Kupang, Vox NTT – Puluhan pemuda mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Flobamora NTT (KPF – NTT) menggelar acara Nataru (Natal dan Tahun Baru bersama (Natura) di kawasan hutan mangrove, Oesapa, Kota Kupang, Jumat (10/01/2020) kemarin.
Natura tersebut diawali dengan ‘Ba’omong Lingkungan NTT”, yang mengusung tema “Pengelolaan Sampah demi Mewujudkan NTT yang Bersih, Sehat, dan Indah”.
Acara menghadirkan narasumber dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI NTT) .
Ketua KPF NTT Saturminus Jawa diawal pembicaraannya mengatakan, Komunitas Flobamora NTT dibentuk atas dasar kegelisahan dan kesadaran kritis pemuda dan mahasiswa melihat fenomena, khususnya isu lingkungan.
Sampah kata Saturminus, merupakan masalah serius yang sedang dihadapi oleh Indonesia dan NTT khususnya, bahkan menjadi masalah global.
Menurut dia, di NTT terdapat empat kota yang masuk dalam nominasi kota terkotor di Indonesia yakni Kota Kupang, Bajawa, Ruteng, dan Waikabubak.
“Sehingga, NTT sedang darurat sampah, ” tegas pria yang akrab disapa Kristian itu.
Saturminus berharap agar Pemuda Flobamora menjadi pionir penggerak dalam penanggulangan sampah organik dan anorganik minimal dimulai dari RT/RW atau kelurahan masing-masing.
Selain itu, Pemuda Flobamora akan melakukan sayembara lingkungan bersih antar kelurahan yang akan dimulai dari Kota Kupang.
“Saya juga mengajak agar pemerintah, pihak swasta, masyarakat, mahasiswa, pemuda, OKP, NGO harus bermitra dalam pengelolaan sampah secara serius demi masa depan lingkungan kita,” tandasnya.
Ia menegaskan, dalam waktu dekat, Komunitas Pemuda Flobamora NTT akan melakukan riset di salah satu daerah di Malang karena sistem pengelolaan sampah terbaik di Indonesia.
Hasil riset di daerah itu akan dipresentasikan di Komunitas Pemuda Flobamora NTT untuk kemudian dikampanyekan dan diterapkan di lingkungan masing-masing.
Terpisah, Deputi WALHI NTT Yuvensius S. Nonga menjelaskan, NTT hari ini sedang mengalami kebangkrutan ekologis. Itu dimulai dari cendana hingga kuda sandelwood.
“NTT juga mengalami kebangkrutan sosial. Kebutuhan pangan saja diimpor dari Bima,” katanya.
Yuvensius membeberkan, di Kota Kupang, sebanyak 200-300 ton potensi sampah per hari.
“Indonesia menempati urutan kedua penghasil sampah di dunia sebanyak 187 juta per tahun setelah negara Cina yang menghasilkan sampah 200 juta ton per tahun,” ujarnya.
Ia menambahkan, di Indonesia, sebanyak 64 juta ton sampah telah mencemari laut. Dampaknya akan mematikan biota laut dan lain-lain.
“Di NTT, sebanyak 80% sampah plastik mencemari laut,” jelas Yuvensius.
Alumuni Hukum Undana Kupang itu menjelaskan soal siklus sampah. Mulai dari ekploitasi sumber daya alam, tahapan produksi, dan konsumsi.
“Sumber sampah plastik bukan berasal dari masyarakat melainkan datang dari hotel-hotel, mall, dan toko sebagai sumber sampah plastik,” katanya.
Ia mengatakan, masyarakat harus menggunakan produk-produk yang tidak sekali pakai, kantong-kantong yang ramah lingkungan.
Kepada Pemuda Flobamora, Yuvensius menyebutkan ciri-ciri iklim yakni kenaikan permukaan air laut dan kurangnya curah hujan akibat dari pemanasan global.
Upaya pemeritah untuk mengatasi sampah adalah pengurangan sampah plastik 30% dan pengelolaan sampah 70%.
“Di NTT, belum ada pelarangan eksploitasi produk plastik. Sehingga, perlu adanya intervensi dari pemangku kebijakan mulai dari Pemprov hingga Pemkab. Lebih baik mengurangi sampah plastik daripada menghasilkan,” imbuhnya.
Sementara itu, Rima Bilaut selaku anggota WALHI NTT mengapresiasi Komunitas Pemuda Flobamora NTT yang menyoroti masalah lingkungan dalam momentum Nataru bersama.
Rima mengatakan, masalah sampah menjadi masalah yang tidak akan habis-habisnya sampai dengan saat ini.
Pasalnya, sampah sangat berpengaruh pada perubahan iklim di dunia, Indonesia dan NTT khususnya.
“Di Kota Kupang saja telah terjadi panas dan berkurangnya curah hujan,” ungkapnya.
Dia menceritakan pengalamannya selama 6 bulan berada di New Zealand tentang pengelolaan sampah.
Di sana jelas dia, kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah organik dan anorganik.
“Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa,” tuturnya.
New Zealand jelas dia, juga telah menerapkan kurikulum pendidikan tentang pengelolaan sampah di lingkungan akademik.
“Selain itu, di sana juga terdapat tujuh tempat pembuangan sampah berdasarkan jenisnya,” ucapnya.
Di Kota Kupang, menurut Rima, manajemen sampah sangat buruk. Alasannya, TPA Alak tanpa ada pemilahan sampah organik dan anorganik.
Selain itu, ia juga membeberkan hasil riset dari Fakultas Kedokteran Hewan UNDANA bahwasanya ternak-ternak warga di Alak dibiarkan bebas dan ternak itu mengonsumsi sisa sampah di TPA Alak.
Dampaknya kata dia, akan berpengaruh buruk pada kualitas daging yang akan menyebabkan kanker dan pemandulan bagi manusia yang mengonsumsi daging ternak itu.
“Saya menawarkan solusinya semua pihak terus melakukan edukasi, aksi, kampanye demi membangun kesadaran semua pihak tentang bahaya sampah bagi kehidupan makluk hidup di bumi,” tutup alumni FKIP Kimia Undana Kupang itu.
Rencanannya, setiap awal bulan, Komunitas Pemuda Flobamora NTT akan melakukan pembersihan sampah di beberapa titik di Kota Kupang dengan tagline #Grebek (Gerakan Bersih Kota).
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba