Kefamenanu,Vox NTT-Yosef Tanu, warga Kelurahan Maubeli, Kecamatan Kota Kefamenanu, kini menjadi sosok inspiratif bagi warga di kelurahannya .
Sehari-sehari pria yang disapa Yos ini adalah pejabat di lingkup Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Setda Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Walau sebagai pejabat, dengan menekuni usaha pertanian, ia meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah.
Jika tak mengenal latar belakang Yos atau hanya bertemunya di rumah, orang mungkin hanya akan mengenalnya sebagai petani professional, bukan pejabat.
Bukan karena penampilannya yang kemomos sebagaimana tampilan petani umumnya, melainkan karena kepiawaian Yos dalam mengurusi tanamannya.
Tetapi siapa sangka, di Setda TTU Yosef bukan sekadar pegawai biasa. Ia adalah Kepala Bagian Umum.
Kendati demikian, jabatan tinggi tidak menghambat Yos untuk menggauli dunia pertanian. Baginya, jabatan hanya berlaku di kantor untuk melayani masyarakat. Sedangkan di rumah, ia berkarya laiknya petani profesional.
Saat ditemui VoxNtt.com wilayah TTU dan sejumlah awak media yang lain, Jumat (26/04/2019) lalu, Yos terlihat sangat sederhana dan bersahabat.
Kepada wartawan, ia bercerita banyak mengenai lika liku perjuangannya hingga memutuskan untuk menggeluti usaha pertanian. Ia menceritakannya dengan sangat meyakinkan.
Dari jauh, sebelum bersua muka bersamanya, lensa camera memang menceritakan jika Yos sangat agresif seperti tengah bercinta dengan tanamannya.
Yos memang mengakui, jika menanam adalah hobbynya sejak kecil. Bersetubuh dengan perangkat pertanian adalah luapan rindunya sebelum 2007 lalu resmi menikah seorang perempuan yang sejak lama mendiami hatinya.
Sengsara Membawa Nikmat
Walau bekerja sebagai pegawai negeri sipil, keluarga Yos tidak lantas berkecukupan, ia sama dengan warga ragam profesi lainnya. Di saat tertentu mengalami kesulitan secara ekonomi.
Mantan Camat Noemuti Timur itu mengisahkan, awal ia menekuni usaha pertanian hingga sejak 2016 lalu dinikmatinya sebagai hobby menyimpan secuil kisah yang tak terlupakan bagi ayah tiga anak itu di 2007 lalu.
Kisah itu bermula ketika pada 2005 silam, Yos baru saja selesai menempuh studi S1 di IPDN Sumedang, Jawa Barat dan pulang ke kampung halaman. Tidak lama setelah pulang, Yos memang sudah menjadi PNS.
Namun, tinggal di Kampung, sebagai anak yang lahir dari keluarga petani, suasana kampung tidak bisa melepaskan kebiasaannya dari masa kecil untuk menanam.
Di sela-sela kesibukannya di kantor, ia pun memulai menanam setelah sekian lama ia terbebaskan dari belenggu pacul dan ragam perangkat pertanian lainnya karena studi.
Sawah di kampung adalah tempat pertama ia kembali pada habitatnya sebagai anak petani. Ia membajak, menanam padi.
Menurutnya, awal itu hanya iseng-isengan saja, sekedar menikmati suasana kampung yang lagi hiruk pikuk dengan bertani.
Walau diakuinya sekadar iseng-isengan, namun Yos tidak hanya berhenti membajak sawah lalu menggantugkan paculnya di situ. Namun saat padi sudah ditanam, ia lalu mencangkul lahan kering di sekitar sawahnya dan membiarkannya di penuhi kacang tanah.
Saban hari, padi di sawah dan kacang di ladangnya menjadi tempat dia menyembuhkan diri dari kepenatan di kantor sebagai seorang PNS.
Pepatah, apa yang ditanam, itu yang dituai sungguh terjawab dalam kisah hidup Yos. Berkat keuletannya dalam mengurusi dan merawat seluruh tanamannya, ia pun memanen hasil yang memuaskan.
“Padi dan kacang tanah yang saya dapat waktu itu cukup banyak. Satu kamar itu hanya penuh dengan dua hasil panenan itu. Hanya, karena masih bujang, jadi tidak tahu mau buat apa hasil panenan sebanyak itu. Jadi, simpan saja,” tutur Yos Tanu sembari sumringah.
Dunia memang aneh, kadang tersenyum lalu bertukar murung. Bulan Desember 2007, dua bulan setelah ia menikahi sang istri, Yos tertimpa musibah, bagi kebanyakan orang, mungkin ringan tetapi tidak bagi Yos. Sebagai orang yang baru memulai hidup berumah tangga, beban itu terasa sangat berat.
Di kantornya, terjadi kesalahan administrasi yang membuat uang perjalanan dinasnya maupun dana lainnya tidak bisa dicairkan alias hangus. Siapapun yang memulai kehidupan rumah tangga, pasti membutuhkan kecukupan uang. Begitu kata Yos.
Akibatnya, dari kejadian itu kerisis ekonomi menyambangi keluarga Yos. Kesulitan keuangan cukup parah dialaminya.
Di tengah kebingungannya untuk mencari uang guna memenuhi kebutuhan rumah tangga, Yos didatangi seorang teman. Usai bercerita, sang teman menyarankan Yos, menjual semua panenan yang disimpannya.
“Jadi, pas itu ada teman datang, lihat itu hasil panenan, dia bilang katanya kekurangan uang, kenapa tidak jual ini padi dengan kacang tanah? Akhirnya saya mol itu padi semua, terus saya jual dengan itu kacang tanah dapat sekitar Rp 15 juta. Itu pengalaman awal yang buat saya untuk mau serius tekuni hobby bertani,” ujar pria kelahiran 01 Juni 1980 itu.
Di situ, Yos tertegun. Berkat kerja kerasnya, penderitaannya menahan badai dikala membajak sawah, memacul ladang, kini hasilnya memberikan kenikmatan tiada tara. Kesulitan ekonomi yang menimpanya, dilegahkan oleh hasil jualan beras dan kacang tanah.
Dari situlah, Yos terus menikmati hobbynya menanam. Niatnya bertani kian menggebu.
Namun, semangat yang menggelora mesti ditahannya karena kesibukannya yang kian tinggi di kantor dan keputusannya untuk melanjutkan study S2 di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa AKademi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD APMD) Yogjakarta tahun 2014.
Kebun itu, Taman Eden
2016 sepulang menempuh pendidikan S2 Yos kembali melanjutkan usahanya, menyalurkan hobbynya mengurusi tanaman.
Kepada wartawan, di kebun seluas 2 Ha ia mengisahkan tentang perjuangannya menuju “Taman Eden”
Dikisahkan Yos Tanu ia menamai kebunnya “Taman Eden” lantaran suasana hati yang begitu tenang setiap kali ia sedang berada dan bersenggama dengan aneka tanaman yang ditanaminya.
Boleh dikatakan, “Taman Eden” menjadi obat sakit jiwa bagi Yos setelah didera belenggu kesibukan kantor.
Selain itu, aneka tanaman yang hidup berdampingan di dalamnya cocok menamai kebunnya, “Taman Eden”. Dari padanyalah juga, Yos merasa ditolong dalam menyelesaikan masalah perekonomian.
Di sana memang sangat terasa bagaimana mata pengunjung sangat termanjakan dengan kehijauan dan ribunan pohon Pepaya California yang berbuah lebat pada 500 pohon.
Tak hanya itu, di sisi kebun ada 300 pohon sirih yang ia tanami mengelilingi pepaya yang bertubuh pendek itu.
Kata Yos, sirih adalah cemilan pokok bagi masyarakat Timor, tak terkecuali TTU. Kekhasan ini adalah peluang ekomoni yang begitu luas baginya.
Kehadiran pohon siri dih kebunnya, menurut Yos belum cukup meramaikan ratusan Pepaya California itu. Karenanya pada sela pepohonan papaya, ia selipkan dengan tanaman buah naga, 107 pohon dan anggur merah, 250 pohon.
Menyulap Pohon Gamal jadi Pohon Pepaya
Melihat aneka tanaman di “Taman Eden”, memberikan bermacam kesan bagi siapapun yang mengunjungi. Bisa dikatakan, kesenangan dan kebahagian adalah perasaan Yos berada di tengah tamannya. Tetapi tidak banyak orang bagaimana perjuangan Yos di balik keindahan taman itu kini.
Mantan Kasie Pemerintahan di Kelurahan Boronubaen itu menuturkan, sebelumnya lahan seluas itu hanyalah tanah kering yang ditumbuhi tanaman liar dan dipenuhi pohon gamal. Tidak ada mata air di situ.
Berkat tekad yang kuat, demi menyalurkan hobbynya itu ia berjuang membersihkan lahan tersebut dan bor sumur.
“Jadi, saat itu butuh dana yang cukup besar untuk sewa eksavator untuk cabut itu pohon Gamal dengan buat sumur bor tapi pas itu juga saya tidak punya dana yang cukup untuk itu,” ujarnya.
Tetapi bukan tanpa kesulitan. Yos merasa kesulitan dalam memenuhi dana awal. Di tengah kesulitan, mertua Yos ingin menjual babinya yang sedang bunting.
Tak ingin rejeki itu mengalir ke tempat lain, Yos membelinya. Ia kemudian memeliharanya dengan baik beberapa saat hingga babi itu beranak, anaknya empat ekor.
Merasa diuntungkan, Yos tak mau babi itu dijual, ia terus merawatnya hingga tahun berikutnya ia beranak lagi, lima ekor.
Hasil dari penjualan anak babi itulah awal kisah perjalanan Yos hingga membawanya tiba di “Taman Eden”.
Gamal dan tanaman liar lainnya sudah tiada, tahun 2016 kisah Yos mulai terukir di “Taman Eden”. Ia memulainya dengan menanam Lombok, 14 ribu pohon.
“Dari 14 ribu pohon itu,setelah panen saya jual semua itu hasilnya saya dapat keuntungan diatas Rp 100 juta. Karena memang waktu itu Lombok per kg itu saya jual dengan Rp 50 ribu dan untuk pasaran di pasar baru, terminal dan pasar lama waktu itu hampir semuanya pasokan Lombok dari kebun “Eden” saya ini,” tuturnya.
Namun saat ini, Yos meninggalkan Lombok dan fokus pada tanaman sebagaimana yang disebutkannya di awal.
Mimpi ke Depan
Animo masyarakat di Kota Sari itu turut menyumbang mimpi bagi masa depan Yos di “Taman Eden”.
Menurutnya, kebutuhan dan semangat masyarakat kota Kefamenanu untuk mengonsumsi buah kian memuncak.
Alat ukur yang dipakai Yos sederhana, dari “Taman Eden” kurang lebih 300 buah pepaya laris tiap hari.
“Animo masyarakat kita untuk konsumsi buah tiap hari makin bertambah, sekarang saja buah pepaya yang kami jual ini per kilo gram itu kalau beli di sini Rp 12.500 kalau antar di rumah Rp 15 ribu. Per hari itu, kami bisa jual sampai 300 buah,” jelasnya.
Mersepons suasana pasar yang kian membaik, dibantu dua tenaga kerjanya, Yos menargetkan, tahun ini ia akan menambah jumlah pohon pepaya menjadi 1000 pohon dan buah naga jadi 250 pohon, sirih jadi 400 pohon.
“Kalau anggur tidak bisa tambah lagi. Tahun ini, saya upayakan seluruh target untuk tambah jumlah tanaman terpenuhi, sehingga ke depannya tinggal rawat saja,” ujarnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Boni J