Borong, Vox NTT-Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Front Rakyat Manggarai Timur Bergerak (FRMTB) menggelar aksi di depan kantor bupati setempat, Kamis (28/11/2019).
Front ini terdiri dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Ruteng dan Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Manggarai.
Pantauan VoxNtt.com, aksi itu sempat terjadi chaos antara massa dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) di depan kantor bupati.
Kendati demikian, situasi kembali nomal. Massa aksi dipersilakan untuk masuk dan berdialog dengan Kepala Dinas PUPR Yoseph Marto, Kepala Kesbangpol dan Linmas Yohanes Aubur dan Sekretrais Dinas Perindag Koperasi Efraim D Gual di ruang rapat Bupati Matim.
Dialog itu pun dimoderasi oleh Asisten I Bupati Matim Benny Nahas.
Dalam dialog itu, Ketua LMND Eksekutif Kota Ruteng Paulus A.R. Tengko membacakan pernyataan sikap dari FRMTB.
Ada tiga isu penting yang disoroti oleh FRMTB.
Pertama, pembabatan Mangrove. Massa meminta Dinas PUPR menyerahkan surat kesepakatan pembebasan lahan dari pemiliki lahan (ahli waris).
Massa aksi juga meminta Dinas PUPR (sebagai penerima) dan Dinas Lingkungan Hidup Daerah (sebagai pemberi) untuk menunjukkan surat izin UPL,UPK, dan AMDAL.
Massa aksi juga mendesak Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Jawa, Bali, Nusa Tenggara harus turun tangan, terkait pembabatan mangrove di Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur.
Mereka juga mendesak Polres Manggarai untuk tidak lepas tangan terkait pembebatan mangrove di atas lahan masyarakat.
Tak hanya itu, massa aksi kemudian mendesak Polres Manggarai untuk segera memeriksa Bupati Matim dan Kadis PUPR dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup.
Dalam tuntutan itu, mereka meminta Gakkum LHK dan Polres Manggarai untuk segera memproses secara hukum penjahat ekologi.
Kedua, massa aksi mempertanyakan urgensi dan solusi yang dibangun oleh Bupati Matim terkait pembangunan tembok di sebelah timur pasar Borong.
Massa meminta Bupati Matim untuk membatalkan dan membongkar secepatnya pembangunan tembok di sebelah timur pasar Borong. Sebab menurut mereka manfaat dan tujuannya tidak menguntungkan masyarakat setempat.
Bahkan kegiatan itu disebut sama sekali tidak mendapatkan solusi yang begitu masif, malah akan menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
Massa mendesak Polres Manggarai untuk turun tangan menangani persoalan pembangunan tembok bagian timur pasar Borong itu.
Mereka juga mendesak Badan Pertanahan Naional menindak tegas terkait kasus ini, karena dinilai merupakan penyerobotan tanah masyarakat.
Ketiga, FRMTB meminta Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan khusus (IUPK) terkait tambang ilegal di padang Mausui, Kecamatan Kota Komba.
Mereka mendesak Polres Manggarai untuk melakukan investigasi terhadap oknum –oknum yang diduga terlibat dalam aktivitas tambang ilegal di padang Mausui itu.
Massa aksi juga meminta pertanggungjawaban Ketua DPRD dan Anggota DPRD atas argumentasi yang menyatakan bahwa di Mausui tidak ada tambang.
FRMTB kemudian mempertanyakan kepada Dinas PUPR, mengapa quarry diambil di padang Mausui, sementara dalam RT/RW Manggarai Timur, sudah menetapkan quarry itu di Bondo. Hal ini menurut mereka dikarenakan pertambangan di Bondo itu sudah memiliki izin yang resmi dan sudah melewati pengujian laboratorium.
Mereka selanjutnya mendesak kepala Minerba Dinas ESDM Provinsi NTT Cabang Manggarai untuk menindak tegas terkait pertambangan tanpa izin di padang Mausui.
Tempuh Jalur Hukum
Dalam dialog itu, Kadis PUPR Matim Yoseph Marto mengatakan pada prinsipnya pemerintah sudah melakukan sesuai mekanisme.
Menurut dia, AMDAL, UPL dan UPK sudah disiapkan. Namun tidak untuk ditunjukkan ke massa aksi kecuali di hadapan persidangan.
“Semua dokumen saya bawa, kami tidak takut dan gentar, kita akan sampaikan dan buka-bukaan di persidangan jika hal ini lanjut ke proses hukum,” tegasnya.
Sedangkan terkait tambang Mausui, kata Marto, di sana hanya ada greser untuk bahan pembangunan jalan.
Yang mengurus izin tambang, jelas dia, bukan pemerintah kabupaten melainkan Dinas Energi Sumberdaya Alam dan Mineral Provinsi NTT.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Perindagkop Efraim D. Gual mengatakan, pemerintah akan tetap membangun tembok pagar pembatas di sebelah timur pasar Borong.
Hal itu dikarenakan, pembangunan ini berada di atas tanah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.
“Pagar itu instruksi Bupati. Jadi kalau bapak ibu tidak puas silakan menempuh jalur hukum,” ujarnya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba