Mimbar

Setiap pagi-pagi buta

Sepenggal nada berdiri paling depan

Dari balik mimbar

Lilin masih kerlip

Mada dan ekaristi

Tak ada yang sia-sia setelah itu

Sebab pagi masih begini panjang..

Nenuk, 2018

Isyarat

(I)

Di beranda yang tuli

Berpuluh-puluh kenangan entah berapa

Suara yang lamat-lamat

Desahan yang menggamit meluluh

Segalanya penuh barangkali.

 

Di hamparan yang buta

Kita saja yang menyernyit

Entah apa?

Entah mengapa?

Sebab hanya isyarat yang mengamini

(II)

Di beranda yang hampa.

Segalanya menjelma sia-sia

Ada tanda tanya yang menganga menunggu jawaban

Menyaksikan isyarat yang selalu ikhtiar

Dari jarak terbilang jauh

Rowidho, Juli 2016

Sujumput Asa yang Letih

Sejumput asa letih di jarak nan jauh

Saat kau membubuhkan tangis pada dalamnya mimpi

Kalau kau berani menggugat mimpi

Sebagian hal menjelma rencana, bukan?

Walau langkah yang telah tergores putus asa

Perjuangan yang nyaris purna,

Kiranya  sejumput asa yang rampung sudah menunggu tuannya datang

Asalkan kau tidak bertengkar dengan waktu.

Kolisagu, Agustus 2017

Salem

Aku selalu ingat setiap bait yang engkau hembuskan dari atas jauh dan sulit kugapai

kemarau meranggas di hatiku menjadi gersang

retak

sampai meninggalkan sembilu

membuat resah paling menyayat

penuh gemuruh

aku selalu ingat setiap baris bait

yang sengaja engkau bubuhkan di helai-helai gelisahku

sehingga membuatku tak rubuh

kata-kata melayang di udara

sedang aku bersemedi dengan secercah harapan penuh damba

datanglah kepadaku, sebelum aku menjadi daging yang rapuh dan melekat di jiwa

sampai letih

datanglah engkau dan teriakanlah pekik smangat

sampai hari-hariku tak terlambat

Nenuk, Januari 2018

*Paul Ama Tukan, lahir di Waiwerang-Adonara 7 Mei 1998.  Alumni Seminari BSB Maumere. Bergiat di Komunitas Sastra Kotak Sampah, Novisiat SVD St.Yosef  Nenuk-Atambua.