Ruteng, Vox NTT – Akhir-akhir ini kondisi Kota Ruteng ibu kota Kabupaten Manggarai masih memprihatinkan dengan maraknya parkir liar kendaraan. Kondisi ini kerap dikeluhkan warga.
Pantauan VoxNtt.com, Selasa (20/08/2019), terlihat pada beberapa titik masih terdapat mobil yang parkir di bahu jalan dan tidak beraturan. Itu terutama di sepanjang Jalan Motang Rua, depan Toko Sentosa Raya, Toko 333 dan Toko Matahari.
Selain menganggu lalu lintas, parkir liar juga dinilai merugikan beberapa pemilik toko yang dijadikan terminal bayangan oleh mobil angkutan umum maupun travel.
Salah satu pemilik toko yang namanya tidak mau dimediakan mengaku kesal dengan kondisi tersebut.
Hal itu kata dia, karena keberadaan terminal bayangan bisa berdampak pada kurangnya pembeli.
Sumber itu mengaku beberapa kali menyampaikan hal ini kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Manggarai, namun tidak ditanggapi secara serius.
“Merasa terganggu sekali pak, banyak pembeli yang langsung pergi saja karena tidak ada tempat parkir, karena di depan toko sudah banyak bemo dan travel. Memang pernah ditertibkan oleh Dinas Perhubungan, tapi selang beberapa hari banyak lagi parkir liar. Tapi sebenarnya Dinas Perhubungan harus serius dan tegas tangani masalah ini karena merugikan kami,” ungkapnya saat ditemui VoxNtt.com, Selasa siang.
Beberapa bulan lalu, Lembaga Justice, Peace, Integration of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Manggarai turut menyoroti kondisi Kota Ruteng ibu kota Kabupaten itu.
Koordinator JPIC Keuskupan Ruteng, Pastor Marten Jenarut menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai tidak serius menata Kota Ruteng menjadi lebih baik, sesuai dengan konsep Kota Molas (Kota Cantik).
Menurut dia, Kota Ruteng sebagai Kota Molas sebagaimana telah didengungkan pemerintah adalah suatu konsep yang besar. Apalagi ketika munculnya gagasan tentang konsep smart city dengan perkembangan teknologi.
Pastor yang juga sebagai public lawyer itu menyebut sebuah program pembangunan itu terukur ketika pemerintah melaksanakannya dengan tata kelola yang smart dan efisien, serta berkesinambungan.
“Pembangunan tidak hanya habis dengan konsep. Konsep harus dapat diimplementasikan melalui terciptanya program-program kegiatan yang sifatnya kreatif dan inovatif supaya pencapaiannya measurable (terukur),” kata Pastor Marten kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp-nya, Senin (03/06/2019) lalu.
Keberadaan Terminal Karot juga menjadi sorotan Pastor Marten. Ia menilai tata kelola Terminal Karot yang tidak optimal bisa menjadi alasan munculnya terminal-terminal bayangan di tengah Kota Ruteng.
Menurut dia, tata kelola kota tidak hanya dalam aspek keindahan, tetapi juga berkaitan dengan keteraturan dan ketertiban.
“Terminal-terminal bayangan yang ada di tengah Kota Ruteng ini akan menganggu ketertiban lalu lintas (crowded). Kita mengharapkan Pemda semakin gencar melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kendaraan-kendaraan umum yang parkir tidak beraturan,” pungkasnya.
Senada dengan Pastor Marten, salah satu Anggota DPRD Manggarai Ben Isidorus mengaku prihatin dengan penataan Kota Ruteng akhir-akhir ini.
Apalagi sebelumnya Kota Ruteng telah dinobatkan sebagai salah satu kota kecil terkotor versi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI periode 2017/2018.
Ia menilai Pemkab Manggarai tidak serius menata Kota Ruteng menjadi lebih baik. Hal itu mulai dari masalah sampah, parkir liar hingga pembangunan yang mubazir.
Anggota DPRD dari Partai Hanura ini juga menyoroti pembangunan Terminal Karot yang terkesan mubazir, sebab hingga kini bangunan itu tidak digunakan secara maksimal.
Menurut Ben, hal itu menyebabkan banyaknya mobil angkutan umum yang parkir liar di dalam Kota Ruteng. Parkir liar ini tentu saja dapat mengganggu para pengguna jalan.
“Dulu pembangunan terminal itu supaya semua mobil angkutan dari luar kota sampai di situ saja, sehingga dalam kota itu terurai. Itu sebenarnya pemborosan keuangan Negara karena mulai dari pengadaan tanah dan pembangunan mengeluarkan biaya yang cukup besar, tapi kalau kondisinya begitu, apa tujuan pembangunan terminal?” ujar Ben kepada VoxNtt.com, Kamis (30/05/2019) lalu.
Ia juga mempertanyakan kebijakan dari Dinas Perhubungan Kabupaten Manggarai terkait maraknya mobil travel liar yang beroperasi.
Ben menilai keberadaan mobil travel liar sangat terganggu. Apalagi saat parkir tampak tidak teratur di emperan toko.
Sebab itu, Ben meminta Dishub Manggarai untuk menertibkan mobil travel liar dan parkiran di Kota Ruteng agar bisa ditata dengan baik. Mobil angkutan dari pedesaan juga harus diarahkan ke terminal yang sudah disediakan.
“Harus ada ketegasan, saya kira ada petugas di sana itu, untuk apa ada petugas di Sondeng kalau hanya minta uang. Arahkan kendaraan masuk di situ (terminal). Kadang-kadang mereka ini alasannya mengeluarkan banyak biaya kalau menggunakan mobil lain menuju Kota Ruteng. Biarkan mobil angkutan kota dan ojek yang mengantar penumpang dari situ. Karena regulasinya begitu, mau tidak mau harus ditertibkan,” tegasnya.
Kadis Perhubungan Selalu Menghindar
Sejak tanggal 13 Juni 2019, media VoxNtt.com terus berusaha menghubungi Kepala Dinas Perhubungan Apri Laturake untuk mengonrifmasi persoalan ini. Namun Kadis Apri tidak pernah memberikan komentar apapun.
Dihubungi melalui telepon maupun WhatsApp, Kadis Apri selalu memberikan alasan dan menolak untuk berkomentar.
Melalui pesan WhatsApp, mantan Kadis Kehutanan Manggarai itu beralasan sedang mengikuti pertemuan, sedang berada di luar kota, rapat di kantor bupati dan alasan lainnya.
Ia meminta untuk mengonfirmasi langsung di kantornya. Namun ia tidak bisa memastikan waktu luangnya untuk bertemu dengan VoxNtt.com. Saat mendatangi kantornya, VoxNtt,com tidak berhasil menemui Kadis Apri.
VoxNtt.com kembali mendatangi kantornya, Selasa (20/08/2019). Namun Kadis Apri menolak untuk diwawancara.
Penolakan wawancara tersebut diketahui dari salah satu staff di Kantor Dinas Perhubungan Manggarai.
“Pa Kadis masih kerja,” ungkap staff yang tidak diketahui namanya itu.
Saat bersamaan, Kadis Apri menghampiri awak media dengan raut wajah marah.
“Lagi kerja, kenapa, kenapa sedang bekerja bilang tidak bersedia diwawancara alasannya apa?” tanya Kadis Apri.
“Begini, ade (adik) kenal tidak aturan? Saya ini orang pers juga. Saya punya hak, kalau saya masih kerja kan saya pasti bisa tidak terima, kan saya bilang masih kerja, kenapa?” tambahnya lagi.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba