Kupang, Vox NTT- Ikatan Mahasiswa Pemuda Pelajar Sambi Rampas (IMPPAS) Kupang berdiskusi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (14/10/2019).
Ketua IMPPAS Kupang Dioni Hilda mengaku, pihaknya sengaja datang untuk berdiskusi langsung dengan BBKSDA NTT untuk membahas kondisi hutan di perbatasan Kecamatan Sambi Rampas dan Poco Ranaka Timur Kabupaten Manggarai Timur itu.
Menurut Hilda, Lok Pahar merupakan kawasan hutan lindung. Sejak dahulu kala, hutan ini sudah menjadi lahan tadah air untuk sebagian besar masyarakat Watu Nggong, Kecamatan Sambi Rampas.
Sayangnya, belakangan Lok Pahar dialih fungsi dari hutan konservasi ke lahan perkebunan.
Ia mengatakan, akibat dialih fungsi ke lahan perkebunan, saat ini hutan itu dalam keadaan kritis. Dampaknya sudah mulai dirasakan masyarakat setempat.
Hilda menyebut, dampak dari alih fungsi tersebut debit air sudah mulai berkurang. Apalagi sumber air untuk beberapa areal persawahan warga sekitar datang dari hutan Lok Pahar.
“Desa yang pemenuhan sumber airnya dari mata air hutan Lok Pahar adalah Desa Satar Nawang, Kelurahan Golo Wangkung, Kelurahan Golo Wangkung Utara, Kelurahan Golo Wangkung Barat, Desa Wea, Desa Compang Wunis, dan beberapa daerah lain,” ungkap Hilda.
Ia menambahkan, selain dugaan adanya penurunan debit air, alih fungsi lahan tersebut juga berdampak pada kerusakan hutan.
Padahal, sebelum hutan dirambah menjadi areal perkebunan panorama alam Lok Pahar sangat menawan.
Hutannya yang hijau dipadu dengan rerumputan menambah deretan keindahan alam Lok Pahar.
Doni menyebut, alam Lok Pahar merupakan penyangga kehidupan warga sekitar. Itu karena alamnya begitu indah dan menjadi sumber mata air bagi warga sekitar.
Menyadar pentingnya alam Lok Pahar yang tetap utuh, pihak Hilda kemudian menyodorkan beberapa rekomendasi kepada BBKSDA NTT.
Pertama, BBKSDA NTT sebagai unit pengelolahan sumber daya alam dan ekosistem perlu meningkatkan pelaksanaan fungsinya.
Hal itu sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam.
Kedua, BBKSDA NTT harus update terkait situasi dalam lingkup wilayah yang menjadi tanggung jawab atau kewenangannya. Artinya, proses pemantauan harus dilaksanakan secermat mungkin.
Ketiga, BBKSDA NTT perlu mengambil tindakan tegas untuk memutuskan proses perluasan pembakaran hutan di wilayah terdampak.
Hal ini demi meminimalisasi kerusakan hutan konservasi Lok Pahar, sekaligus pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Keempat, BBKSDA NTT perlu membangun pos penjagaan dan pengadaan patroli secara rutin di wilayah terdampak guna memantau proses pemulihan hutan sebagai bentuk peningkatan pelaksanaan fungsi pengawasan.
Kelima, perlu reboisasi dan perawatan di wilayah terdampak.
Keenam, melakukan pendekatan dengan tokoh adat dan tokoh agama sebagai basis pilar pengelolaan kawasan konservasi, terutama dalam pengembalian kondisi hutan yang sekarang bermasalah.
Ketujuh, dipandang perlu adanya peningkatan fungsi kontrol dari pihak BBKSDA NTT terhadap pengelolah TWA Ruteng.
Kedelapan, perlunya peningkatan koordinasi antara masyarakat, pengelolah TWA Ruteng, BBKSDA NTT, Pemerintah Daerah dan Kementerian demi memulihkan daerah terdampak.
“Apabila poin rekomendasi tidak diindahkan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya, maka kami akan mengambil langkah lebih lanjut demi menggolkan poin tuntutan yang telah diplenokan,” tegas Hilda.
Sementara itu, Kepala BKKSDA NTT Timbul Batubara mengapresiasi dan menyambut baik rekomendasi IMPPAS Kupang tersebut.
Ke depan, kata Timbul, rekomendasi itu akan dibahas dalam pleno BBKSDA NTT.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba