Borong, Vox NTT- Komisi Penaggulangan AIDS Manggarai Timur (KPA Matim) mendampingi 109 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dari Januari hingga Desember tahun 2018 lalu.
KPA Matim melakukan pendampingan rutin untuk melindungi warga komunitas solidaritas binaan dengan HIV/AIDS kabupaten itu dari diskriminatif keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar ODHA.
Hal itu diungkapkan Ketua Panitia Penyelenggara Maria G.S Ratna kepada VoxNtt.com di sela-sela kegiatan sosialisasi bahaya HIV/AIDS di Aula Pastoral Benteng Jawa, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Matim, Selasa (27/08/2019) siang.
Kata Maria, dalam pendampingan ODHA, KPA Matim melakukan penyuluhan moral dan menyediakan pengobatan rawat inap di rumah sakit, jika membutuhkan perawatan yang serius.
Menurut dia, anggaran perawatan tersebut diambil dari pos hibah KPA Matim. KPA Matim juga melayangkan proposal dana Bansos ke bidang Kesra Kabupaten Matim.
Dalam pendampingan pula, KPA Matim menyediakan obat rutin antiretroviral (ARV) secara gratis di puskemas untuk dikonsumsi oleh ODHA.
“Ke-109 ODHA tersebut itu data yang kami peroleh selama tahun 2018. Untuk tahun 2019 ini kami belum memiliki data terbaru lagi,” kata Maria.
“Pendampingan ini agar ODHA lebih membuka diri dan sadar bahwa mereka telah terinfeksi HIV/AIDS, sehingga mereka perlu didampingi agar tidak menularkan virus penyakit yang dideritanya kepada masyarakat lain,” sambung aktivis perempuan yang getol mengkritisi kepemerintahan di Matim itu.
Menurut dia, penularan HIV/AIDS dapat melalui tiga cairan. Ketiganya yaitu, cairan darah, sperma, dan vagina. Cairan sperma dan vagina ini ditularkan melaui hubungan seks yang tidak aman.
Namun, kata Maria, dengan adanya pendampingan kepada ODHA ini diharapkan dapat mengurangi penularan HIV/AIDS kepada masyarakat lain.
Plt. Sekretaris KPA Matim Halyo Rahman Yanuarius berharap kepada pemerintah Matim agar ke depannya bisa menyediakan angaran secara khusus untuk menangani masalah HIV/AIDS.
Ia berharap pula pemerintah menanggulangi masalah HIV/AIDS dengan meyediakan fasilitas berupa rumah singgah atau rumah tunggu bagi ODHA.
“Supaya pendampingan benar-benar fokus dan maksimal dalam pelayanan ARV, juga pendampingan lainnya, seperti bimbingan rohani secara khusus dan konseling,” kata Yanuarius.
“Mengingat ODHA harus minum obat setiap hari tepat waktu seumur hidup. Maka harus ditunjangi dengan nutrisi makanan yang seimbang,” sambung dia.
Berdasarkan pengalamannya selama ini, kata Yanuarius, banyak ODHA yang meninggal bukan saja karena putus minum obat, tetapi karena sering mendapat stigma dan diskriminasi dari orang terdekatnya sendiri yang belum paham tentang penularan HIV/AIDS.
Baca Juga: KPA Matim Gelar Sosialisasi Bahaya HIV/AIDS
Sebab lain, lanjutnya, ODHA yang meninggal juga dipicu oleh gizi buruk. Apalagi harus meminum obat setiap hari selama seumur hidup.
Kabid Pemberdayaan Masyarakat dan Desa itu juga meminta kepada seluruh kepala desa di kabupaten Matim agar menganggarkan Dana Desa (DD) pada tahun 2020, sedikitnya Rp 10.000.000 untuk menanggulangi HIV/AIDS bagi masyarakat.
“Jika berdasarkan regulasi DD anggaran bisa saja diambil dari alokasi bidang pemberdayaan masyarakat desa. Dan itu dalam rangka promosi kesehatan masyarakat desa di desa masing-masing,” kata Yanuarius.
“ Pemerintah desa harus berkomitmen yang sama seperti yang kami lakukan dalam menangani masalah HIV/AIDS di kabupaten ini. Kalau bisa, agar dibahas dalam musrebangdes dalam tahun ini,” sambung dia.
KR: L. Jehatu
Editor: Ardy Abba