Soe, Vox NTT-Anggota Program Keluarga Harapan (PKH), Desa Nunleu, Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) kembali mendatangi dedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Jumat (30/08/2019) siang.
Kedatangan para anggota PKH ini untuk melakukan klarifikasi terkait persoalan keuangan di Desa Nunleu. Mereka datang dengan didampingi Kepala Dinas Sosial TTS Nikson Nomleni.
Saat tiba di gedung dewan, mereka diterima Marten Tualaka dan Jason Benu, dua anggota DPRD TTS periode 2019-2024.
Dalam surat klarifikasi yang ditandatangani Kadis Sosial Nikson Nomleni, menyebutkan:
Pertama, tidak ada pemotongan dana PKH di Desa Nunleu senilai Rp 15.000. Pasalnya, uang senilai Rp 15.000 tersebut adalah biaya jasa agen BRI Link sebesar Rp 10.000.
Dan, biaya administrasi tersebut sudah dibuatkan dalam berita acara kesepakatan bersama semua penerima PKH Nunleu sebanyak 367 orang.
Sementara terkait Rp 5.000 merupakan inisiatif penerima dan ketua kelompok untuk biaya konsumsi saat penerimaan.
Kedua, ATM bukan dikumpulkan pendamping. Namun oleh ketua kelompok untuk dibawa ke BRI Link di Oinlasi, ibu kota Kecamatan Amanatun Selatan, karena tidak ada jaringan di Nunleu.
Selanjutnya, proses pembayaran baru dilakukan oleh BRI Link satu hari kemudian bertempat di Desa Nunleu yang disaksikan Kepala Desa dan Satga Bansos.
Dan, pada saat penyaluran pun, ATM dikembalikan beserta struk penarikan kepada para penerima.
Ketiga, setelah dilkukan dikroscek data pendamping, data PKH Kabupaten TTS, dan hasil print out rekening koran BRI, maka jumlah yang harus diterima Jitro Misa pada tahap I, Rp 1.525.000, tahap II, Rp 975.000 dan tahap III Rp 1.700.000.
Sementara untuk Yairus Tefa, tahap I Rp 1.425.000, tahap II Rp 825.000 dan tahap III Rp 875.000.
Untuk penerima atas nama Yeheskial Ottu, tahap I Rp 1.375.000, tahap II Rp 825.000 dan tahap III Rp 825.000.
Marten Tualaka, anggota DPRD TTS kepada anggota PKH mengatakan, persoalan ini sudah pernah dilaporkan ke DPRD TTS. Namun saat itu lanjutnya, sudah ada klarifikasi juga dari para pendamping PKH.
“Saat itu sudah ada klarifikasi dari para anggota PKH juga ke DPRD TTS. Dan, sudah ada mediasi sehingga para pengadu juga sudah mendengar langsung penjelasan,” kata Marten.
Dengan demikian, lanjut dia, masalah ini tidak perlu diperlebar dan diperpanjang lagi.
“Sebaiknya kalau memang, ada yang tidak puas maka bisa tempuh jalur lain, misalnya jalur hukum. Ini karena masalah ini sudah diselesaikan di DPRD TTS dengan melakukan mediasi baik antara pengadu maupun PKH,” tandasnya.
Dia berharap agar ke depan, persoalan demikian yang bisa diselesaikan secara internal tidak perlu diributkan lagi. Karena hanya akan membawa preseden atau kesan buruk bagi pelaksanaan program PKH di TTS.
“Program Keluarga Harapan (PKH) di TTS ini sudah diselesaikan secara damai di tingkatan kabupaten secara jernih. Dua pihak sudah dipertemukan, sehingga tidak perlu dipolemikan lagi. Bila saja, ada yang kurang puas, maka alangkah baiknya bisa diselesaikan lewat jalur lain, misalnya jalur hukum,” tutup, mantan wartawan ini.
Penulis: L. Ulan
Editor: Ardy Abba