Kupang, Vox NTT-Tak banyak orang tahu tentang Menipo, sebuah wilayah konservasi alam yang kini mendadak viral.

Beberapa hari belakangan, namanya menghiasi beranda berbagai media massa, baik media lokal maupun nasional.

Tak mengherankan, sebab Menipo memang tengah bergerak menuju menjadi “surga” baru bagi para wisatawan.

Kawasan berupa gundukan pulau kecil di pesisir selatan Timor, yang terletak di Desa Enoraen, Kecamatan Amasari Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu berjarak sekitar 119 km sebelah timur Kota Kupang.

Secara turun temurun Menipo merupakan kawasan khusus “penangkaran” rusa timor.

Di samping sebagai “penangkar” rusa Timor, saat ini, Menipo sedang menjadi salah satu fokus konservasi alam yang digarap optimal oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT menuju destinasi wisata alam.

Sekawanan rusa di Menipo. (Foto: pedomanwisata.com).

Dijelaskan Kepala BBKSDA NTT, Timbul Batubara saat dijumpai wartawan, Rabu (13/11/2019) di Kantornya menyampaikan, Menipo merupakan salah satu wilayah konservasi yang berpotensi menjadi destinasi wisata alam unggulan di Pulau Timor.

Kata Timbul, kawasan “penangkaran” rusa Timor itu dikelilingi panorama alam yang dapat memanjakan mata. Menipo pun akan menyuguhkan udara segar bagi wisatawan yang sekian lama disesaki udara kota.

Untuk mendukung Menipo menjadi destinasi wisata alam yang unggul, BBKSDA bergerak cepat. Kurang lebih setahun belakangan, sejak 2018 mereka gencar membangun berbagai fasilitas pendukung di Menipo.

Salah satu dermaga kecil sekaligus spot foto di Menipo. (Foto: travelkompas.com).

Dalam membangun, konsep yang digalakkan adalah dengan melibatkan tiga pilar utama di kawasan tersebut yakni, adat, pemerintah (desa) dan agama.

Konsep tiga pilar ini terang dia, dimana masing-masing tokoh dari ketiga pilar ini bersinergi dengan berjalan sesuai perannya masing-masing.

“Kepala desa kita temui dan mengajak untuk memanfaatkan dana desa untuk membangun Menipo, ada lopo, tugu dan itu sudah berjalan dari tahun 2018. Kita juga mulai mengumpulkan masyarakat untuk membuat hukum adat sendiri tentang kawasan,” ujar Timbul.

“Kemudian masuk kepada pemerintah desa dan camat, karena dia yang punya wilayah sebetulnya, agar dia mampu, mengoptimalkan dana desa itu ke mana, jangan sampai dia sembarang-sembarang membangun,” tambahnya.

Sementara pilar agama, terdapat pendeta yang bertugas untuk membangun SDM masyarakat dalam membentuk keluarga ekologis. Keluarga ekologis adalah keluarga yang mengedepankan kelestarian alam dan kesehatan lingkungan. Dimana, lingkungannya bebas dari sampah.

Selain beberapa hal itu, BBKSDA juga jelas timbul sangat konsen membangun Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat lingkar Menipo.

Gundukan Pulau Menipo yang merupakan Taman Wisata Alam di Desa Enoraen, Kabupaten Kupang, NTT. (Foto: Ist).

Hal itu kata Timbul, karena konsep pengelolaan pariwisata di Menipo bersifat partisipatif, dimana seluruh masyarakat lingkar kawasan terlibat aktif dalam menjaga kelesatrian alam dan kesehatan lingkungan.

Efek timbal balik dari situ adalah kelestarian Menipo tetap terjaga, diminati wisatawan dan masyarakat dapat menjadikan Menipo sebagai sumber penghasilan ekonomi dengan memanfaatkan potensi wisata yang ada.

Sehingga kata dia, masyarakat sekitar tidak menjadi penonton apalagi menjadi korban, tetapi mereka menjadi pelaku utama dari pengelolaan pariwisata Menipo.

Dalam meningkatkan SDM masyarakat, BBKSDA menggelar pelatihan meningkatkan keterampilan menenun, budidaya madu, memahat dan berbagai keterampilan lain, seperti kuliner khas Timor yang siap dihidangkan bagi para wisatawan yang akan mengunjungi.

Esksplor ke Publik

BBKSDA NTT sudah bergerak sejak tahun 2018, namun belum banyak yang tahu. Karena itu setelah setahun berjuang, mereka menggelar Festival hari ini, Kamis (14/11/2019) di Lippo Kupang.

Festival ini jelas timbul, untuk mengeksplor ke publik terkait semua yang sudah dikerjakan selama setahun terakhir.

Festival ini juga, kata dia, sebagai media kampanye agar publik dan para pencinta alam dan konservasi mulai mengenal Menipo dan mengunjungi.

“Festival ini untuk mengeksplor ke publik, apa yang sudah kita kerjakan. Nanti di situ juga Pak Gubernur NTT menyerahkan penghargaan dan bantuan dari kementerian untuk pengembangan kawasan konservasi Menipo,” jelas Timbul.

Oleh karena itu, Timbul berharap, media di NTT baik lokal maupun nasional dapat bersinergi untuk terus mengampanyekan potensi alam Menipo dan seluruh kawasan konsevasi di NTT agar dikenal luas.  

Timbul menjamin, Menipo tidak mengecewakan pengunjung.

Berlilitkan Pantai Lembut

Pencinta budaya NTT, Frans Sarong mempunyai pandagan tersendiri tentang Menipo. Pensiunan wartawan senior Kompas itu melukiskan perasaannya tentang menipo melalui puisi yang dibuatnya.

MENIPO 

Gundukan mungil di tepi Enoraen*

Adanya bergantung laut

Satu Timor saat surut

Pulau alit 572 ha saat pasang naik

 

Menipo pas bestatus TWA

Berlilitkan pantai lembut

Sekalian sangkar penyu beranak-pinak

Akrab dengan deru Laut Timor

 

Sempatkan waktu bermalam di Menipo

Nikmati desau lembut lontar dan cemara laut

Sesekali padu dengan kuikan rusa timor

Kerlip lampu malam di kejauhan Darwin

 

Adalah pasangan leluhur Timor

Namanya Meni dan Fon

Padu jadi Menifon

Penyayang dan penyelamat rusa timor

 

Seiring waktu

Sang leluhur cemas

Rusa timor jadi langka dan perlahan liar

Ternyata akibat ulah serakah warga

 

Menifon cepat bergegas

Selamatkan rusa timor di pulau mungil

Menifon pun jadi nama pulau mungil

Lalu berubah jadi Menipo

 

Festival Menipo kaya makna

Jaga rusa timor dan habitatnya

Sekalian menghormati leluhur Menifon

Juga mengenang jasa Wiratno**


Frans Sarong

Kupang, 12/11/2019.

Penulis: Boni Jehadin.