Kupang, Vox NTT-Pembangunan Bendungan Baing oleh Putra Kencana Kso PT. Erom di Desa Lai Pandak, Kecamatan Wulla Waijelu, Kabupaten Sumba Timur mengabaikan keselamatan warga, Sabtu (11/5/2019).
Pasalnya, di lokasi Penggusuran itu terdapat tanaman pinang milik warga, Ibu Djati Ata Hau dan digusur paksa oleh pihak kontraktor dan pemerintah setempat.
Tanaman-tanaman yang digusur itu merupakan penopang hidup Ibu Djati Ata Hau. Dengan tanaman itu juga, Ibu Djati membiayai sekolah cucu-cucunya.
Namun kini, Ibu Djati hanya bisa meratapi tanaman-tanaman yang selama ini menjadi sumber kehidupannya. Saat ini pun ia bingung, bagaimana memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai sekolah cucu-cucunya ke depan.
Sementara Putra Kencana Kso PT. Erom itu hanya bisa mempertontonkan kebringasannya tanpa mempedulikan air mata dan nasib rakyat kecil seperti Ibu Djati.
Staf Divisi Wilayah Kelola Rakyat, (WALHI NTT), Petrus Ndamung dalam press release yang diterima VoxNtt.com, Senin (13/5/2019) menjelaskan, proyek pembangunan bendungan yang berlokasi di Desa Lai Pandak, Kecamatan Wulla Waijelu ini sudah dijalankan sejak bulan Maret 2019.
“Pemerintah setempat telah melakukan sosialisasi terkait rencana pembangunan bendungan tersebut, namun belum menemui kata sepakat, tetapi pada kenyataannya pihak kontraktor tetap melakukan kegiatan,” ujar Petrus.
Kegiatan pembongakaran lahan itu kata dia, disaksikan langsung oleh Camat Wulla Waijelu, Daniel Radja yang seharusnya dapat dihentikan karena ada pihak yang merasa dirugikan dengan kegiatan tersebut.
“Namun dari pemerintah Kecamatan hanya menonton tanpa ada solusi yang diberikan kepada Ibu Djati Ata Hau,” kesalnya.
Anehnya, Ibu Djati, rakyatnya yang rela demi mempertahankan kebunya di hadapan Sang Camat tak dipedulikannya.
Beberapa sumber kata Petrus menjelaskan, pembangunan ini seharusnya belum dapat dilakukan, karena ada beberapa prosedur yang belum dilakukan.
“Misalnya dari hasil penelusuran WALHI NTT, proyek pembangunan yang bernilai 44 miliar lebih ini belum mempunyai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL),” katanya.
Pihak Dinas Lingkungan Hidup Sumba Timur lanjut dia, telah konfirmasi lewat telpon.
“Dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Sumba Timur mengatakan bahwa AMDAL pembangunan itu baru proses penyusunan. Belum masuk pada pembahasan,” tandasnya.
Pernyataan itu juga diperkuat oleh Direktur Yayasan Koppesda Sumba, Deni Karanggulimu sebagai representasi Lembaga Swadaya Masyarakat di Sumba Timur yang masuk dalam Tim Penilai AMDAL.
Menurut Deni, sampai kejadian tersebut viral, belum ada surat pemberitahuan dari Dinas Teknis terkait rencana pembahasan AMDAL pembangunan Bendungan di Baing, Kecamatan Wulla Waijelu.
Pembangunan bendungan ini kata dia, disinyalir dipaksakan karena salah satu syarat pembangunan yang berdampak secara sosial budaya maupun lingkungan, seharusnya melakukan kajian yang terangkum dalam dokumen AMDAL.
“Namun pada faktanya, dokumen AMDAL pembangunan bendungan tersebut belum ada. Pembangunan yang pendanaannya bersumber dari APBN murni tidak memenuhi syarat,” pungkasnya.
“Dalil bahwa pembangunan tersebut merupakan program pemerintah pusat, seharusnya tidak dapat menjadi pembenaran bagi pihak kontraktor maupun pemerintah daerah sehingga harus dilaksanakan tanpa pertimbangan baik dampak sosial, budaya maupun lingkungan,” tambah Deni.
Melanggar Aturan
Deni melanjutkan, dari kejadian ini Pemerintah telah melanggar amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pada pasal 2 yaitu, yang menekankan pada asas kemanusiaan, keadilan, keterbukaan, kesepakatan dan keberlanjutan.
“Kasus penggusuran paksa yang dilakukan pada lahan Ibu Djati Ata Hau mencerminkan tidak adanya asas kemanusiaan dan kesepakatan,” imbuhnya.
Pembangunan Bendungan Baing lanjut dia, juga telah melanggar peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 05 tahun 2012 tentang Analisis Dampak Lingkungan.
“Dalam lampiran peraturan tersebut menjelaskan, kegiatan pembangunan/pengambilan sumber yang lebih 250 liter per detik wajib AMDAL,” katanya
Atas kejadian tersebut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Nusa Tenggara Timur, sebagai organisasi sipil yang konsen pada keselamatan lingkungan hidup dan keselamatan ruang hidup warga meminta:
Pertama, Bupati Sumba Timur segera menyelesaikan persoalan yang telah merugikan hak-hak warga setempat terutama kepada Ibu Djati Ata Hau.
Kedua, Bupati Sumba Timur menghentikan segala aktivitas pembangunan, sebelum terbitnya dokumen AMDAL sebagai syarat utama.
Ketiga, Setiap pembangunan harus mengutamakan keselamatan ruang hidup warga.
Keempat, Memulihkan hak-hak warga Desa Lai pandak yang telah dilanggar.
Kelima, Kapolres Sumba Timur menindak tegas pelaku penyerobotan secara paksa di Desa Lai Pandak.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Boni J