Borong, Vox NTT-Berita acara kesepakatan proyek pembangunan jalan lingkar luar Kota Borong, Kelurahan Kotandora, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) akhirnya terbongkar.
Informasi yang diperoleh VoxNtt.com, Minggu (01/12/2019), kop berita acara itu terkait rencana penataan ruang dan pembukaan jalan baru di kawasan hutan mangrove oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.
Berita acara itu dibuat tanggal 7 Agustus 2019 di Aula Kelurahan Kota Ndora.
Berikut isi berita acara:
Pada Hari ini Rabu tanggal Tujuh Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Sembilan Belas pukul 09.00. WITA bertempat di Aula Kelurahan Kotandora, telah diadakan pertemuan/musyawarah antara Pemerintah Kelurahan Kotandora bersama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Camat Borong, Babinkantibmas, Babinsa, Para Ketua RT Lingkungan Watu Ipu dan Kampung Ende.
Tokoh Manyarakat serta Pemilik Lahan sekitar kawasan Hutan Mangrove sebagaimana tercantum dalam dalam daftar hadir terlampir.
Unsur pimpinan Rapat dan Narasumber sebagai berikut:
1. Agenda Rapat
Rencana Penataan Ruang dan Pembukaan Jalan baru di kawasan hutan Mangrove
2.Pemimpin Rapat
Rapat dipimpin Oleh Yoseph Sunardi P. Dani. S.Sos selaku Plt. Lurah Kotandora.
3.Narasumber
1. Bapak Yoseph Marto. ST Selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Manggarai Timur.
2. Bapak Herman Jebarus S.IP selaku Camat Borong.
4. Kesimpulan Rapat
Pertama, adanya kesepakatan penentuan lokasi pembukaan jalan di kawasan hutan mangrove oleh para pemilik lahan dan tokoh masyarakat setempat.
Kedua, pemilik lahan sepakat untuk memberikan sebagian tanah untuk membuka jalan baru sekaligus membuat penyerahan hak tanah kepada pemerintah.
Ketiga, pemilik lahan memberikan tanah untuk nembuka jalan dengan ukuran sesuai yang dibutuhkan.
Demikian berita acara ini dibuat dan disahkan dengan sebenar-benarnya dan tanggungjawab agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Turut menyetujui dan menyaksikan
1. Ibrahim Sumun HI, Ketua 1 LKMK Lingkungan Kampung Ende, RT/RW: 010/004
2. Abdullah Umar, tokoh masyarakat
3. Adi H. Umar Ba, tokoh masyarakat.
4. Alma Arif, tokoh masyarakat.
5. As Arif, perwakilan pemilik lahan.
Menuai Polemik
Kendati demikian, pengerjaan proyek ini pun menuai polemik lantaran menggusur ekosistem mangrove dan merusak lahan milik warga yang bersertifikat.
Apalagi dalam berita acara itu belum disepakati luas lahan yang akan diberikan kepada Pemda Matim untuk kemudian dibuka jalan baru tersebut.
Massa yang tergabung dalam Front Rakyat Manggarai Timur Bergerak (FRMB), juga sempat menyoroti pembukaan jalan baru itu saat menggelar aksi, Kamis, 28 November 2019, di kantor Bupati Matim.
Menurut massa, pembabatan mangrove dengan berbagai alasan jelas melanggar UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Dalam UU ini diatur larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan laut tertinggi.
Kemudian diduga melanggar UU Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Menurut massa aksi, fungsi UKL dan UPL adalah untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan. Tetapi kemudian dalam pelaksanaan justru membenarkan adanya penebangan mangrove.
UKL dan UPL itu dijadikan oleh Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) sebagai salah satu perisai pembelaan terhadap penebangan mangrove.
Massa juga menyoroti nomenklatur di balik proyek tersebut.
Massa menilai, berdasarkan tinjau lapangan papan tender proyek, nama paket pekerjaan “peningkatan jalan lingkar luar kota Borong”.
Namun kenyataan di lapangan malah “pembangunan jalan baru” hingga menyebabkan pembabatan Mangrove.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Matim Yosep Marto mengatakan proyek pembangunan jalan lingkar luar Kota Borong itu, demi menghindari pengklaiman tanah dari masyarakat di sekitar wilayah itu.
“Selama ini kan batasnya tidak jelas di mana tanah warga di mana hutan mangrove. Seiring dengan perkembangan dari waktu ke waktu ada kecenderungan pencaplokan area kawasan mangrove, di mana warga mulai mengklaim tanah mereka jauh ke dalam wilayah hutan mangrove, diharapkan dengan pembukaan jalan di kawasan tersebut akan memperjelas di mana batas hutan mangrove dan di mana batas tanah warga,” ujar Marto seperti dilansir salah satu media online, Senin (11/11/2019) lalu.
Menanggapi hal itu, Siti Hawa (62) selaku pemilik lahan geram bahkan meminta Kadis Marto untuk mengecek siapa sesungguhnya pemilik lahan yang mengklaim tanah itu.
“Siapa yang mengklaim? Mengapa dia menuduh saya. Di daerah itu ada tanah milik saya dan sudah memiliki sertifikat dengan nomor sertifikat Nomor: 256 dan Nomor: 288. Dan ini sudah diakui oleh BPN,” ujarnya kepada VoxNtt.com di Borong, Senin, 11 November 2019.
Siti juga mengaku, selain tanah itu milik pribadi yang sudah diakui oleh negara, juga mangrove yang berada di tempat itu ditanam oleh dia bersama suaminya.
“Memang ada yang tumbuh sendiri tetapi tidak banyak. Makanya dulu saya dan suami saya (Haji Muhamad Umar Bah amarhum) tanam di situ. Hal itu kami lakukan untuk melindungi pemukiman warga dan sekolah SD Inpres Kota Ndora. Ini untuk kepentingan umum,” ujarnya.
Wanita kelahiran 10 November 1958 itu juga menilai proyek peningkatan jalan itu tidak sesuai prosedur. Karena ahli waris hanya diminta untuk mengikuti satu kali sosialisasi.
“Kami hanya ikut satu kali sosialisasi yakni tanggal 7 Agustus 2019 lalu. Yang lain sudah beberapa kali, padahal kami ini pemilik lahan. Nanti coba tanya saja ke Plt. Lurah Kota Ndora,” imbuhnya.
“Apakah proyek itu peningkatan jalan atau pembukaan jalan baru? Kok mangrove dan kelapa di tanahnya kami digusur. Makanya kami sudah melaporkan tindakan tersebut ke polsek Borong,” tambahnya.
Siti juga meminta Kadis Marto untuk tidak membuat pernyataan yang menyudutkan dan membuat konflik dengan masyarakat dan keluarga di Kampung Ende.
“Kita tidak menolak pembangunan tetapi harus sesuai dengan prosedur yang benar sehingga tidak menimbulkan konflik antara warga. Kami sungguh menyesal dengan pernyataan Kadis PU,” tegasnya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba