JAKARTA, Vox NTT– Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Yohanis Fransiskus Lema, atau yang akrab disapa Ansy Lema mengucapkan terima kasih kepada Presiden dan Wakil Presiden Indonesia Periode 2014-2019, Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).
“Terima kasih kepada Jokowi-JK karena selama memimpin Indonesia, wilayah Indonesia Timur terutama Provinsi NTT selalu mendapatkan perhatian khusus. NTT yang sebelumnya dipandang dan diperlakukan sebagai wilayah terluar atau wilayah pinggiran kini diperlakukan terhormat,” ujar Ansy Lema.
Wajah Indonesiasentris di NTT
Menurut Ansy, Jokowi yang adalah kader PDI Perjuangan pada periode pertama sukses memutar paradigma (shifting paradigm) pembangunan dari orientasi “Jawasentris” ke “Indonesiasentris.”
Visi pembangunan ‘Indonesiasentris’ bukti nyata kepekaan Jokowi atas ketimpangan dan ketidakadilan dalam kebijakan pembangunan yang sebelumnya terpusat di Pulau Jawa. Itulah alasannya Jokowi sangat menaruh perhatian besar kepada NTT.
“Dalam butir ketiga Nawacita, terungkap jelas komitmen Jokowi untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Imbasnya, NTT kini bukan lagi daerah terluar tetapi dijadikan sebagai beranda terdepan Indonesia. Maka Jokowi datang ke NTT dengan program-program pembangunan agar masyarakat NTT dapat mengejar ketertinggalan, tidak kumuh, dan sejahtera,” papar juru bicara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilgub DKI Jakarta 2017 tersebut.
Setelah menjabat Presiden pada 2014, Jokowi sudah melakukan kunjungan selama sebelas kali ke NTT. Bahkan dalam kunjungan ke-10, ia secara eksplisit mengaku sangat cinta NTT.
Tidak hanya berkunjung, Jokowi menggelontorkan Rp.5,9 triliun untuk membangun tujuh bendungan, diantaranya Bendungan Raknamo (Kabupaten Kupang), Bendungan Rotiklot (Kabupaten Belu), Bendungan Napun Gete (Kabupaten Sikka), Bendungan Temef (Kabupaten TTS), Bendungan Manikin (Kabupaten Kupang), Bendungan Kolhua (Kota Kupang) dan Bendungan Mbay (Kabupaten Nagekeo). Bahkan, Jokowi akan membangun 13 bendungan tambahan di NTT sehingga total bendungan akan mencapai 20 bendungan. Ia juga memperbaiki (menata ulang) sejumlah pelabuhan dan bandara di NTT.
“Jokowi juga menata daerah perbatasan Indonesia-Timor Leste dengan membangun Pos Lintas Batas Negara Terpadu Motaain, Motamasin, dan Wini di Kabupaten Belu, Malaka dan TTU. Ia juga membangun jalan Sabuk Merah sepanjang 179,99 kilometer di perbatasan antara Nusa Tenggara Timur (NTT)-Timor Leste. Jokowi memperindah-mempercantik perbatasan yang sebelumnya kumuh, kotor, dan tidak terurus. Kini perbatasan Indonesia-Timor Leste tidak hanya sebagai wajah Negara, tetapi berubah signifikan sebagai pusat pariwisata dan sentra ekonomi UMKM masyarakat,” ujar Ansy.
Percepatan Pembangunan dan Pemerataan Keadilan
Menurut mantan presenter TV ini, Jokowi sudah on the right track untuk membangun NTT, karena itu perhatian kepada NTT tidak boleh kendor, malahan harus ditingkatkan. Artinya, setelah dilantik sebagai Presiden-Wakil Presiden Indonesia periode 2019-2024, Jokowi-Prof Ma’ruf Amin harus melakukan akselerasi, percepatan pembangunan dan pemerataan keadilan.
Ansy membeberkan Realitas NTT saat ini yang mengalami tiga persoalan mendasar: pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang berakibat buruk bagi adanya fakta kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT 2010-2018, Propinsi Nusa Tenggara Timur selalu menempati rangking di atas 30 besar dari 34 Provinsi. Posisi ini boleh dibilang posisi terakhir di atas Provinsi Papua dan Papua Barat.
Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat yang tercermin pada tingginya angka balita kurang gizi dan gizi buruk, tingginya angka stunting (anak pendek) dan berbagai masalah kesehatan dasar masyarakat. Data kesehatan terakhir menunjukkan dari populasi stunting terbesar di Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat.
Juga rendahnya PDRB per kapita tercermin pada rendahnya daya beli masyarakat. Dalam dimensi ekonomi, rata-rata pengeluaran per kapita penduduk NTT pada tahun 2017 tercatat hanya Rp 681.484 per bulan, sedangkan rata-rata nasional sudah mencapai Rp 1.036.497 per bulan atau 152 persen lebih tinggi dari NTT.
“Ini berimbas pada adanya kemiskinan di NTT. Kemiskinan di NTT pada angka 21,09 persen, meningkat 0,06 persen jika dibandingkan dengan September 2018 atau dengan kata lain jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT Maret 2019 sebanyak 1.146.320 orang, meningkat 12.210 orang. Angka kemiskinan turut berpengaruh pada tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi NTT pada Februari 2019 mengalami kenaikan 3,10% dibandingkan Februari 2018 dan Agustus 2018 dengan kenaikan masing-masing sebesar 0,12% poin dan 0,09% poin. Tingkat pengangguran terbuka di NTT juga mengalami peningkatan mencapai 3%. Ketiadaan lapangan pekerjaan membuat banyak orang yang merantau ke luar negeri (yang kemudian membuka jalan adanya human trafficking dan penyebaran HIV/AIDS),” ungkap Ansy.
Karena itu, Ansy bependapat bahwa Jokowi selama periode kedua fokus pada pemberdayaan kerakyatan, terutama masyarakat NTT di wilayah pedesaan. Karena masyarakat NTT yang miskin umumnya berada di pedesaan. Diketahui bahwa persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2018 sebesar 24,65%, naik menjadi 24,91% pada Maret 2019.
“Saya mengusulkan agar ada pemberdayaan kemasyarakatan, yang menyasar pada sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Masyarakat desa umumnya bertani dan beternak. Pemerintah pusat harus menjadikan sektor pertanian dan peternakan sebagai sektor unggulan untuk mengentaskan kemiskinan di desa. Ingat NTT pernah berjaya di sektor pertanian. Maka salah satu langkah penting yang harus dilakukan adalah pendidikan dan pelatihan SDM petani-peternak untuk bertani-beternak secara modern, serta menguasai jalur agribisnis. Sambil memperbaiki SDM, pemerintah dapat membangun infrastruktur penunjang vital seperti jalan, embung, penataan irigasi, teknologi pengolahan lahan dan lain-lain,” pungkasnya. (VoN).