Kupang, Vox NTT – Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo bertekad membangun 20 bendungan di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal ini diungkapkan Wakil Gubernur NTT Josef A. Nae Soi, saat menyampaikan sambutan pada kegiatan rapat koordinasi penanganan percepatan air bersih di Hotel Neo Aston, Kamis (23/05/2019).
“Tidak tanggung-tanggungnya Bapak Presiden Jokowi memberikan kita tujuh bendungan. Biayanya sangat besar. Luar biasa itu. Saat peresmian (bendungan) Rotiklot (pada senin,20/5/2019), saya juga sudah minta lagi kepada beliau, supaya kasih lagi, tidak hanya tujuh. Dan beliau berjanji akan kasih kita lima tahun depan sampai 20 bendungan,” jelas Josef.
Menurut Josef, NTT memang sangat membutuhkan air karena terkenal dengan kekeringan. Dahulu kalau orang dari luar mau tugas ke NTT, kata dia, selalu bertanya terkait air dan listrik.
“Saya minta kita sungguh-sungguh dalam rapat koordinasi ini. Kita simpan dulu yang dimensi idealis. Diskusi yang teori-teori, kita simpan. Sekarang kita harus mulai serius dengan apa yang saya namakan dimensi realitas, kontekstual. Yaitu banyak masyarakat yang butuhkan air,” jelas pria asal Ngada itu.
Sesuai ilmu manajemen, Wagub Josef lebih tertarik untuk menggunakan istilah kolaborasi dari pada koordinasi. Karena menurutnya lebih mengedepankan hubungan simbiosis mutualisme.
Kalau dalam koordinasi, kata dia, masih ada ego sektoral, ada yang bersifat basa-basi.
“Sementara kalau kolaborasi, saya memberikan sesuatu, dia juga timbal balik memberikan sesuatu. Artinya kita saling menghidupkan,” katanya.
Namun, kata dia, karena istilah yang lebih populer sesuai nomenklatur adalah koordinasi.
Ia membolehkan itu dipakai. Tetapi Wagub Josef mengingatkan istilahnya boleh koordinasi, tapi maknanya harus kolaborasi.
“Menyatukan persepsi kita dalam perencanaan dan kegiatan. Dalam rapat kerja ini, harus bisa rumuskan tahapan-tahapan dalam melakukan kerja sama satu sama lain dengan sasaran untuk memberikan pelayanan air untuk masyarakat. Jangan lagi ada pandangan, ini milik saya,ini milik anda. Harus tinggalkan yang begitu,” kata Josef.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, mengurus air tidak boleh memakai struktur. Tidak boleh perdebatkan mengenai wewenang.
Menurut dia, kalau ada peraturan yang menghalangi kewajiban masyarakat untuk mendapatkan pelayanan air, peraturan itu bisa didiskusikan untuk diubah secara cepat.
“Intinya air itu harus sampai ke rakyat. Bagaimana air sampai ke rakyat. Baru kemudian dari sini, cari sumber air, bagaimana konservasi air. Bagaimana kita memelihara supaya sumber daya air itu ada. Mari kita keroyok ini sama-sama. Tentu saja ada struktur organisasi, tapi itu jangan mbelenggu kita sehingga rakyat yang jadi sasarannya. Rapat koordinasi ini harus bisa rumuskan hal-hal konkret,” ungkapnya
Josef juga mengingatkan, masalah pemenuhan air untuk masyarakat tidak boleh memakai target. Misalnya tahun ini 50 persen dan tahun depan sisanya.
“Tidak boleh seperti itu. Masalah air hari ini harus 100 persen. Pentahapan kerja untuk sampai ke rumah-rumah masing-masing, bisa pakai target,” katanya.
“Tetapi kebutuhan air untuk rakyat, tidak bisa kita pakai target 80 atau 90 persen. Harus 100 persen orang. Cara bagaimana pun juga, dia harus nikmati air. Kedekatan sumber air dengan masyarakat, yah boleh pakai tahapan. Tapi kebutuhan air minum bagi rakyat tidak boleh ditunda-ditunda. Harus ada improvisasi. Ada yang pakai pipa atau kita usahakan mobil tangki, yang penting dia dapat air,” sambung dia.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba