Kupang, Vox NTT-Jumat, 17 Mei 1912 menjadi momen penting dalam sejarah keuskupan Ruteng, Manggarai, Flores, NTT.
Hari itu, sebanyak 5 orang warga Reo dibaptis secara katolik oleh Pater Henrikus Looijmans, SJ. Mereka adalah Katarina (Arbero), Henricus, Agnes Mina, Caecilia Weloe, dan Helena Loekoe.
Kelima orang ini dibaptis dalam usia dewasa dan langsung menerima sakramen nikah suci pada hari yang sama. Sejak saat itu, benih iman katolik mulai bertumbuh di tanah Congkasae.
Sebelum kehadiran Pater Looijmans di Reo, misionaris serikat Yesus (Jesuit) sebetulnya telah mengunjungi wilayah Manggarai pada 1910-1911. Kehadiran Jesuit berdekatan dengan tahun bercokolnya Belanda di Manggarai yakni pada tahun 1907.
Kehadiran Belanda kala itu dipermudah dengan adanya hubungan timbal balik dengan Goa-Bima-Belanda. Sejak kejatuhan Kesultanan Goa tahun 1667, Belanda semakin gencar menguasai wilayah Indonesia Timur.
Selanjutnya kontrak Belanda-Bima pada abad 19 mengakui kedaulatan Bima atas Manggarai. Bima kemudian membawa nama Belanda untuk melancarkan ekspansi kolonial ke Manggarai.
Usai kedatangan Jesuit, misionaris Sabda Allah (SVD) kemudian datang ke Ruteng tahun 1914. Mereka mendirikan misi stasiun pada tahun 1929-1957.
“Ada kenyataan yang tak dapat dielak bahwa Gereja Katolik berjumpa dengan budaya Manggarai. Perjumpaan ini memberikan efek resiprok. Di satu pihak orang Manggarai menerima Ajaran Gereja sebagai “budaya baru” serentak dalam budaya Orang Manggarai sudah ada naturaliter christiana (nilai-nilai Kristen yang tumbuh secara alamiah dalam budaya), sehingga dengan mudah ajaran Gereja diterima dan diadaptasi menjadi bagian dari nilai orang Manggarai,” demikian tulis Kanisius Deki pada kolom opini HU Flores Pos, 19 Januari 2012.
Pendekatan inkulturatif gereja terbukti jitu. Pada tahun 1925, ada 7.036 umat Katolik di dua paroki di Manggarai. Saat merayakan usia seabad pada 2012 lalu, jumlah umat Keuskupan Ruteng Manggarai adalah 755.208 jiwa yang tersebar di 80 paroki, dan terbagi dalam 2.500 Komunitas Umat Basis (KUB). Umat tersebut dilayani 227 imam dari pelbagia ordo dan tarekat.
Sejak resmi menjadi sebuah keuskupan pada 3 Januari 1961, Keuskupan Ruteng sudah dipimpin oleh empat uskup. Berikut adalah riwayat singkat para uskup tersebut dilansir dari Floresa.co.
Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD (1961-1972)
Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD lahir di Achterveld Provinsi Utrcth Belanda pada 13 maret 1910. Orang tuanya bernama Gerrit Van Bekkum dan Hendrika Van de Wetering.
Ia bergabung dengan Serikat Sabda Allah atau SVD pada 1929 dan ditabiskan menjadi imam pada 18 Agustus 1935 di Teteringen Belanda.
Ia kemudian diutus menjadi misionaris di Ende Flores pada 1936. Lalu, kemudian ditugaskan di Manggarai sebagai pastor pembantu pada 1937 hingga 1940.
Van Bekkum diangkat menjadi uskup Ruteng pada 3 Januari 1961 bersamaan dengan peningkatan status Vikariat Apostolik Ruteng menjadi Keuskupan Ruteng.
Mgr Van Bekkum diemerituskan pada 1972 saat usinya masih 62 tahun. Ia wafat di Rumah Sakit St Rafael Cancar pada 11 Februari 1998 dan dikuburkan di samping gereja Katedral baru Ruteng.
Mgr Vitalis Jebarus, SVD (1973-1981)
Mgr Vitalis Jebarus, SVD lahir Wangkung, Manggarai pada 26 Februari 1929. Ia ditabiskan menjadi imam pada 14 Januari 1959 di Ledalero dan kemudian berkarya di Ledalero selama 12 tahun.
Tahta Suci menunjuknya sebagai uskup Ruteng pada 17 Maret 1973 dan ditabiskan menjadi uskup pada 5 Mei 1973.
Pada 4 September 1980, ia ditunjuk menjadi uskup Denpasar. Mgr Vitalis wafat pada 22 September 1998 di Jarkata.
Mgr. Eduardus Sangsun, SVD (1985-2008)
Mgr. Eduardus Sangsun, SVD lahir di Karot-Ruteng pada 14 Juni 1943. Ia ditabiskan menjadi imam pada 12 Juli 1972. Pada 3 Desember 1984, ia ditunjuk sebagai Uskup Ruteng yang ketiga.
Ia ditahbiskan menjadi uskup pada 25 Maret 1985. Mgr Edu meninggal dunia di Jakarta pada 13 Oktober 2008.
Mgr. Hubertus Leteng Pr (2010-2017)
Mgr. Hubertus Leteng Pr lahir di Taga-Ruteng pada 1 Januari 1959. Ia ditabiskan menjadi imam diosesan Keuskupan Ruteng pada 29 Juli 1988 di Gelora Samador, Maumere.
Uskup Hubert kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Teresianum Roma pada tahun 1992 hingga 1996. Setelah itu kembali ke Indonesia dan menjadi staf pengajar di STF Ledalero Maumere. Sejak 2009, ia menjadi Praeses di Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret.
Ia ditunjuk Vatikan menjadi Uskup Ruteng pada 7 November 2009 dan kemudian ditabiskan menjadi uskup pada 14 April 2010.
Dalam perjalananya, Mgr. Hubert mengundurkan diri dan digantikan sementara oleh Mgr. DR. Silvester San, uskup Denpasar.
Mgr. Silvester lahir Mauponggo-Bajawa, 14 Agustus 1961. Ditabiskan menjadi imam pada 29 Juli 1988 dan ditabiskan menjadi uskup pada 19 Februari 2009.
(Diolah dari berbagai sumber/ VoN).