Oleh: Yefri Kuafeu
Mahasiswa Pascasarjana Geografi UGM
Rote Ndao merupakan salah satu kabupaten di NTT yang memiliki gugusan pulau terbanyak kedua setelah Manggarai Barat. Kabupaten terluar Indonesia ini memiliki 96 pulau dan yang berpenghuni hanya 6 pulau.
Hamparan gugusan pulau di selatan NKRI ini juga merupakan salah satu destinasi wisata laut yang sangat terkenal seperti Nembrala dan Bo’a. Dengan zona pecah gelombang berkelas internasional untuk para selancar, kedua pantai makin ramai dikunjungi wisatawan domestik maupun manca negara.
Dari sekian keunikan yang ada, Kabupaten Rote Ndao masih menyembunyikan sebuah keunikan lain yakni Laut Mati.
Laut Mati hanya terdapat pada dua wilayah di Indonesia yaitu Pulau Nias dan Pulau Rote. Mungkin hal ini serupa dengan laut mati di Timur Tengah yang membujur di antara Israel, Palestina dan Yordania yang terbentuk karena retakan lembah Sungai Jordan.
Laut mati ini berada di Dusun Sipuk, Desa Sotimori Kecamatan Rote Timur, yang wilayah kepesisirannya didominasi oleh terumbu karang pengangkatan masa lampau.
Laut mati di pulau ini terbentuk karena jebakan air asin ratusan tahun lalu akibat pengangkatan terumbu karang dengan kadar air laut yang tinggi dan proses pelarutan garam yang berlangsung lama karena ditutupi barrier (penghalang) gugusan batu gamping (limestone).
Arah angin dari tenggara terhalang oleh hamparan batuan dan hanya sedikit hembusan sepoi dari arah barat Laut Sawu. Selain itu, laut mati memiliki sesar yang memanjang dari Teluk Mondo yang membelah Pulau Usu yang berupa terusan hingga Tanjung Airami, Sowau sampai Teluk Pepela.
Proses marine ini diprediksi mengalirkan air asin menuju laut mati melalui patahan atau retakan yang memiliki kelurusan (lineament) sampai Selat Usu.
Bentuk laut mati Pulau Rote seperti gisik saku dengan material terumbu karang dan cangkang moluska yang telah menjadi endapan pasir yang dibatasi pesisir karst.
Cangkang moluska laut/keong laut yang mengendap di sepanjang tepi pantai laut mati adalah coasts built by organisms bioindikator terbentuknya pesisir akibat adanya aktivitas hewan atau tumbuhan laut pada masa lampau yang terus berevolusi dan membentuk daratan terangkat bentuklahan karst.
Identifikasi lain laut mati di Pulau Rote adalah airnya terasa payau yang telah terkontaminasi antara air asin dan air tawar.
Lalu, timbul pertanyaan dari mana asal air tawar? Sepantasnya sebutan untuk wilayah kepesisiran tersebut adalah lagoon not dead sea (sudah populer). Pesisir ini terpisah dari laut karena terhalang gugusan karang Pulau Ondo dengan zona gelombang alun–alun pada Danau Oemasapoka.
Hal ini terbukti dengan adanya sekumpulan air tawar yang mendominasi sekeliling laguna yakni Danau Ledulu di timur laut, Danau Lindu di tenggara, dan Danau Oendui di selatannya Rote Timur.
Meskipun laut mati di Pulau Rote tingkat kadar garam tidak setinggi laut mati di Yordania namun fenomena alam laut yang unik dan khas di Indonesia tersebut wajib menjadi kebanggaan masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Pariwisata Kepesisiran
Hemat saya, Kabupaten Rote Ndao sepatutnya menjadi aset pengembangan gugusan pulau yang menjadi destinasi laut yang menunjang parawisata wilayah kepesisiran.
Iming–iming propinsi parawisata kelautan sepantasnya didasari tipologi wilayah yang dikembangkan berdasarkan bentuk lahannya. Sewajarnya Pulau Rote adalah the second of West Manggarai to international tourism.
Namun hingga kini, Laut Mati Rote bagaikan perahu kecil tanpa arah yang terombang ambing di sunyinya gelombang dengan angin sepoi yang beriak-riak ke pantai selatan batas ZEE (Zona Ekonomi Eklusif).
Terusik tanya, kapankah kita sadar bahwa laut mati adalah suatu fenomena yang khas di batas negeri zamrud khatulistiwa?
Pariwisata laut selatan Nembrala Rote sudah terekspos dengan gelombang lautnya. Inilah saatnya seluruh stakeholders menjadikan Laut Mati Rote sebagai branding tourism di wilayah selatan Indonesia.