Borong, Vox NTT-Meliput Watu Tujung (tujuh batu bersusun) yang ada di Desa Benteng Raja, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Flores-NTT bukan hal gampang.
Nyali adalah kunci utama. Hal itu lantaran situs yang berpotensi menjadi destinasi wisata itu, tepat berada di dataran yang curam.
Pohon kopi dan gamal adalah satu-satunya pegangan untuk menjaga keseimbangan tubuh agar tak jatuh. Bila Anda “darah rendah” jangan sekali-kali mencoba ke sana.
Perjalanan menuju Watu Tujung hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Jauhnya sekitar 2 kilometer (km) dari pemukiman penduduk dengan waktu tempuh 20 menit.
Namun jangan kuatir, perjalanan Anda pun akan disuguhkan oleh panorama alam yang indah.
Balutan hutan kopi yang eksotis, juga aroma cengkih yang khas, bakal membuat siapapun yang mengunjunginya betah. Bisa saja terbius.
Bila mengunjunginya pada pukul 14.00 Wita ke atas, kabut tampak menutupi tempat itu. Anda pun akan merasakan sensasi mistis yang luar biasa. Bagi orang yang asing, bulu kuduk bisa berdiri. Merinding dan tegang.
Senin (8/7/2019), cuaca desa sangat cerah. Beberapa petani sudah pergi berkebun. Siulan burung pun tak terdengar. Wajar. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.00 Wita. Embun dan sari buah dari beberapa pohon sudah dilapap terik.
VoxNtt.com bersama Tu’a Golo (tua adat) suku Ngali, Bapak Tarsi Tomas (68), Tu’a Teno (tua adat) suku Deru Bapak Alfons Nggamik (42) dan tokoh muda Limbo Gilik (38) mendatangi tempat itu.
Mulanya VoxNtt.com memeroleh informasi tentang Watu Tujung dari Sardi seorang pemuda desa itu yang bekerja di Puskesmas Tilir. Letak puskesmas itu lumayan jauh dari desa itu.
Namun, karena sibuk ia pun mengarahkan VoxNtt.com untuk pergi bersama Bapak Limbo dan dua tokoh adat di desa itu.
Perjalanan itu pun melewati beberapa pusat perkebunan (lodok) warga.
Setibanya di Lodok Tujung
Nama Watu Tujung berasal dari nama Lodok Tujung. Letak Watu Tujung tepat berada di pinggir Lodok Tujung.
“Dulu sampai sekarang itu dikenal dengan sebutan “lodok one sising peang”. Lodok one itu adalah pusat kebun sising peang itu adalah pinggir kebun. Sehingga Watu Tujung ini tepat berada di pinggir Lodok Tujung,” ujar Tarsi.
Nama Lodok Tujung pertama kali diperkenalkan oleh Markus Baring. Markus sudah lama meninggal dunia. Ia merupakan Tu’a Teno suku Deru. Istrinya bernama Monika Momas. Keduanya adalah orangtua dari Alfons Nggamik.
Dari perkawinan keduanya, menghasilkan 4 orang buah hati. Alfons adalah anak ke-4 dari tujuh bersaudara itu. Saat ini anggota Lodok Tujung berjumlah 23 orang.
Dikisahkan Tarsi, konon almarhum Markus membuat tangga agar bisa duduk di atas batu itu untuk menjaga hewan perusak tanaman.
“Jadi dulu bapak itu duduk di atas puncak. Terus dia buat api biar kera tidak makan pisang ataupun kopi yang ditanam oleh warga,” kisah Tarsi.
Tinggi Watu Tujung diperkirakan mencapai 30 meter. Walau, tampak terpisah dan berada di dataran yang curam batu ini tetap kuat dan berdiri kokoh.
Selain Watu Tujung, di Lodok itu pula ada 3 pusara tak bernama. Sudah lebih dari seabad lamanya. Tarsi pun tak tahu tentang kubur. Namun, dirinya yakin mungkin ada yang mendiami wilayah itu sebelum alamarhum Markus.
Berharap Jadi Potensi Wisata
Selaku tokoh adat Tarsi dan Alfons sangat sepakat bila Watu Tujung dijadikan tempat wisata. Kemolekan dan keunikan batu itu membuat keduanya yakin jika kelak bisa jadi potensi wisata yang luar biasa.
“Ini harapan kita ke depan, mudah-mudahan ini bisa dilirik sebagai sebuah aset wisata yang bisa mendatangkan uang bagi masyarakat dan desa. Saya yakin itu,” ucap Alfons.
Limbo Gilik pun sangat antusias apabila Watu Tujung kelak dijadikan tempat wisata. Menurutnya, desa Benteng Raja kaya akan potensi wisata alam. Tak hanya Watu Tunjung tetapi situs bersejarah lainnya adalah Tengku Manuk (Sangkar Ayam).
“Kami mengucapkan terima kasih kepada adik sudah datang ke sini. Di sini ada banyak potensi wisata. Tinggal bagaimana pemerintah bisa kelola dengan baik. Baik dari sisi promosi maupun dari aksesnya,” tandas Limbo.
Sementara itu, Kepala Desa Benteng Raja Frans Genggor mengatakan, wisata Watu Tujung bakal menjadi salah satu prioritas.
“Mungkin nanti pada tahun 2020 kita kembangkan potensi wisata di Desa Benteng Raja. Untuk sekarang kami sudah melakukan beberapa pekerjaan. Tetapi untuk tahun depan pasti bisa,” ucapnya.
Dia mengaku, saat ini sudah membuat Lembaga Permasyarakatan Adat (LPA) yang tidak hanya melibatkan orangtua, tetapi juga kaum muda di desa itu.
“Ini yang akan kita libatkan ke depan termasuk berkaitan dengan pengembangan potensi-potensi desa,” tukasnya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba