Ruteng, Vox NTT-Kepala Desa (Kades) Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Siprianus Gaut dilaporkan ke Kepolisian Resort (Polres) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai atas dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2018.
Selain ke dua lembaga tersebut, Siprianus juga dilaporkan ke Inspektorat Kabupaten Manggarai, tembusan ke Bupati dan Kementerian Desa.
Kades Sipri dilaporkan oleh warganya sendiri, Damasus Jeki bersama tujuh orang lainnya, termasuk Ketua Badan Permusyawaratan (BPD) Desa Meler, Dominikus Nggao, Rabu 24 Juli 2019.
Kepada VoxNtt.com melalui telepon selulernya, Minggu (04/07/2019), Damasus melaporkan Sang Kades atas dugaan korupsi pada beberapa proyek pembangunan.
Pertama, pembangunan jalan lingkar luar di Kampung Laja. Menurut Damasus, proyek itu tidak dibutuhkan oleh masyarakat. Dan hingga saat ini jalan tersebut tidak diakses, baik oleh masyarakat Kampung Laja maupun kampung sekitarnya.
Walau tidak digunakan, Tahun 2019, Kepala Desa kembali menambah volume pembangunan jalan tersebut sepanjang 1 km. Tetapi, tidak dapat dilanjutkan karena dihadang oleh pemilik lahan.
Warga menolak karena sebelum dikerjakan, pemilik lahan tidak diberitahukan oleh Sang Kades atau Pemerintah desa setempat.
Ia juga menjelaskan, selain masalah pemanfaatan dan masalah lahan, pembangunan jalan tersebut juga tidak transparan.
Di lokasi proyek, jelas Damasus, tidak dipasang papan informasi berkaitan volume dan jumlah anggaran. Sehingga, masyarakat tidak mengetahui jumlah anggaran yang digunakan dalam pembangunan jalan tersebut.
Selain Jalan itu, pengerjaan jalan lapen menuju Kantor Desa Meler juga dilaporkan tidak menggunakan Batu Pecah 2/3 dan batu split.
“Ho’o g ta ite todo remang agu rusak taung gi. (Sekarang Pak, sudah tumbuh rumput dan rusak semua),” terang Damasus.
Kedua, Kades Sipri dilaporkan terkait proyek air bersih untuk warga Kampung Laja. Disampaikan Damasus, anggaran untuk proyek air minum tersebut, Rp 100 juta.
Namun, setelah melihat pengerjaan di lapangan, masyarakat menduga kuat, anggaran yang digunakan tidak mencapai Rp 100 juta. Sebab, hanya merehab Bak penampung yang dibangun oleh Kades sebelumnya.
“Dalam penganggarannya ite (Pak) seratus (Rp 100) juta. Tetapi jika dilihat dari kondisi bangunannya, anggaran yang terpakai tidak mencapai 100 juta lite ta ite (Pak) mungkin hanya 10 juta, karena hanya rehab saja. Ai ata panden pertaman one pisa le kepala desa lama, ata tambang kat diha, mungkin hanya 50 senti kanang tambangn (Karena yang bangun pertama dulu oleh kepala desa lama, dia hanya tambah saja. Mungkin hanya 50 cm saja tambahnya,” jelas Damasus.
Sudah begitu, hingga saat ini, air tersebut tidak layak dikonsumsi oleh warga karena kondisinya kotor. Pengalirannya juga masih menggunakan bambu.
Pernyataan tidak layak dikonsumsi ini, bukan hanya dari masyarakat sendiri tetapi juga oleh anggota DPRD Kabupaten Manggarai yang sebelumnya datang ke lokasi air tersebut.
“itu air, sampai saat ini tidak layak dikonsumsi oleh masyarakat karena kondisi airnya kotor, keruh. Itu hari, tanggal 2 Agustus ada DPRD yang datang, mereka mengatakan bahwa air itu tidak bisa dikonsumsi oleh masyarakat,” terang Damasus.
Ketiga, Sipri juga dilaporkan atas dugaan korupsi bantuan rumah dan meteran listirk tahun 2018.
Dikisahkan Damasus, bantuan rumah layak huni dan meteran tersebut, sebenarnya khusus untuk keluarga-keluarga yang tidak mampu dan memiliki rumah tidak layak huni.
Dalam penerapannya, kata dia, banyak yang tidak layak mendapatkan bantuan tetapi menerima.
Ada 20 unit rumah dengan pagu dana Rp 15 juta. Material yang diterima oleh masyarakat yakni, Batako 1.500 buah, Sing 68 lembar, Semen 35 Zak, Paku diuangkan Rp 100 ribu.
Setelah dijumlahkan berdasarkan harga material yang diketahui masyarakat di tempat pengadaan material, termasuk dengan biaya pajak, biaya keseluruhannya diperkirakan Rp 11 juta.
“Empat juta (Rp 4 juta)-nya menguap, tidak jelas,” tandasnya.
Tak hanya itu, disampaikan pula oleh para pelapor, salah satu penerima bantuan, Didakus Tarung membiayai sendiri pengangkutan material dari rumah Sang Kades ke Kampung Laja.
“Dia mengeluarkan biaya angkut material dari rumah kades di Meler menuju domisi yang bersangkutan, di Kampung Laja,” katanya.
Dalam pengadaan meteran listrik, Kades Sipri dinilai diskriminatif. Bantuan meteran 51 unit, untuk keluarga yang belum mendapat aliran listrik di Kampung Laja menggunakan dana desa, rata-rata penerima semuanya keluarga Kades Sipri.
“Olee ite, one wa,u run taung kat e, toe keta manga teing ata banan (Aduh Pa, semua untuk keluarganya saja, tidak pernah kasih ke orang lain),” keluh Damasus.
Manipulasi Data Penerima Bantuan
Keempat, manipulasi data. Selain dugaan korupsi, Kades Sipri juga diduga memanipulasi data penerima bantuan rumah dan meteran.
Dijelaskan Damasus, warga Desa Meler, Hendrikus Sopek dan Aventus Kantur sebagai penerima bantuan meteran dan material rumah.
“Tapi faktanya yang bersangkutan tidak pernah menerima bantuan rumah dari desa,” ungkapnya.
Kelima, terkait pembangunan lokasi wisata di Lodok (Sawah berbentuk Jaring Laba-Laba) menggunakan dana bantuan dari Kementerian Pariwisata yang dikelola secara swakelolah, sebesar Rp 800 juta untuk dua paket pekerjaan.
Menurut Damasus, yang sudah dikerjakan baru satu paket. Hanya satu paket yang sudah yakni jalan rabat, talud dan compang (mesbah) di lodok menelan dana Rp 400 juta. Sisanya belum diketahui,” katanya.
Damasus bersama pelapor yang lainnya berharap, para penegak hukum dan inspektorat Kabupaten manggarai dapat menindaklanjuti laporan mereka dan segera memeriksa yang bersangkutan.
Dia juga menyampaikan, Senin (05/08/2019), dia bersama warga yang lain kembali mendatangi Polres dan Kejari Manggarai untuk menanyakan perkembangan laporan mereka.
Penulis: Boni J