Kupang, Vox NTT- Tak ada luka yang lebih perih bagi seorang Ibu selain mengetahui anaknya dihina, dipukuli, disiksa lalu dipaksa tidur dengan anjing hingga kembali ke rumah dengan tubuh terbujur kaku dan luka lebam memenuhi wajah.
Kata-kata seperti kehilangan makna untuk mengungkapkan betapa luka hati itu abadi, tak terobati.
Mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan Ibunda Adelina Sau saat dirinya datang ke Polda NTT dan Kantor Gubernur, untuk meminta Pemerintah Indonesia mengajukan tuntutan kepada pemerintahan Malaysia atas keputusan hukum yang telah membebaskan Ambika MA Shan, perempuan yang berkuasa mencabut nyawa sang buah hati tercinta, Adelina.
Senin 06 April, di bawah kibaran Sang Saka Merah Putih di halaman Gedung mewah Sasando, Mama Yohana Banunaek bersama massa aksi dari Forum Rakyat Indonesia Menggugat, melawan terik matahari dengan panasnya yang membakar.
Meski keringat membasahi sekujur tubuh, mereka datang dari berbagai latar belakang menghadap Gubernur dan Kapolda NTT untuk meminta kepedulian Negara, terhadap duka kemanusiaan yang terus datang.
Mereka hanya meminta Negara agar dengan kekuasaan dan diplomasi yang dimiliki, segera menuntut Pemerintahan Malaysia untuk meninjau kembali keputusan yang telah membebaskan majikan pencabut nyawa Adelina.
Keputusan bebas terhadap S. Ambika pada 18 April lalu bagai busur panah yang menancap pada lambung Sang Ibunda dan keluarga.
Bagaimana tidak, Sang buah hati tercinta mati setelah disiksa, dipukuli dan ditiduri dengan anjing tanpa sedikitpun perlawanan.
Proses hukum dan memenjarakan Ambika, mungkin bukanlah kehendak Adelina, tetapi bisa jadi hanya itulah satu-satunya yang dapat memulihkan sedikit luka yang ia tinggalkan untuk keluarga tercinta.
Memenjarakan Ambika, bisa jadi juga peringatan bagi semua manusia agar tak ada lagi ‘Adelina-Adelina lain’ yang mati sia-sia tanpa perlindungan negara.
Namun begitulah. Negara setiap saat meminta rakyatnya untuk menjunjung nasionalisme. Tetapi pada saat yang sama, menjadi mati rasa atas tragedi kemanusiaan rakyatnya. Hukumnya pun tetap tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Dengan suara terbata-bata, perempuan kampung yang kini berjalan menuju renta itu, mengetuk pintu hati Negara agar punya keberpihakan.
Air matanya mengalir pada setiap anak kalimat, merindukan anaknya, mengenang luka keluarga yang tak pernah sembuh serta hukum yang tengah berpihak pada Majikannya yang bermodal.
Dengan Bahasa Timor, Mama Yohana memintal diksi, melukiskan kesedihan yang memilukan, sembari meminta keadilan bagi keluarga atas kehilangan Adelina yang malang itu.
Kepada wartawan usai aksi, Mama Yohana mengutarakan isi hati keluarganya. Dikisahkannya, kesedihan keluarga tak pernah habis hingga saat ini.
“Kesedihan kami tak pernah berakhir,” ungkapnya dengan derai air mata.
“Saya terus menyesal dan juga marah, karena Adelina meninggal bukan karena sakit tetapi disiksa oleh Majikan,” katanya.
Kesedihan Sang Ibunda kian mendalam ketika mengetahui Adelina Mati di bawah kaki anjing majikannya.
Beberapa bulan sebelumnya, ia bertahan hidup hanya dari sisa remah-remah nasi bekas makanan anjing yang tidur bersamanya.
“Mama terus bersedih setelah mendengar Adelina mati di kandang anjing. Lebih sedih lagi, ketika mendengar selama dua bulan Adelina bertahan hidup dengan memakan remah-remah nasi, sisa makanan anjing yang tidur dengannya,” ungkapnya sambil tak kuasa menahan tangis.
Walau sepanjang aksi Mama Yohana tak pernah diam, terus bersungut dengan isak tangis dan tampang kemarahan, namun kemuliaannya tetap terpancar di sana.
Ia mengatakan, walau hingga hari ini berat untuk mengikhlaskan kepergian sang buah hati, namun Ibu Yohana berharap agar tak ada lagi TKI asal NTT dan Indonesia umumnya, yang mendapatkan perlakuan yang sama seperti Adelina.
“Kami berharap, Pemerintah Indonesia memperhatikan, agar tidak ada lagi yang lain, yang merasakan apa yang dirasakan Adelina,” harapnya.
Lebih dari semua itu, harapan terakhir dari keluarga adalah agar NKRI berpihak pada mereka dan segera menuntut majikan Adelina sehingga bisa mendapatkan hukuman, sesuai peraturan perundangan Negara Malaysia.
Sekadar untuk diingatkan, Adelina Sau adalah TKI asal Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Adelina meninggal pada 11 Februari 2018 lalu, setelah dianiaya sekian lama oleh Ambika.
Penulis: Boni J