Borong, Vox NTT-DPRD Manggarai Timur (Matim) mengatakan tidak benar jika ada tambang di padang Mausui, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Flores-NTT.
“Sehingga isunya kalau di sana (Mausui) ada tambang itu tidak benar. Itu sangat-sangat tidak benar,” ujar anggota DPRD Matim, Vinsentius Roja saat rapat dengar pendapat di ruang sidang utama DPRD Matim, Kamis (21/11/2019).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga mengaku sudah meninjau lokasi tersebut dan tidak menemukan kerusakan.
“Saya sendiri melihat tidak ada kerusakan di sana,” katanya.
Menanggapi hal itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Manggarai Timur, Nobertus Nekong tampak geram.
Dia bahkan mengutuk keras ucapan yang dilontarkan oleh politisi PAN daerah pemilihan Kota Komba itu.
“Itu ucapan inkonsisten sebagai wakil rakyat,” katanya kepada VoxNtt.com di Sekertariat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP di Borong, Sabtu (23/11/2019).
Selain inkonsisten, tambah pria yang kerap disapa Elang Timur itu, pernyataan Vinsentius merupakan kebohongan publik dan penghinaan terhadap kultur dan budaya komunitas Rongga.
“Maka ketakutan saya komunitas Rongga akan geram. Karena tanah yang saat ini dieksplotasi merupakan tanah ulayat bukan tanah perorangan,” paparnya.
“Maka saya minta politisi PAN itu untuk menarik kembali ucapannya, karena pernyataan itu sangat melukai hati komunitas Rongga,” tambahnya.
Menurutnya, ucapan itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang dikampanyekannya sebelum terpilih menjadi anggota DPRD Manggrai Timur.
Nobertus juga mengatakan ucapan itu sangat tidak aspiratif sebagai orang yang dibesarkan dari komunitas Rongga.
“Kok bisa dia bilang tidak benar ada tambang. Sementara pengakuan staf Minerba Dinas ESDM Cabang Manggarai membenarkan adanya tambang di padang Mausui. Dan itu ilegal karena tidak mempunyai sertifikat tanah,” paparnya.
Dikatakannya, sebagai dewan perwakilan rakyat mestinya lebih obyektif dan rasional melihat persoalan yang sedang terjadi, agar keharmonisan komunitas Rongga tetap terjaga dalam sebuah kebersamaan.
Nobertus menjelaskan, daerah Mausui merupakan salah satu spot yang berdekatan dengan lokasi wisata Watu Susu Rongga.
“Kalau ini dirusak berarti keasliannya tidak ada lagi. Maka aktivitas tambang sebetulnya sudah merusak peradaban ke depan,” katanya.
Oleh karena itu, dia berharap pihak berwajib segera melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan aktivitas tambang ilegal itu.
Sebelumnya, Staf Bidang Minerba Dinas ESDM Provinsi NTT Cabang Manggarai, Manggarai Timur, Manggarai Barat, Fian Rosarius, angkat bicara.
Nama Fian disebut-sebut oleh pemilik lahan Gaspar Jala sebagai petugas yang mengurus berkas izin eksploitasi di padang Mausui, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim).
Saat ditemui VoxNtt.com Fian menuturkan, pada 7 Agustus 2019 lalu dirinya mendatangi lokasi untuk mengecek secara langsung terkait informasi yang disampaikan oleh masyarakat.
Informasi itu berkaitan dengan adanya eksploitasi tambang batuan di padang Mausui untuk kepentingan proyek jalan di Waelengga, Kecamatan Kota Komba dan sekitarnya.
“Setelah dicek ternyata betul bahkan kegiatannya sudah dilakukan dari satu bulan sebelumnya, ini dibuktikan dengan adanya urugan sirtu sepanjang ruas jalan yang dikerjakan,” ujar Fian saat ditemui VoxNtt.com di Borong, Rabu (06/11/2019) lalu.
Fian pun mengaku sudah bertemu staf teknis bernama Kris dari kontraktor pelaksana untuk menanyakan secara langsung perihal sumber material tersebut.
Staf teknis itu pun membenarkan bahwa material proyek diambil dari padang Mausui di atas tanah milik Gaspar Jala.
Pada kesempatan itu Fian dan Kris pun mendatangi Gaspar Jala.
“Waktu itu bapak Gaspar mengaku, itu tanah ulayat miliknya. Lalu saya bilang kenapa tidak di urus izin, karena tambang di sana itu ilegal. Maka saya menegaskan waktu itu bapak Gaspar harus urus izin,” ucap Fian.
Fian juga mengaku sudah menyerahkan berkas persyaratan yang harus diurus oleh kontraktor, Toni Ling dan pemilik lahan.
“Tanggal 12 Agustus saya ke lokasi dan ditemani oleh salah satu staf teknis dari kontraktor pelaksana untuk melakukan pengambilan data titik koordinat dan juga mengukur luas lokasi yang akan diusulkan oleh pemohon,” ujarnya.
Dia juga menerangkan, setelah dua minggu kemudian, dirinya menghubungi pihak kontraktor dan juga pemilik lahan untuk mengambil kelengkapan berkas usulan yang sebelumnya sudah disampaikan.
“Di bulan September saya menerima berkas persyaratan yang menjadi kewajiban kontraktor dan pemilik lahan. Berkas dari kontraktor waktu itu dinyatakan lengkap,” ujarnya.
Kendati demikian aku Fian, berkas permohonan WIUP dari pemilik lahan justru tidak lengkap, karena tidak mengantongi surat keterangan kepemilikan lahan/sertifikat hak milik dan surat pernyataan izin lingkungan/tetangga.
Apalagi kata dia, surat keterangan kepemilikan lahan/SHM itu adalah syarat dasar yang harus dipenuhi oleh pemohon disamping syarat-syarat lain seperti surat telaahan batas wilayah hutan dari UPKH Provinsi, dan wilayah peruntukan tambang dari dinas PUPR untuk sebuah izin lokasi.
“Karena tidak lengkap dari bapak Gaspar ini, maka waktu itu saya menitipkan satu berkas copyan ke dia (Gaspar Jala) untuk dilengkapi dan ditandatangani,” imbuhnya.
Akan tetapi sampai saat ini aku Fian, dua persyaratan tersebut belum bisa dipenuhi oleh Gaspar Jala. Oleh karena itu, berkas usulan izin itu belum bisa diproses lebih lanjut dan berkas sudah dikembalikan kepada pemohon.
“Saya menunggu lama untuk mereka menyelesaikan berkas itu, tetapi sampai sekarang tidak dilengkapi. Oleh karena itu saya kembalikan berkasnya, agar dinas tidak dianggap melindungi kegiatan tambang ilegal di padang tersebut,” tegasnya.
Fian juga membantah penyataan Gaspar Jala yang mengaku sudah membayar biaya izin terkait eksploitasi itu. Menurutnya, biaya yang diberikan hanya memfasilitasi kelengkapan berkas.
Hal itu terang Fian seperti pengukuran lokasi, pengambilan titik ordinat dan pembuatan peta usulan WIUP serta berkas lainnya.
“Ini yang seharusnya menjadi tanggungjawab dari pemohon, maka sebagai petugas saya memiliki itikad baik dan saya pun membantu pemohon,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan, dalam Peraturan Gubernur NTT Nomor 52 tahun 2017 tentang tata cara perizinan mineral logam, mineral non logam dan batuan di provinsi NTT, ada satu poin berbunyi segala bentuk kepengurusan berkas perizinan menjadi tanggungjawab pemohon.
“Semua proses permohonan izin ini juga melalui cabang dinas ESDM yang ada di masing-masing daerah,” katanya.
Sebelumnya saat dikonfirmasi, kontraktor Toni Ling mengaku tidak benar bahwa Bupati Agas meminta dirinya untuk mengeksploitasi tanah itu melalui izin seorang Gaspar.
“Kalau hal ini tidak benar,” ucap Toni saat dihubungi VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Selasa (05/11/2019) lalu
Dia juga mengatakan, proses perizinan aktivitas tambang itu sudah dilakukan melalui Dinas Pertambangan.
“Perizinan sudah diurus pada petugas dinas pertambangan cabang Manggarai, bisa di cek ke pak Fian,” tukasnya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba