Kupang, Vox NTT – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar workshop implementasi satuan pendidikan aman bencana di daerah itu. Kegiatan itu berlangsung hotel Neo Aston, Kota Kupang, Selasa (13/08/2019).
Kepala seksi Pencegahan BPBD Kota Kupang, Elsje W.A. Sjioen mengatakan kegiatan workshop tentang implementasi satuan pendidikan aman bencana di Kota Kupang bertujuan untuk membentuk kelompok kerja (pokja).
“Nah, peran pemerintah itu ada di mana. Kemudian output dari kegiatan hari ini sebenarnya kita mau ada satu pokja yang dia mau bisa kerja untuk terbentuk suatu sekretariat satuan pendidikan aman bencana,” kata Elsje kepada wartawan usai kegiatan.
Selama ini kata dia, sudah banyak intervensi dari berbagai pihak terkait pendidikan aman bencana. Misalnya, dari BPBD dan LSM.
“Misalnya yang diintervensi itu dari BPBD, LSM itu ada beberapa yang diintervensi terkait dengan satuan pendidikan aman bencana, tapi itu masing-masing masih parsial,” ujar Elsje.
Ia mengatakan, ke depan dengan adanya satu kesekretariatan aman bencana, maka semua data baik yang ada di OPD, masyarakat maupun dunia usaha terdata di suatu sekretariat.
“Jadi, misalnya dimulai dari penilaian sekolah-sekolah. Nanti ada data sekolah mana yang dia masuk dalam kategori yakni, berisiko, tidak aman, kurang aman, cukup aman atau aman, ” katanya.
Dari lima kategori itu kata dia, siapapun yang mau intervensi untuk meningkatkan kapasitas di sekolah-sekolah, datanya bisa didapatkan di sekretariat.
“Yang terjadi sekarang kami dari BPBD misalnya tidak tahu data yang ada di LSM seperti apa?, yang sudah diintervensi oleh mereka itu sudah berapa sekolah sehingga bisa saja ketika BPBD mengintervensi ternyata tumpah tindih di lapangan,” tuturnya.
Dengan adanya sekretariat itu tegas Elsje, maka pihaknya mempunyai satu data dengan berbagi peran. Sebab satuan pendidikan aman bencana ini ada tiga pilar.
“Jadi, kita bisa intervensi di sana kalau misalnya LSM A sudah intervensi pilar A maka mungkin BPBD bisa intervensi di lokasi yang sama tetapi dia di pilar B atau C misalnya,” jelasnya.
Ia menegaskan, dengan sekretariat ini bisa merencanakan program-program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang terkait dengan implementasi satuan pendidikan aman bencana di Kota Kupang.
Tiga pilar itu jelas dia yakni, pertama, fasilitas aman bencana. Fasilitas sekolah aman bencana. Kedua, manajemen aman bencana di sekolah. Ketiga, pengetahuan pengurangan resiko bencana di sekolah.
“Jadi, tiga pilar itu yang bisa menjadi ukuran satu sekolah itu bisa dikatakan bencana atau tidak,” tandasnya.
Selama ini intervensi yang dilakukan oleh BPBD Kota Kupang kata dia, pada tahun 2018 lalu pihaknya melakukan sosialisasi dan simulasi di beberapa sekolah SD dan SMP
“Tahun 2018 kami melakukan penilaian indikator sekolah aman bencana waktu itu. Kami pakai istilah sekolah madrasah aman bencana. Itu kami penilaian tiga pilar itu. Jadi, dari hasil penilaian itu ada lima kategori. Kategori aman, cukup aman, kurang aman, dan kategori berisiko,” papar dia.
Dari 90 sampel SD dan SMP di enam kecamatan di Kota Kupang, lanjut Elsje, pada tahun 2018 dilakukan penilaian 80 persen ada di kategori tidak aman dan kurang aman.
“Kemudian ketika dilihat kembali tidak amannya itu di mana, kurang amannya itu di mana. Nah, kalau BPBD itu melakukan sendiri tentu tidak bisa. Tugas BPBD itu berkoordinasi lintas sektor untuk sama-sama bergandengan tangan untuk mewujudkan satuan pendidikan aman bencana di Kota Kupang,” tutupnya.
Sementara itu, Plt. Direktur Perkumpulan Masyarakat Penanganan Bencana provinsi NTT (PMPB) NTT sekaligus fasilitator kegiatan itu, Kristian Nggelan mengatakan, workshop ini diinisiasi oleh Yayasan Plan Internasional Indonesia.
Plan Internasional Indonesia dengan PMPB NTT kata dia, sudah melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan satuan pendidikan aman bencana ini sejak tahun 2015 sampai saat ini.
“Tahun 2017 di tingkat provinsi dan 2018, 2019 di kabupaten. Nah, kabupaten yang kita sasarkan kemarin itu yaitu Kabupaten Kupang dan TTS,” kata Kristian.
Kegiatan itu kata dia, untuk melanjutkan harapan-harapan yang ada di Kota Kupang.
“Mereka selama ini sering ikut kegiatan di tingkat provinsi atau juga di beberapa tempat,” ujarnya.
Ia berharap dari hasil implementasi itu bisa terbentuk sekretariat bersama satuan pendidikan aman bencana di Kota Kupang.
“Karena mereka sudah banyak melakukan upaya-upaya untuk menciptakan lingkungan satuan pendidikan aman bencana tetapi itu masih ada di lingkup kerja masing-masing belum dikoordinasikan secara baik di lintas sektor,” katanya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba