Borong, Vox NTT- Hingga kini pembagunan menara pandang, jembatan titian, gapura, penerangan tanpa kelistrikan dan prasasti di kawasan hutan mangrove di Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) belum juga selesai.
Terpantau, tampak beberapa tiang sementara dikerjakan. Begitu juga dengan atap dari bangunan tersebut, juga belum selesai dibangun.
Proyek yang menghabiskan dana Rp 300 juta bersumber dari APBN 2019 itu merupakan program Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal tahun 2019.
Saat dikonfirmasi, Plt. Lurah Kota Ndora Yoseph Sunardi Dani, mengatakan tidak ada kendala dalam proses pengerjaan proyek tersebut.
“Kemarin orang kementerian sudah datang cek dan perpanjang masa kontrak,” katanya saat dihubungi VoxNtt.com melalui WhatsApp, Jumat (20/12/2019).
“Karena dari kementerian juga proses pencairan tahap ke tiga juga baru tanggal 13 Desember kemarin, semuanya masih dikerjakan,” tambahnya.
Dani mengatakan, kontrak proyek tersebut akan diperpanjang sampai tanggal 29 Desember mendatang.
Sebelumnya, pada 11 November 2019 lalu, Lurah Dani mengaku masa kontrak proyek tersebut akan selesai tanggal 19 desember 2019.
Kala itu aktivitas tampak sepi. Dani beralasan, masih mengalami kekurangan bahan berupa kayu.
“Masih tungggu kayu ase (adik), karena setelah itu pake kayu semua. Kayu Kita beli ase, kebetulan nenek di Lembur ada kayu jadi ambil nenek punya kayu,” katanya.
Pembangunan menara pandang ini juga sempat disinggung oleh kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Matim, Yosep Marto.
Di sela-sela kegiatan pemantauan proyek peningkatan jalan lingkar luar Kota Borong, Rabu 23 Oktober 2019 lalu, Kadis Marto mengatakan pembangunan jalan itu, dalam rangka mendukung proyek rehabilitasi hutan mangrove yang dicanangkan PDT. Kementrian Desa.
“Sehingga Pemkab mengambil jalan di belakang supaya melindungi mangrove, menghindari ekspansi masyarakat dari belakang yang mengklaim,” ujarnya.
Proyek peningkatan jalan lingkar luar itu, kini tengah hangat dibicangkan publik.
Hal itu dikarenakan proyek yang menghabiskan dana Rp 3.017.082.000 itu selain merusak lahan warga juga merusak ekositem mangrove yang ada di kawasan tersebut.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT menilai langkah yang ambil oleh pemerintah Kabupaten Manggarai Timur (Matim) sudah menyalahi Undang-undang Lingkungan Hidup.
“Kalau kita mau kaji mangrove, sebenarnya salah satu yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Pemda) itu pidana lingkungan,” ujar Deputi Walhi NTT, Yuvensius Stefanus Nonga kepada VoxNtt.com, Kamis, 24 Oktober lalu.
Dia menerangkan, akses publik itu tidak bisa dibaca ketika membangun jalan. Artinya kata dia, di dalam wilayah sepadan atau mangrove itu tidak diperkenankan untuk membangun seluruh proyek infrastruktur.
“Karena fungsi mangrove yang pertama selain tempat berkembangbiaknya sumber daya perikanan, juga sebagai sabuk hijau,” pungkas Yuvensius.
Hal itu juga, tegas dia, diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba