Ende, Vox NTT-Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) di Kabupaten Ende- Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menerima pil pahit soal honorarium sejak tahun 2009.
Sebab selama 10 tahun bekerja mereka hanya menerima upah sebesar Rp 41.600 setiap bulan.
Upah yang tak sepadan ini pun tak menyurut kerja-kerja mereka sebagai tenaga sosial. Mereka terus bekerja dengan niat agar program-program sosial dapat terlaksana secara maksimal.
Koordinator TKSK Kabupaten Ende, Arsad Ismail menyebutkan sebanyak 21 orang tenaga sosial di Ende. Mereka tersebar di masing-masing kecamatan.
Secara teknis, TKSK ini adalah perpanjangan tangan dari Dinas Sosial Kabupaten Ende yang ditempatkan di wilayah kecamatan.
Mereka bertugas untuk mengelola potensi sumber daya dan kesejahteraan sosial seperti pekerja sosial masyarakat, karang taruna, satuan bakti pekerja sosial dan organisasi sosial serta wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat.
Kerja-kerja mereka diatur dalam Peraturan Menteri Sosial Tentang Tenaga Kesejahteran Sosial Kecamatan Nomor 24 Tahun 2018.
Ismail mengatakan tugas kerja tenaga sosial kecamatan cukup berat menuju masyarakat sejahtera.
“Memang dukungan dari Pemerintah Kabupaten Ende belum maksimal terutama terkait kesejahteraan tenaga sosial. Kami mengharapkan dukungan pemerintah dalam hal ini honor yang lebih ideal,” tutur Ismail kepada wartawan di Ende pada Jumat (11/10/2019) pekan lalu.
Ia menerangkan, honor yang diterima dari Pemda Ende terakumulasi selama satu satu tahun sebesar Rp 500.000. Artinya, jika diterima setiap bulan dari total itu sebesar Rp. 41.600.
Ismail menambahkan dari seluruh tenaga sosial setiap kabupaten di NTT hanya di Ende dukungan belum maksimal.
“Kita didukung dari pusat 500 ribu sebagai tali asih. Tapi dari daerah hanya 500 ribu setiap tahun. Ini yang menurut kami belum maksimal,” tutur dia.
Ismail mengaku pernah mengadu honor ke Dinas Sosial dan beraudiensi bersama Bupati Ende H. Djafar Achmad. Itu pula tidak terealisasi.
Yulius C. Nonga, Anggota DPRD Ende berpendapat bahwa keluhan TKSK mesti disikapi oleh pemerintah.
Menurutnya, DPRD akan menindaklanjuti dan mengakomodir jika item anggaran khusus terhadap upah tenaga sosial diajukan oleh lembaga eksekutif.
“Tergantung niat dan komitmen dari pemerintah daerah mengajukan atau tidak terkait anggaran honorer untuk TKSK. Kita belum menyikapi karena belum mengajukan,” tutur Yulius.
Ketua Komisi II ini menambahkan, secara lembaga pihaknya mengetahui adanya keluhan para tenaga TKSK. Namun, hal itu mesti didasari dengan tata cara kelembagaan.
“Kita memang tahu bahwa (keluhan) itu ada. Kita berharap agar pemerintah segera mengajukan rancangan dalam APBD, sehingga para tenaga sosial itu bisa diberi insentif sesuai standar UMR,” katanya.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba