Atambua,Vox NTT-Alokasi dana desa di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), nilainya terbilang sangat fantastis.
Besarnya dana yang diberikan negara melalui APBN itu dinilai tak berbanding lurus dengan kesiapan sumber daya manusia (SDM) Aparat Desa.
Akibatnya, miliaran rupiah yang digelontorkan negara, pemanfatannya tidak maksimal karena cendrung tidak menjawabi akar persoalan di desa. .
Penelusuran VoxNtt.com di Desa Tasain, Kecamatan Raimanik, Kabupaten Belu, NTT sejak Kamis pekan lalu (04/07/2019) hingga Selasa (09/07/2019), penggunaan dana desa di Tasain hanya terfokus pada kegiatan infrastruktur. Itupun, hasilnya tidak maksimal. Di satu sisi, persoalan-persoalan sosial ekonomi dalam desa terabaikan
Tak hanya itu, pengelolaannya juga diniilai tidak sesuai regulasi, dimana Kepala Desa masih mengandalkan jasa kontraktor yang nyatanya di lapangan, hasilnya tidak signifikan. Beberapa pekerjaan tidak sampai selesai walaupun anggaran yang gunakan besar. Lainnya sudah rusak, padahal usianya belum setahun.
Sementara melalui berbagai media, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo selalu menegaskan, proyek dari dana desa wajib diakukan secara swakelola dan jangan lagi melibatkan kontraktor.
Di Desa Tasain, kebutuhan mendesak beberapa tahun terakhir adalah air bersih, ketidaktersediaan fasilitas MCK, rumah layak huni, terutama di Dusun Halemauk dan Dusun Fatukalbobi. Pengakuan warga, sudah puluhan tahun dua dusun ini mengonsumsi air dari kali yang kotor.
Program Fisik 2018
Tahun 2018, dana desa untuk Desa Tasain sebesar Rp 1.716.483.792.00. Oleh Kepala Desa (Kades) Amandus Koamesak, dana hampir dua miliar itu digunakan untuk menegerjakan beberapa kegiatan fisik dan non fisik.
Pembangunan fisik di antaranya, Rumah PAUD Integrasi tiga ruangan dengan luas 60 meter persegi di dusun Funeno. Nilai anggaran untuk proyek ini belum diketahui masyarakat. Pembangunan jalan rabat beton di Dusun Troimusu, nilai anggarannya tidak diketahui masyarakat. Sementara kondisi jalannya sudah mulai retak. Pembangunan jalan sertu di Dusun Funeno.
Perataan tanah untuk lapangan sepak bola di Dusun Troimusu senilai Rp 108.000.000,00. Ironisnya, pengerjaannya tidak selesai dengan alasan dana tidak cukup. Fakta di lapangan, tanah yang digusur menggunakan excavator luasnya tidak mencapai sepertiga lapangan.
Beberapa jalan dusun juga sudah mulai rusak, deker pun ambruk. Semua pembangunan ini nilai anggarannya tidak diketahui masyarakat, termasuk Kades sendiri mengaku lupa.
“Iya tahun lalu kita kerja tidak selesai karena dana tidak cukup. Tahun ini kita bangun tembok penahan sepanjang 110 meter,” jelas Amandus terkait pengerjaan lapangan.
Warga menduga kuat ada mark up dalam pengerjaan tersebut. Dugaan itu karena menurut Kades, perataan lapangan yang luasnya tidak sampai sepertiga dari luas lapangan 110×50 meter persegi itu dikerjakan selama dua minggu menggunakan excavator.
Sementara pengamatan lapangan, tanah yang dikeruk tebalnya/kedalamannya tidak sampai satu meter dan tidak berbatu. Secara kasat mata, pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dalam waktu dua hari. Terkait dugaan itu, Amandus tidak memberikan klarifikasi.
Program 2019 sama dengan 2018
Tahun 2019, dana desa yang diterima sebesar Rp 2.144.354.557.00. Anggaran sefantastis ini juga ternyata belum difokuskan membangun sarana dan prasarana yang menyentuh langsung kebutuhan dan persoalan real masyarkat Desa Tasain.
Kades Amandus mengatakan, di 2019, peningakatan jalan sertu sepanjang 3,5 km dengan anggran Rp 500 juta lebih sepanjang Dusun Troimusu, Dusun Haumenin, Dusun Naba, dan Dusun Halemau.
Selain jalan sertu, ada pembanguan Rumah PAUD Integrasi tiga ruangan di Dusun Troimusu dengan anggran Rp 273.860.000.
Karena pengerjaan lapangan belum selesai pada tahun 2018, di tahun 2019 Amandus kembali mengalokasikan dana Rp 127.321.000 untuk membuat tembok penahan lapangan sepanjang 110 meter. Sementara perataan tanahnya belum dituntaskan.
Hasil pengamatan lapangan, jalan yang akan dikerjakan masih layak digunakan dibandingkan dengan persoalan lain seperti ketidaktersediaan sumur untuk air bersih. Kondisi kamar mandi dan WC yang sebagaian besar masyarakat belum memilikinya serta perumahan.
Persoalan lain juga, listrik yang sudah terpasang namun tidak bisa digunakan lantaran pembangkit listrik tenaga surya yang diberikan pemerintah pusat rusak.
Sebagaimana diakui Kades Amandus, Desa dengan jumlah penduduk 1.667 jiwa yang tersebar di sembilan dusun ini sesungguhnya memiliki potensi pertanian seperti padi, jagung dan hortikultura.
Namun Ia sendiri juga mengakui, potensi ini belum mendapat perhatian serius. Bantuan untuk kelompok tani hanya berupa pipa paralon untuk menyedot air dari kali. Sementara yang dibutuhkan petani adalah air. Sebab, pada musim panas kali tersebut kering.
Air bersih memang menjadi persoalan serius warga Tasain, anak-anak di Dusun Halemau misalnya kesulitan untuk mengakses ari bersih untuk kebutuhan konsumsi, mandi dan cuci. Anak-anak yang tengah asyik bermain di Dusun itu badannya kotor.
Menurut warga, di dusun tersebut hanya ada satu sumur untuk dipakai semua warga.
Tidak Transparan
Tingkat transparansi pengelolaan dana desa di Tasain dinilai sangat rendah. Beberapa tokoh masyarakat yang ditemui VoxNtt.com mengakui, pengelolaan dana desa lebih banyak diatur sendiri oleh kepala desa dan staf, masyarakat tidak dilibatkan.
Karena itu, yang dikerjakan kepala desa bersama staf dan rekanan/pihak ketiga tidak diketahui warga termasuk mata angggaran dan jenis pekerjaan. Masyarakat tahunya setelah pengerjaan dimulai.
Akibatnya, masyarakat tidak diberi kesempatan untuk mengusulkan program yang dapat menjawabi persoalan utama di desa. Mereka menyayangkan karena besarnya dana desa belum berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Kami punya dana desa Besar selama dua tahun ini. Tahun 2019 Dana Desa Rp 2 miliar lebih.Tapi kami tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaannya. Paling kepala desa dengan aparat dan kontraktor yang tau soal jumlah alokasinya,” aku seorang tokoh adat di Tasain yang meminta namanya tidak dipublis.
Hal tersebut juga diamini tokoh pemuda dan tokoh perempuan saat ditemui di Dusun Halemauk. Selain tidak diundang dalam perencanaan, selama dua tahun mengelola Dana Desa, Kepala Desa tidak memasang papan informasi terkait alokasi dan pengelolaan dana Desa.
“Biasa tidak tempel pak. Jadi kami tidak tau uang Dana Desa diapakai untuk kegiatan apa-apa saja.
Yang kami tau, mereka kerja jalan dan lapangan tapi lapangan belum selesai dikerjakan dan jalan yang tahun lalu mereka kerjakan persis di samping SD itu dekernya sudah rusak,” ujar sumber itu.
Tokoh perempuan Karolina Muti menuturkan, selama memimpin, Kepala Desa Amandus tidak pernah terbuka soal keuangan. Alokasi dan jumlah dana desa hanya disampaikan kepada aparat desa sedangkan masyarakat sama sekali tidak tahu.
“Itu biasa hanya kastau (memberi tahu) untuk aparat desa. Kami yang masyarakat kecil ini tidak tahu. Kami orang bodok ini tidak tahu pak,” jelas Karolina saat ditemui di kediamannya, Senin (07/07/2019).
Selain pemanfaatan Dana Desa yang belum tepat sasaran, pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga belum maksimal.
Dibentuk tahun 2017 dengan alokasi dana Rp 30.000.000, BUMDes Desa Tasain yang bergerak dalam bidang usaha jual beli gabah hanya berhasil memperoleh bunga Rp 4.000.000 selama dua tahun.
Mandeknya BUMDes lantaran kepala desa tidak melibatkan pengurus BUMDes dalam pengelolaan kecuali ketua. Sementara bendahara tidak pernah dilibatkan.
Kondisi tersebut diakui kepala Desa Amandus bahwa sejauh ini usaha BUMDes belum berjalan maksimal. Ia bertekat, tahun 2019 BUMDes akan dikembangkan. Selain itu, sebagai bentuk keseriusannya, akan mengucurkan dana tambahan sebesar Rp.30.000.000.
“Iya, memang ini kelalaian kami dan terima kasih sudah menginatkan kami sehingga kami bisa terus memperbaiki kinerja. Memang selama ini bendahara tidak dilibatkan. Tahun ini kita kasih lagi dana stimulant sebanyak Rp 30.000.000 sehingga bisa berjalan lebih maksimal,” jelas Amandus saat ditemui di kediamannya, Selasa (09/07/2017).
Terkait alasan tidak melibatkan bendahara, Amandus mengatakan hal tersebut karena kelalaian dirinya.
Intervensi Orang Kuat
Keluhan masyarakat terkait Kades tidak melibatkan masyarakat dalam membuat perencanaan program, dibantah Amandus. Ia mengakui, sejauh ini masih ada banyak kekurangan yang harus dibenahi. Namun, Ia bersih keras bahwa selama dua tahun mengelola dana desa, program yang dikerjakan adalah usulan masyarakat.
Informasi lain dari warga, pembangunan di Desa Tasain ditengarahi tidak menyentuh akar persoalan lantaran dalam mengambil keputusan, Kepala Desa Tasain selalu mendapat tekanan dari oknum tertentu yang ingin agar kegiatan pembanguan difokuskan pada program fisik.
Tujuannya agar seluruh pengerjaan proyek di desa tersebut dikuasai orang tersebut sebagai pihak ketiga. Sayangnya, warga tak berani menyebut nama orang yang diduga mengintervensi kebijakan di Desa tersebut.
“Saya pernah dengar kalau mau ambil keputusan, Kepala Desa selalu ditekan oleh orang-orang tertentu dalam desa ini. Sebenarnya kepala Desa itu orangnya tulus, tapi ada orang di belakangnya yang selalu tekan-tekan beliau,” ujar sumber VoxNtt.com sembari meminta agar namanya tidak dicantumkan.
Dia juga menjelaskan, dalam pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) selama dua tahun terakhir juga cenderung diisi oleh orang-orang yang dinilai kurang mampu, bahkan menurut sumber itu, ada anggota TPK yang tidak bisa membaca dan menulis.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Boni J