Oleh: Lasarus Jehamat
Dosen Sosiologi Fisp Undana Kupang
Ini cerita tentang polisi. Fokusnya bukan soal keamanan masyarakat. Bukan pula tentang ketertiban sosial. Cerita ini tentang manusia yang memiliki kehendak baik. Tentang seseorang yang berprofesi sebagai polisi tetapi berjiwa malaikat. Cerita ini tentang Bripka Arsy Lentar.
Cerita ini berawal dari laporan humanis VoxNtt.com (16/09/2019), “Arsy Lentar, Polisi Peduli yang Bawa Asa Jadi Kenyataan”.
Konon diceritakan, sejak Desember 2005, Bripka Arsy bertugas di Pospol Benteng Jawa, Polsek Dampek, Polres Manggarai.
Sebagai Bhabimkamtibmas Desa Tampar Tabang, Kecamatan Lamba Leda, Bripka Arsy bertugas menembusi tugas utamanya. Bripka Arsy bekerja tidak hanya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban. Dia berkarya di alam kemanusiaan.
Di samping bekerja sebagai polisi, Bripka Arsy gemar membantu dan menolong sesama yang susah dan sulit. Dua contoh ditulis Voxntt sebagai bukti nyata. Menggalang dana untuk memperbaiki rumah Nenek Paulina Lawus dan Anastasia Undik.
BACA JUGA:
- Anas Undik, Janda yang Bertahan Hidup di Tengah Gempuran Kemiskinan
- Di Balik Tetesan Air Mata Mama Anas Undik
- Di Tengah Gempuran Dana ke Desa, Mengapa Anas Undik Tetap Miskin?
Melalui media sosial, Bripka Arsy gemar mengirimkan gambar dan pesan. Pesan utamanya jelas. Meminta uluran tangan manusia lain yang masih memiliki hati untuk dapat menolong sesama.
Bagi Bripka Arsy, menolong sesama yang menderita merupakan berkat. Berkat kemanusiaan.
Sebuah pesan moral yang membumi khas dipraktikan oleh penjaga keamanan dan ketertiban negara. Polisi yang selama ini sering disangka garang dan keras membalikan pandangan banyak pihak. Bripka Arsy sebetulnya sedang dan tengah mematerialkan semboyan Polisi Sahabat Masyarakat.
Sahabat Masyarakat
Moto dan semboyan Sahabat Masyarakat menjadikan polisi identik dan hidup bersama masyarakat. Menurut Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia, sahabat adalah ikhwan, kawan, sahib, sejawat, sekutu sobat, saudara dan tolan.
Pengertian itu mengandaikan polisi hidup dan ada bersama masyarakat sebagai sahabatnya itu.
Dari sisi masyarakat, sulit rasanya hanya menyalahkan polisi jika semboyan Sahabat Masyarakat dipelintir oleh masyarakat sendiri.
Banyak di antara kita yang gemar menjadikan polisi sebagai sosok yang menakutkan. Ketika anak-anak kita sedikit agar rewel, sontak seketika kita menyebut bahwa polisi akan segera datang. Seketika itu pula, si kecil terdiam dari tangisannya.
Di sini, polisi identik dengan monster yang sengaja dibuat dan dibentuk oleh manusia rasional untuk menakut-nakuti orang lain. Padahal, jika dibandingkan dengan tentara, polisi sebenarnya organ negara yang paling pelit mengeluarkan pelurunya untuk tujuan kejahatan.
Peluru baru bisa dikeluarkan jika lawan sudah menunjukan tanda-tanda mengancam diri polisi di depannya. Itu norma umum yang ada di Korps Bahyangkara. Norma itu hemat saya masih menjiwai teman-teman kepolisian. Bahwa masih ada yang memanfaatkan senjatanya untuk tujuan tertentu yang bersifat pribadi dan subyektif, itu soal lain. Urusan seperti itu tentu menjadi perhatian elit kepolisian ke depan.
Ketika berhubungan dengan kasus hukum, harus disebutkan bahwa masyarakat kita memang terlampau gemar mempraktikan perilaku permisif. Jika masyarakat sedikit agar keras dan kuat menuntun polisi, mengapa nian kita memberi uang pelicin jika terjadi pelanggaran?
Pemberian uang seperti itu jelas menyuburkan praktik buruk dan beragam aksi busuk dalam proses penanganan beragam kasus yang melibatkan polisi dengan sahabatnya masyarakat.
Situasi ini rupanya telah disadarai elit kepolisian di bawah komando Kapolri, Tito Karnavian. Model pembayaran online hemat saya bisa menekan model dan cara busuk dalam proses penanganan kasus kejahatan.
Selain itu, model penanganan berbasis online didukung oleh visi polisi yang profesional, modern, transparan dan terpercaya (Promoter).
Berkaitan dengan semboyan Polisi Sahabat Masyarakat, Visi Promoter Kapolri merupakan jawaban akan Korps Bahyangkara ketika berhadapan dengan sahabat dekatnya yakni masyarakat.
Arsy dan Materialitas Sahabat Masyarakat
Harus diakui, selama ini banyak tuduhan miring kepada polisi dan kepolisian. Perlu pula dipertegas bahwa tantangan utama polisi ialah saat kerja dan tugasnya kerap diragukan masyarakat.
Benar bahwa semua polisi adalah manusia. Karena itu, mereka pun tidak luput dari salah dan dosa. Itu perkara utama. Meski demikian, jika kita agak jujur menilai, polisi bukanlah entitas aneh. Polisi bukanlah alien yang kerap ditakuti masyarakat.
Satu dua oknum polisi bisa saja melakukan hal-hal aneh di luar tugas dan kewenangannya. Wajar. Masalah menjadi lain ketika perbuatan satu dua orang oknum itu lalu dianggap sebagai dosa dan salah kepolisian secara kelembagaan. Itulah dosa sosial masyarakat kita.
Saya tidak sedang membela polisi. Meski demikian, untuk beberapa hal baik dan praksis kemanusiaan, tugas dan kerja teman-teman polisi harus diakui dan laik diberi jempol. Kita wajib mengangkat topi untuk teman-teman polisi yang gemar bekerja tulus untuk keamanan dan ketertiban masyarakat.
Hemat saya, praktik sosial bernuansa kemanusiaan jarang dilakukan oleh banyak manusia lain. Sebagai seorang polisi, Bripka Arsy membalikan logika manusia biasa. Bripka Arsy ingin mengubah cara pandang masyarakat tentang polisi.
Bahwa polisi bukanlah elemen keras. Polisi bukanlah entitas yang terus menggenggam senjata. Polisi adalah manusia biasa yang juga memiliki hati. Karena hati yang sama, polisi mampu mengerjakan pekerjaan berkadar kemanusiaan.
Praktik sosial Bripka Arsy menurut saya merupakan bagian dari pembumian dan pematerialan semboyan Korps Bhayankara; Polisi Sahabat Masyarakat.
Bripka Arsy tentu tidak berkeinginan agar pekerjaan dan kegiatannya dipuja dan dipuji. Meski demikian, praktik sosial yang dilakukan polisi yang satu ini, laik diberi penghargaan tidak saja oleh masyarakat tetapi juga oleh kepolisian secara kelembagaan.
Bripka Arsy ingin mengatakan bahwa semboyan Polisi Sahabat Masyarakat bisa dibumikan dengan pertama-tama meyakini bahwa polisi memang sahabat dari masyarakat.
Itu berarti, gerakannya berasal dari dua arah sekaligus; dari polisi dan juga dari masyarakat. Sahabat Masyarakat hanya akan menjadi pernyataan tanpa nilai jika semua pihak tidak memahami esensi dialektikal relasi polisi dan masyarakat.***