Borong, Vox NTT-Anggota DPRD Manggarai Timur (Matim), Frumensius Frederik Anam menilai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (PK) tidak menjalankan kesepakatan antara legislatif dan eksekutif.
Kesepakatan itu, terkait prosedur seleksi guru penerima insentif daerah yang disepakati saat rapat konsultasi antara DPRD dan Bupati Matim Agas Andreas beberapa waktu lalu.
“Jadi salah satu poin kesepakatan itu semua peserta ujian yang akan menerima Bantuan Operasional Daerah (Bosda) ke Surat Keputusan (SK) tahun 2018 dari Januari sampai Desember,” ujar pria yang akrab disapa Mensi Anam itu saat ditemui VoxNtt.com di Kantor DPRD Matim, Senin (27/5/2019) siang.
Itu berarti, lanjut dia, tidak ada peserta yang bukan guru bosda. Apalagi yang belum menjadi guru.
Dia mengaku, banyak fakta dari beberapa pengaduan bahwa pelaksaan testing guru penerima instentif saat ini ada yang belum pernah mengajar dan tidak memiliki standar kualifikasi pendidikan yakni sarjana.
“Itu masih ada yang D1, D2 dan D3,” imbuhnya.
Dikatakannya, ada dua alasan yang paling mendasar mengapa guru itu harus mengikuti tes. Pertama, Matim memiliki kelebihan guru dan kedua kekurangan anggaran.
Karena itu, kata Mensi Anam, OPD teknis dalam hal ini Dinas PK Matim tidak melanjuti kesepatakan itu.
Dia menegaskan, pihaknya akan mendorong untuk segera melakukan rapat kerja antara DPRD dengan Dinas PK Matim untuk bisa mempertanggungjawabkan hal ini.
“Jadi saya sarankan para peserta yang di luar kesepakatan ini nanti dibatalkan. Dia dibatalkan karena tidak memenuhi syarat umum atau gugur dengan sendirinya,” ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah Kadis PK Matim, Basilius Teto membenarkan hal itu. Namun, kata dia, masih banyak guru yang belum mendapatkan Bosda.
“Masih ada guru yang sudah mengajar 5 sampai 6 tahun belum mendapatkan Bosda. Oleh karena prinsip kita adalah dia mengajar di sekolah itu,” ujarnya saat diwawancarai VoxNtt.com usai kegiatan pengumuman berita kelulusan di SDK Bugis Borong, Selasa (28/05/2019).
Dia juga menyatakan siap meladeni DPRD apabila dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban.
“Silakan kami akan siap,” tegas kadis Basilius.
Dia menilai rapat konsultasi itu bukanlah sebuah kesepakatan, lantaran jumlah peserta yang awalnya dikonsepkan lebih dari 1600 tetapi yang mendaftar sebanyak lebih dari 3000.
Dari pendaftar ini, kata Basilius, merupakan guru yang sedang mengajar di sekolah-sekolah.
“Karena prinsip kami guru-guru yang mengkuti tes sudah mendapatkan rekomendasi dari kepala sekolah dan guru-guru ini sedang mengajar di sekolah. Soal berapa tahun dia mengajar yang tahu adalah kepala sekolah bukan kami,” katanya.
Dia menegaskan, testing ini dilakukan secara terbuka tanpa rekayasa dan siapapun yang lulus berarti memiliki kompetensi.
Terkait isu bahwa ada guru yang belum pernah mengajar tetapi mengantongi surat izin rekomendasi, dirinya menayatakan untuk menanyakan kepala sekolah.
“Prinsip kita mendapat rekomendasi dari kepala sekolah, itu harga mati,” ujarnya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba