Kupang, Vox NTT – Ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bintang Flobamora Kupang Polikarpus Do mengatakan, literasi bukan soal membaca dan menulis.
Literasi juga bukan sekadar soal keterampilan, tetapi lebih dari itu yakni tentang cara berpikir.
“Literasi tentang cara berpikir. Saya mengelilingi Provinsi Nusa Tenggara Timur, dari kampung ke kampung. Program kami adalah safari literasi, pelatihan menulis, menceritakan dongeng, mendirikan taman baca baru, pustaka- pustaka baru, mendonasikan buku lewat program bukan kemendikbud, seminar, dan pelatihan semua kita laksanakan,” ungkap Polikarpus saat pembukaan kegiatan Kemah Literasi NTT tahun 2019 di Bumi Perkemahan SPNF SKB, Kelurahan Oenesu, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Senin (25/11/2019).
Menurutnya, di balik pengembangan literasi ada hal yang urgensi yakni cara berpikir.
Dikatakan, literasi cara berpikir mempengaruhi kerja, cara bersikap, dan cara pola tingkah laku.
“Ini semua menjadi kekuatan kita,” tutur Polikarpus.
Program literasi ini lanjutnya, adalah kolaborasi dengan Pemerintah Pusat (Kemenhub) dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Ia menegaskan, literasi bukan urusan dinas perpustakaan dan dinas pendidikan saja. Tetapi literasi adalah gerakan bersama. Untuk itu, semua urusan literasi harus menjadi tanggung jawab bersama.
Polikarpus menambahakn, literasi adalah jantung kehidupan. Jika jantung sudah tidak jalan, maka kehidupan bakal mati.
“Bicara membaca itu bukan hobi. Membaca adalah kebutuhan, wajib hukumnya semua generasi bangsa harus membaca. Tanpa membaca kita tidak akan mengenal dunia ini,” tegasnya.
Polikarpus mengatakan, banyak bahasa-bahasa para pendiri bangsa yang mendorong agar generasi bangsa menjadi generasi penerus yang memiliki kemampuan dan kecakapan literasi.
“Kita harus punya karakter yang mumpuni agar bangsa ini memiliki kekuatan besar bagi generasi kita,” harapnya.
Oleh karena itu lanjut dia, berliterasi adalah bertransformasi.
Bertransformasi semua aspek kehidupan. Pola kerja, pola pikir, dan pola laku bisa diolah melalui literasi.
“Olah cara berpikir kita, olah cara kerja kita, olah cara tindak kita, olah cara sikap kita, dan jangan lupa olahraga,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua panitia Kemah Literasi NTT tahun 2019 Lamber L. Hurek mengatakan, masyarakat sekarang ini memandang literasi merupakan sebuah keniscayaan.
“Karena literasi menjadi prasarat bagi kecakapan hidup di abad ke-21,” katanya dalam laporan panitia.
Maka literasi kata dia, harus diintegrasikan dengan seluruh praktik pendidikan.
“Harus mulai dari kita sendiri dan masyarakat,” ucapnya.
Ia menegaskan, tahun 2015 ada enam kecakapan literasi. Keenamnya yakni, pertama, literasi baca tulis. Kedua, literasi nomerasi. Ketiga, literasi sains. Keempat, literasi digital. Kelima, literasi finansial. Keenam, literasi budaya dan kewarganegaraan.
“Yang harus dikuasai oleh masyarakat di abad 21 ini,” katanya.
Oleh karena itu kata dia, keenam kecakapan literasi tersebut harus dikampanyekan.
“Namun, literasi dasar tersebut tidak berarti bila tidak terpentingkan menjadi kemampuan berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif, sampai terbentuk menjadi karakter modal hidup untuk bersaing dengan bangsa lain di era yang terbuka ini,” ungkapnya.
Untuk diketahui, kegiatan ini berlangsung selama 3 hari terhitung sejak tanggal 25 sampai 27 November 2019.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba