Borong, Vox NTT-Nama Adrianus Johan atau akrap disapa Edi Johan tak asing bagi para penikmat minuman tradisional di Manggarai Timur (Matim), Flores-NTT. Pria berperawakan besar itu adalah satu dari sekian peracik minuman tradisional yang ada di Matim.
Edi tinggal di Kampung Pongkeling, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba. Kampung ini begitu lekat dengan sebutan “kampung peracik”. Hampir setiap rumah meracik minuman tradisional yang dikenal dengan nama BM Kobok.
Nama BM Kobok berasal dari nama sebuah kampung yang bernama Kobok. Letaknya tak begitu jauh dengan kampung Pongkeling. Jaraknya sekitar 2 kilometer. Dua kampung ini, masih dalam wilayah administrasi Kelurahan Watunggene. Hingga kini, sebagian masyarakat Kobok masih meracik minuman tradisional itu.
Merajut Asmara
Semenjak jadi peracik pada 2015 silam, Edi tak sendiri. Ia ditemani sang istri tercinta Emerensiana Jelanut. Minggu, 21 Juli 2019 adalah hari bahagia bagi keduanya. Mereka masing-masing membuka lembar kenangan.
Tatapan asmara tergambar dari paras Edi, kala VoxNtt.com menanyakan kisah dua insan Tuhan itu. Keduanya saling menatap. Melempar senyum hingga berbagi kisah cinta. Seisi rumah pun jadi ramai.
Emerensiana lahir di Kampung Gurung, Desa Pong Ruan, Kecamatan Kota Komba pada 1 Juli 1974 silam.
“Ia dulu gadis desa yang cantik dan rajin maka saya suka,” ucap Edi sembari menatap istrinya yang tengah duduk di sampingnya.
“Ia juga dulu pria ganteng makanya saya suka,” ucap Emerensiana memuji sang suami.
Beberapa awak media pun, tersenyum melihat ulah keduanya. Semasa muda Edi bekerja sebagai montir kampung.
“Saya dulu pergi dari kampung ke kampung kerja lampu gas yang rusak, perbaik radiator oto yang rusak dan itu sampai sekarang. Tetapi sampai di kampung istri saya kandas karena saya telah jatuh cinta,” kisahnya sembari tersenyum.
Keduanya mulai merajut asmara pada 1993 silam. Setahun berpacaran akhirnya memutuskan untuk menikah. Bahtera rumah tangga pun berjalan bahagia. Mereka dikaruniai lima orang buah hati.
Sebelum menetap di Pongkeling, keduanya tinggal di Kampung Kobok. Di kampung inilah geliat meracik sopi ala Edi Johan mulai tampak.
“Memang saya sudah lama bisa meracik tetapi waktu itu saya kala di modal jadi terpaksa kami kerja kebun sambil perbaik lampu gas dan radiator oto,” tukasnya.
Edi tak putus asa. Ia berusaha mencari rupiah. Sahabat, keluarga, koperasi adalah satu-satunya tujuan kala itu. Ia tak punya pilihan. Meracik sopi adalah misi baru dalam hidupnya. Ia pun berhasil. Dari sahabatnya ia mendapat modal usaha sebesar Rp 1.500.000
Namun anehnya, Edi bukanlah peminum sopi. Tetapi ia pandai meracik. Hingga dipercaya.
Tiga Jenis Minuman Tradisional
Edi memiliki kemampuan lebih, soal meracik. Kian hari ia terus mencoba meracik sopi terbaik agar mendapatkan kepuasan pelanggan. Menjaga kepercayaan adalah hal yang paling pertama dan utama baginya.
“Saya pikir ini wajib dilakukan oleh setiap pengusaha. Menjaga kepercayaan pelanggan, kalau tidak pasti ada risikonya,” tukasnya.
Kini yang ia hasilkan tidak hanya BM Kobok, tetapi juga Arak dan Pinang Raci. BM dijual Rp 60.000, Arak Rp 25.000 dan Pinang raci Rp 25.000. Ketiga jenis minuman ini bahan bakunya pun sama yakni moke putih. Moke putih itu ia dapatkan dari warga sekitar.
“Saya memang banyak pohon moke di kebun tetapi kalu hasilnya tidak ada saya beli di warga yang ada di sekitar sini,” tukasnya.
Edi memiliki taktik berbeda untuk meracik. Ia pun merahasiakan itu, karena jika orang tahu pasti akan mempengaruhi hasil jualannya.
Edi sudah memiliki pelanggan tetap. Namun masih berkisar di wilayah Manggarai Timur. Sebagiannya di wilayah kabupaten Manggarai. Pendapatannya pun cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan anak.
Pada tahapan memasak sopi, Edi membutuhkan waktu 15 jam. Itu dimulai dari pukul 03.00 Wita-18.00 Wita. Tujuannya agar ia bisa memastikan api menyala dengan baik atau tidak. Apabila tidak, maka akan mempengaruhi kualitas sopi yang dihasilkan. Bahkan ia tidak mendapatkan keuntungan.
Tetesan Kobok Adalah Harapan
Minuman tradisonal sopi Kobok bagi Edi sekeluarga begitu berharga. Di balik, tetesan Sopi yang mengalir dan keluar dari batang bambu adalah harapan, mimpi juga cita-cita. Ia dan keluarga mendapatkan banyak pelajaran berharga, selama menekuni profesi sebagai peracik.
“Ini memang kita masaknya lama tetapi menunggu itu juga adalah suatu pelajaran yang berharga, kita akan ditantang untuk terus melakukan sesuatu agar bisa sukses,” imbuhnya.
Bagi Edi kesabaran adalah kunci meraih kesuksesan. Meracik kobok tak hanya sekedar hobi, melainkan suatu upaya untuk menjaga kelestarian minuman itu agar tidak hilang. Itulah alasan, ketika di depan rumahnya ia pajangkan sebuah papan bertuliskan “BM Kobok Aset Matim”.
BM Kobok adalah aset yang perlu dijaga kelestariannya. Ia memiliki kekhasan yang perlu diwariskan. Edi berharap kelak tidak hanya menjadi cerita, namun perlu dikembangakan, biar di semua penjuru tahu bahwa BM Kobok hanya ada di Manggarai Timur.
Namun di balik usaha itu, ia tak ingin keempat buah hati yang kini tengah mengenyam pendidikan, serupa dengan nasibnya. Kerja keras dan doa, terus ia persembahkan untuk ke empat anaknya itu. Ia berharap kelak mereka berhasil.
“Anak saya dua orang kuliah di Malang, duanya masih SD dan satunya lagi sudah bersuami. Tetapi saya harap mereka bisa meraih cita-cita yang mereka yang impikan itu. Biar saya dan istri yang seperti ini,” ucap Edi pelan.
Merubah wajah keluarga adalah suatu dambaan. Potret hidup yang buram, lekaslah menepi. Agar kelak mereka bisa menikmati terang melalui kesuksesan yang diraih sang buah hati.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba
Baca Juga: Anas Undik, Janda yang Bertahan Hidup di Tengah Gempuran Kemiskinan