*)Puisi-Puisi Melki Deni
Zaman Kemurungan
Sejak dulu sabda kelahiraan membosankan,
Datang, bertamu, dan pergi.
Itu saja.
Kelahiran berarti kemartian subu.
Dan kau menangis rintih?
2 saja. Bertahan atau segera pamit dari tanah.
Aku selalu membendung.
Sejak dulu sabda kecintaan menjengkelkan,
Sata, dua, atau tiga.
Satu saja.
Kecintaan berarti keuangan.
Berapa yang diperkosa atau dieliminasi?
1 saja. Lelaki dan perempuan yang miskin segalanya.
Aku mau merenggut nyawa buana seusai ini.
Sejak dulu sabda kemanusiaan menyayat-nyayatkan,
Penciptaan, milenium pertama, kedua dan ketiga.
Sama saja.
Kemurungan tiada reda. Malah semakin terlilit rumit.
Kemanusiaan berarti kemodalan.
Berapa manusia yang diperdagang manusia?
21 ke atas. Sebab jemari hanya 20.
Aku meletih setelah bangun pagi-pagi.
Manusia Kemarin
Kemarin kita di dalam rumah ayah-bunda,
dikaruniai harta kebajikan terluhur, katanya.
Apa yang kau ingat? Aku, kita, dunia dan Tuhan.
Melintasi batas sabda-sabda epigram sebelum ini.
Kemarin kita di dalam rumah ibadah,
dijumpakan dengan Sang Maha, katanya.
Apa yang kau alami? Ada saja.
Melampaui abjad yang terwaris sampai nanti.
Kemarin kita di dalam rumah adat,
dihadiahkan benih-benih kebijaksanaan, katanya.
Apa yang kau buat? Tanam dalam diri saja.
Menebarkan buah-buahnya sampai buah lagi.
*Melki Deni, Mahasiswa semester II STFK Ledalero-Maumere.