaan sosial.
Pius berujar, bahwa kreativitas hanya mungkin muncul pada orang yang tercengang dan gelisah.
“Jika tercengang, maka realitas dengan kesadaran akan bertabrakan. Kesadaran itu kemudian membangkitkan tindakan bagi banyak orang. Menurut saya kaum milenial harus merasa tercengang dengan realitas sosial,” jelasnya.
Sementara dalam menghadapi pemilu 2019 yang akan datang, mimpi perubahaan, menurut Pius, hanya terwujud jika kaum muda memilih sosok yang cerdas dan berintegritas.
“Pemimpin harus pintar dan memiliki integritas karena mereka akan mengelola kepentingan banyak orang,” tandasnya.
Selain itu, generasi muda juga harus berpartisipasi aktif dalam setiap tahap demokrasi hingga pemilihan.
Budaya Literasi
Ansy Lema, dalam pemaparan materinya menekankan pentingnya budaya Literasi.
Menurut dia, budaya literasi sangat penting demi merawat akal sehat dan menularkannya kepada banyak orang.
Sebaliknya, ruang publik yang tidak diisi oleh kemampuan literasi, akan didominasi oleh sensai dan manipulasi.
Jika terus dibiarkan, ruang publik malah akan melahirkan masyarakat yang ‘sakit’ dan bermoral rendah.
“Anak bangsa saat ini, gemar menggunakan ruang publik untuk menabur informasi dan gagasan sampah. Seolah-olah proses menalar itu mati. Ini bisa jadi tanda dan lonceng kematian bagi sebuah peradaban”, jelas Ansy.
Karena itu, generasi milenial merupakan ikon untuk menularkan literasi.
“Orang muda adalah aktor dan meski selalu merawat akal sehat. Ingat! Republik ini didirikan oleh anak muda,” tegas Ansy.
Hawa diskusi selanjutnya berlangsung hangat karena diselingi oleh tanya jawab dari audiens sambil menikmati hidangan kopi dan kue.
Salah satu rekomendasi diskusi adalah penguatan gerakan literasi oleh pemerintah dan simpul-simpul gerakan masyarakat untuk menginvestasikan generasi milenial NTT demi meraih mimpi-mimpi mereka.
Diskui baru berakhir sekitar pukul 21.30 Wita.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Irvan K