Ruteng, Vox NTT – Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi (LSM LPPDM) mendesak Polres Manggarai agar segera mencabut kembali Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dalam pengusutan kasus hukum proyek Embung Wae Kebong.
Embung Wae Kebong sendiri telah dibangun di hutan lindung register tata kehutanan (RTK 18) di Kecamatan Cibal.
Tutuntan tersebut disampaikan LPPDM saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Mapolres Manggarai, Selasa (26/11/2019).
LPPDM menilai SP3 kasus tersebut sarat kepentingan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebab itu, LPPDM meminta agar SP3 kasus tersebut harus dicabut kembali karena dinilai cacat prosedural dan cacat hukum.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu juga mendesak Polres Manggarai agar segera menetapkan Bupati Deno Kamelus sebagai tersangka.
Bupati Deno, sebut mereka, sebagai pemohon proyek Embung Wae Kebong.
“Dan juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup, serta kontraktor dan pokja poyek embung tersebut jadi tersangka,” tulis LPPDM dalam pernyataan sikap tertulis yang salinannya diperoleh VoxNtt.com.
Dalam pernyataan sikap itu, LPPDM juga meminta Polres Manggarai dan Polda NTT agar segera menetapkan tersangka mantan Kapolres Manggarai Marsel Sarimin Karong dan mantan Kasat Reskrim Aldo Febrianto.
Sebab menurut LPPDM, keduanya telah merusak citra Polres Manggarai. Bahkan mereka menilai Marselis dan Aldo telah memperdagangkan kasus proyek Embung Wae Kebong, sehingga harus di-SP3-kan.
“Patut dinilai bahwa kasus embung tersebut terjadi konspirasi jahat antara Bupati Manggarai dan mantan Kapolres Manggarai AKBP Marsel Sarimin,” tulis LPPDM dalam pernyataan sikap yang ditandatangani oleh Ketua, Marsel Nagus Ahang itu.
Saat melakukan mediasi dengan massa aksi, anggota Unit Tindak Pidana Khusus Polres Manggarai, Brigpol Wilfridus Pagau menjelaskan, dalam penanganan kasus tersebut Polres Manggarai telah menetapkan tiga orang tersangka.
Ketiga tersangka tersebut yakni, Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Silvianus Hadir, dan dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Ketiga tersangka tersebut dijerat Undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang pengerusakan hutan, terutama Pasal 94 ayat (1) huruf a.
Namun, dalam penyidikan kasus tersebut Polres Manggarai mengalami sejumlah kendala untuk meneruskan penyidikan, sehingga di-SP3-kan.
Sebab menurut keterangan dokter, lanjut
Wilfridus, Direktur PT Selera sebagai kontraktor pelaksana mengalami sakit (Stroke). Apalagi waktu penyidikan hanya 60 hari.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Manggarai Wira Satria Yudha mengungkapkan, pembangunan Embung Wae Kebong sudah mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Ia mengatakan sudah sejak lama izin itu dikeluarkan.
Selain itu, Yudha juga mengaku bahwa dalam penanganan kasus tersebut Polres Manggarai menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Mereka dinilai telah merambah hutan karena ada perintah dari Direktur PT Selera sebagai pelaksana proyek. Mereka juga dinilai secara bersama-sama melakukan suatu tindak pidana pasal 55 KUHP.
Untuk pasal ini kata dia, menurut KUHAP tidak bisa berdiri sendiri. Artinya, harus ada tersangka utama yaitu direkturnya.
Sementara kondisi direktur pada saat itu sedang sakit berat (stroke), sehingga belum bisa ditetapkan sebagai tersangka.
Akibatnya, kasus tersebut pun diputuskan untuk SP3 atau dihentikan demi hukum sampai calon tersangka itu pulih dari sakitnya.
Namun hingga sekarang kondisi Direktur PT Selera masih sakit, bahkan lebih buruk dari sebelumnya sesuai keterangan dari dokter.
“Kira2 (kira-kira) kalau kita pidanakan org (orang);yang sedang sakit berat (stroke) yg (yang) bicara susah, jalan tidak bisa. Pertanyaan sy (saya) apakah tidak melanggar HAM?” ungkapnya kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp.
Untuk saat ini lokasi pembangunan Embung Wae Kebong, Yudha kembali mengingatkan bahwa sudah mendapatkan izin dari KLHK.
“Sudah lama, Makanya itu juga jadi dasar ke 2 kenapa kasus tsb (tersebut) di SP3,” katanya.
“Bagaimana kita mau melanjutkan permasalahan kss tsb (kasus tersebut) sedangkan lokasi pembangunan Wae Kebong sudah mendapat izin dari kementerian” tambahnya lagi.
Ia menegaskan bahwa kondisi calon tersangka hanya salah satu alasan yang memungkinkan kasus tersebut di SP3.
Dikatakan, sesuai yang diatur dalam KUHAP semua persyaratan itu berdasarkan hasil gelar perkara terlebih dahulu yang dilakukan di Polda NTT. Gelar perkara menyimpulkan kasus tersebut terpenuhi untuk di SP3.
“Kondisi lainnya adalah lokasi tersebut telah memperoleh izin dari kementerian. Jadi syarat SP3 bukan hanya 1 saja. Termasuk adanya gelar perkara sebelum dilakukan SP3,” ungkap Kasat Yudha.
Kronologis
Kasat Yudha mengungkapkan bahwa dalam proses penyidikan sudah ada tersangka yang ditetapkan. Tetapi karena Direktur PT Selera sebagai pelaksana proyek dalam kondisi sakit, sehingga kasus itu di SP3.
Kemudian, KLHK dengan berbagai proses, termasuk penelitian dari dosen Undana Kupang yang meneliti asas manfaat pembangunan Embung Wae Kebong memunculkan rekomendasi untuk dipenuhi oleh Pemda Manggarai.
Pemda Manggarai pun sudah memenuhi rekomendasi tersebut, sehingga izin dikeluarkan oleh KLHK.
“Nah karena proses sidik terhadap perkara awal sudah dihentikan, untuk melanjutkannya harus diproses mulai dari awal lagi,” kata Kasat Yudha.
Ia kembali menegaskan, untuk kondisi sekarang lokasi Embung Wae Kebong tersebut sudah memiliki izin, sehingga tidak ada lagi hal yang bisa dipermasalahkan.
“Karena perbuatan pidana itu harus ada yang dirugikan, nah sekarang kerugianya di mana?” tukas Kasat Yudha.
Pembangunan Embung Wae Kebong itu, lanjut dia, tujuannya untuk mencegah air kering pada saat musim kemarau. Terbukti sekarang pengairan di lokasi tersebut bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
“Yang mau dipermasalahkan apa?, izin sudah keluar, manfaat embung sudah dirasakan masyarakat sekitar lokasi, kekeringan terhindarkan. Apa yang mau dipermasalahkan, ppa demo tadi karena ada muatan “kepentingan”? tanyanya.
“Sekarang kira-kira dari pembangunan embung tersebut lebih banyak kerugian atau manfaatnya?, Kalau ada kerugian? yg merasa dirugikan itu individu atau masyarakat?” tambahnya lagi.
Bahkan setelah pihak Yudha melakukan survei di lokasi tersebut, hampir seluruh masyarakat di sekitar Wae Kebong merasakan manfaat dari pembangunan embung tersebut.
Penulis: Pepy Kurniawan