Kupang, Vox NTT- Petrus E. Jemadu, tokoh masyarakat Manggarai Barat (Mabar) diaspora di Kota Kupang turut menyoroti rencana penutupan dan relokasi penduduk di Pulau Komodo, Kecamatan Komodo.
Dosen Fakultas Hukum Undana itu menegaskan, pemerintah tidak boleh paksa jika masyarakat menolak rencana relokasi tersebut.
“Ada konvensi internasional, pembangunan itu tidak boleh merusak martabat manusia, tidak mudah, mereka harus setuju dengan pemindahan tidak boleh secara paksa. Saya malah melihat bahwa rencana pemerintah tidak menjelaskan secara rinci, kebijakan apa yang akan mereka lakukan selama penutupan selama setahun itu,” ujar Pit saat ditemui VoxNtt.com di Kupang, Sabtu (27/07/2019).
Ia mengatakan, wacana penutupan Pulau Komodo saat ini menjadi rencana kebijakan yang kontroversi, sebab banyak pro dan kontra.
Menurutnya, semua aktivitas pembangunan oleh pemerintah muara akhirnya adalah memuliakan martabat manusia. Karena tujuan baik, kata dia, maka harus menggunakan pendekatan yang baik pula.
“Okupasi manusia terhadap alam semakin meluas. Menurut saya ini kebijakan agak dilematis, dimana pertumbuhan manusia semakin meluas sehingga mendesak pertumbuhan binatang yang semestinya harus dilindungi. Penutupan itu hanya setahun, relokasi penduduk itu harus dipersiapkan secara matang, rumah, fasilitas kesehatan dan pendidikan,” katanya.
Mantan Komisaris Bank NTT itu menjelaskan, jika memang penutupan pariwisata setahun, maka harus ada negosiasi, dalam hal ini masyarakat harus dipindahkan.
Ia pun mencium isu yang kontroversi bahwa penutupan Pulau Komodo dilakukan karena ada riset oleh pelaku bisnis dengan pariwisata jenis baru yakni pariwisata prenium.
Pemprov NTT Harus “Coolling Down”
Pit menganjurkan agar sebaiknya relokasi penduduk di Pulau Komodo ditunda, sambil menyiapkan segala sesuatu seperti diskusi dilakukan secara terus menerus.
“Saya sebagai akademisi sejauh ini hanya bisa melihat kepentingan siapa yang diperjuangkan. Jangan melukai manusia apalagi dengan cara-cara paksa, harus lebih manusiawi. Pemprov harus ambil langkah, pemimpin itu kan ada fungsi komando dan fungsi melindungi seluruh penduduk. Pemprov harus berpihak pada kepentingan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Menurutnya, solusi jangka pendek bagi Pemprov NTT adalah “coolling down” dengan pendekatan persuasif.
Sebab Pit menilai relokasi penduduk Pulau Komodo adalah rencana besar, sehingga dari awal ini agak “grasa grusu”, belum dijelaskan bola panas sudah digulirkan.
“Jangan ada lagi kata-kata yang mengabaikan kepentingan masyarakat itu sendiri, ini harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap,” pinta Pit.
Di lain sisi, lanjut dia, sejarah yang melegenda bahwa antara Komodo dan manusia itu adalah saudara meski ditelusuri secara ilmiah.
“Kita harus kritis, data itu sekitar tahun 1926 penduduk ada di sana, Komodo sudah ribuan tahun, legenda itu harus dikritisi kembali. Kita harus sikapi secara kritis terhadap semua legenda, meski menyertakan pendekatan ilmiah. Selain penghuni Pulau Komodo, di sana juga ada pendatang-pendatang baru,” kata Pit.
“Harus ada kantor semacam teknis kependudukan, untuk memantau perkembangan penduduk di sana, izin membangun rumah baru tidak usah diadakan lagi. Generasi muda harus direlokasikan ke lokasi yang lebih dijamin kebutuhan hidupnya, jika relokasi itu terus direalisasikan jangan lagi kata liar baik oleh pemerintah dan masyarakat, inikan diskusinya sudah semakin tidak rasional,” sambungnya.
Terkait pernyataan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang blak-balkan soal penghuni Pulau Komodo tinggal secara liar, Pit pun meminta agar setidaknya harus menghindari kata-kata yang profokatif.
“Di belakang Gubernur itu terdapat tim percepatan pembangunan NTT, tolonglah memberikan masukan yang baik bagi pemerintah. Ingat tanggung jawab puncak kesejahteraan masyarakat itu ada di pemerintah pusat. Tunjukkanlah mereka memihak pada kesejahteraan masyarakat. Saya menilai kegelisahan Gubernur NTT itu ada pada percepatan pembangunan NTT, kurangilah kata-kata yang melukai masyarakat. Orang Pulau Komodo dan pemerintah harus diajak duduk bersama, gunakanlah pendekatan yang seperti dilakukan oleh Jokowi itu,” tutupnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba