Ruteng, Vox NTT- Forum Jurnalis Manggarai Raya menggelar aksi bisu di Rumah Wunut, Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai-Flores, NTT, Sabtu (28/09/2019).
Aksi bisu oleh puluhan anggota forum jurnalis yang bertugas di Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur itu sebagai bentuk protes terhadap penangkapan
jurnalis dan aktivis Dandhy Dwi Laksono oleh Polda Metro Jaya pada Kamis, 26 September 2019 lalu.
Pantauan VoxNtt.com, aksi bisu tersebut dimulai pukul 09.30 -11.45 Wita. Para jurnalis media online, televisi, radio dan cetak itu membawa sejumlah poster dengan beragam tulisan.
Salah satu poster yang dibawa seorang jurnalis bertuliskan “Jokowi di Tanganmu Kuli Tinta Menjerit”. Poster ini dibawa oleh Yuga Yuliana, wartawan media online Florespost.co.
Menurut Yuga poster itu sengaja ditulis sebagai bentuk kekecewaannya terhadap rezim Joko Widodo dan Jusuf Kalla karena ada banyak kisah ”kuli tinta” yang ditangkap, diintimidasi, bahkan didiskriminasi.
Senada dengan Yuga, Koordinator aksi Yohanes Manasye menyatakan, aksi bisu itu dilakukan sebagai bentuk protes atas penangkapan jurnalis Dandhy Dwi Laksono oleh Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu.
Menurut dia, saat ini pers nasional dalam keadaan terancam dan ada upaya pembungkaman oleh rezim yang sedang berkuasa.
Salah satunya, sebut jurnalis Metro TV itu, yakni hasil RUU KUHP yang terkesan membungkam keberadaan pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
“Hari ini mungkin Dandhy, esok mungkin kita. Karena itu, aksi ini sebagai bentuk seruan moral dari kami sebagai sesama kuli tinta,” tegas Yohanes.
Ia menjelaskan, tidak bisa dipungkiri hingga kini ada banyak pristiwa kriminalisasi terhadap insan pers, yang dilakukan oleh aparat keamanan. Salah satunya jurnalis Dandhy Dwi Laksono.
Sebab itu, Yohanes mendesak pemerintah agar segera mencabut pasal-pasal dalam UU KUHP yang terkesan mengebiri keberadaan pers nasional.
“Kami juga mendesak segera membebaskan rekan kami Dandhy. Kami juga mendesak segera mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Dikabarkan sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menangkap jurnalis dan aktivis Dandhy Dwi Laksono.
Polisi menuduh Dandhy menyebar kebencian berbau suku, agama, ras, dan antargolongan.
Dilaporkan Liputan6.com, Dandhy tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ia ditangkap atas posting-an di sosial media tentang Papua.
Dandhy merupakan jurnalis yang malang melintang di dunia kewartawanan dengan spesialisasi investigasi. Media cetak, televisi, radio, dan online pernah dia geluti. Medan konflik bukanlah hal baru bagi Dandhy, Aceh salah satunya.
Ia merupakan pendiri rumah produksi audio-visual Watchdoc bersama seorang rekannya yang juga seorang jurnalis. Andhy Panca Kurniawan. Beberapa karya dia lahirkan, seperti ‘Indonesia for sale’ dan juga ‘Jurnalisme Investigasi’.
Isu-isu hak asasi manusia kerap disuarakan pria kelahiran Lumajang 43 tahun lalu melalui karya jurnalistik. Karya terakhir yang sangat fenomenal dan menyentak adalah Sexy Killers yang mengungkap praktik culas di balik bisnis tambang batubara.
Video berdurasi 1 jam 28 menit itu tercatat ditonton 26,5 juta orang sejak diluncurkan 13 April 2019. Di dalam karyanya, Dandhy dan WatchDoc memunculkan sisi kelam dampak dari bisnis batubara. Bagi pemodal sangat menggiurkan, namun bagi lingkungan dan masyarakat sekitar cukup memprihatinkan.
Berurusan dengan hukum adalah bukan pertama bagi Dandhy. September 2017, dia dipolisikan Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur, organisasi sayap PDI Perjuangan karena dianggap menghina Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Dandhy ditangkap penyidik Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kamis (26/9/2019), sekitar pukul 23.00 WIB, di Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat.
Sekitar pukul 22.30 WIB Dandhy baru tiba di kediamannya. Selang beberapa lama kemudian, terdengar ada tamu yang menggedor-gedor pagar rumah dan langsung dibuka oleh Dandhy.
Aparat membawa surat penangkapan dan sedikit menjelaskan bahwa postingan Dandhy di media sosial mengenai Papua.
Polisi yang berjumlah 4 orang itu lantas membawa Dandhy dengan Fortuner bernomor polisi D 216 CC. Dandhy kabarnya dibawa ke Polda Metro Jaya.
Penulis: Ardy Abba