Oleh: Ardy Abba
Hawa konstelasi Pilgub NTT pada 27 Juni 2018 lalu perlahan membara kembali. Meski sudah satu tahun berlalu, namun janji Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef A Nae Soi masih jernih dan seolah tak pernah pudar dalam ingatan masyarakat.
Ancam patahkan tangan dan kaki penjual manusia (human trafficking), mencabut izin tambang, mengirim 10.000 anak NTT untuk sekolah ke luar negeri dalam waktu lima tahun, menutup hotel dan area perbelanjaan publik yang merusak lingkungan, dan lain-lain.
Kalimat-kalimat tersebut merupakan beberapa ucapan bernada janji Gubernur Laiskodat, baik saat masa kampanye maupun setelah ia dan Nae Soi dilantik pada 5 September 2018 lalu.
Laiskodat memang salah satu sosok pemimpin yang doyan mengobral kata-kata. Kata-katanya cukup menumbuhkan rasa simpatik rakyat. Ia menyodorkan mimpi indah dan taman surga bagi masyarakat NTT.
Produksi janji kampanye Laiskodat memang harus diakui membuat rakyat NTT bisa terbang dan berimajinasi tentang masa depannya. Bahkan bisa jadi, obral janji saat masa kampanye dulu, mampu mengantarkan imajinasi para pemilihnya ke pintu gerbang kesejahteraan.
Baca Juga: Catatan Akhir Tahun: Gubernur NTT Belum Mampu Menaklukkan Kata-katanya
Dampak janjinya memang tidak main-main, karena bisa memengaruhi persepsi dan tindakan pemilih di NTT. Buktinya, ia dan Nae Soi menang dengan mendulang 838.213 suara atau 35,60% dari total suara sah sebanyak 2.354.856.
Posisi kedua kala itu, ditempati pasangan Marianus Sae-Emiliana J. Nomleni dengan memeroleh 603.822 suara atau 25,64%. Disusul pasangan Esthon L Foenay-Christian Rotok yang meraih 469.025 suara atau 19,92% dan pasangan Benny K Harman-Benny A Litelnoni memeroleh 443.796 suara atau 18,85%.
Saat itu, sebanyak 1.561.844 pemilih yang menggunakan hak pilihnya dari 3.186.506 yang ada di Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Memang hal lumrah, ketika musim kampanye tiba-tiba calon pemimpin sangat mahir dan bisa menjadi pakar kesejahteraan rakyat.
Janji manis yang dikemas apik memang mampu memengaruhi persepsi publik NTT. Buktinya ia menang dalam pertarungan Pilgub di provinsi itu.
Oh ya, sebelum lupa. Satu lagi janji kampanye Gubernur Laiskodat yang cukup “fantastis” yakni memberikan fasilitas transportasi untuk tenaga medis.
Janji itu sempat heboh di khalayak NTT setelah ia terang-terangan menyampikannya saat debat terakhir Pilgub pada 23 Juni 2018 lalu.
Debat dengan tema pendidikan dan kesehatan tersebut disiarkan melalui stasiun INews TV. Publik NTT pun saat itu ramai menonton bagaimana para calon pemimpinnya beradu gagasan dan konsep dalam membangun provinsi itu lima tahun ke depan.
Jejak digital akan janji Laiskodat dan Nae Soi atau Paket Viktory-Joss masih ada. Dilansir Medcom.id, saat itu Laiskodat menyatakan, masalah kesehatan di NTT bukan saja masalah sarana dan prasarana. Tetapi akses tenaga medis ke pulau-pulau sangat sulit.
Menurut kader NasDem itu, salah satu keterbatasan di NTT adalah dokter ahli. Masyarakat di pulau-pulau harus berobat ke rumah sakit rujukan di pusat kota untuk menemui dokter ahli.
Sebab itu, ia dan Nae Soi berjanji ke depan tidak lagi pasien yang menemui dokter. Tetapi dokter yang mengunjungi pasien.
Paket Viktory-Joss menghadirkan solusi atas masalah itu dengan memfasilitasi sarana transportasi khusus kepada dokter ahli.
“Kita ke depan bukan rujukan pasien ke dokter, tapi dokter ke pasien. Kita siapkan pesawat khusus, kapal menuju pulau terpencil. Itu pekerjaan pemerintah,” papar Laiskodat dalam debat terakhir Pilgub NTT, sebagaimana dilansir Medcom.id.
Dikatakan, peningkatan taraf kesehatan di NTT bukan hanya pembagunan fisik sarana kesehatan. Bagi dia, dibutuhkan juga tindakan kuratif dan preventif.
Laiskodat berjanji akan menyiapkan anggaran khusus agar masyarakat NTT bisa hidup sehat. Anggaran itu diharapkan bisa menekan angka warga yang sakit.
Itulah sekilas “rayuan” Laiskodat saat debat. Publik NTT pun saat itu terkejut, sebab “rayuan” berupa janji manis itu cukup “fantastis”. Bayangkan menyiapkan pesawat khusus bagi dokter ahli ke daerah-daerah di NTT untuk menemui pasien.
Lantas, sudah satu tahun lebih berlalu janji orang nomor 1 di Provinsi NTT itu tampaknya sudah sirna karena belum ada realisasi. Jika sudah realisasi di mana dan kapan pesawat yang mengangkut dokter ahli itu mendarat?
Janji Laiskodat saat debat Pilgub bisa menjadi berang ketika membaca kisah getir Siti Aisyah Salsabila, bayi berusia 3 bulan dan Teofanus Rifky Sandi, anak berusia 2 tahun.
Siti Aisyah Salsabila, bayi asal Kelurahan Lokoboko, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Provinsi NTT.
Dokter mendiagnosis Aisyah mengalami jantung bocor akibat dari Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dengan tipe VSD.
Kedua orangtua Aisyah sempat pasrah setelah mendengar kabar bahwa anak mereka harus dirujuk ke RS Sanglah Denpasar, Bali. Kepasrahan dipicu oleh karena ketiadaan biaya.
Baca Juga: Derita Jantung Bocor, Keluarga Bayi di Ende Ini Butuh Bantuan
Beruntung berkat bantuan dari berbagai pihak, Aisyah kemudian berangkat ke Bali untuk beroperasi pada Sabtu (11/01/2020).
Ada 13 tabung oksigen disiapkan membantu pernapasan Aisyah selama perjalanan menuju RSU Sanglah, Denpasar-Bali.
Ia berangkat ke Denpasar menggunakan KM Awu dari Pelabuhan Ippi Ende. Aisyah berangkat menggunakan kapal laut dipertanyakan banyak pihak, termasuk di facebook.
Baca Juga: Aisyah Dibantu 13 Tabung Oksigen Selama Perjalanan ke Denpasar
“Maaf kenapa tdk naik pesawat saja..,” tulis pemilik akun facebook Hendrik Wibowo di fanpage VoxNtt.com. Hendrik mungkin saja, satu dari sekian warga NTT yang turut prihatin dengan transportasi yang digunakan Aisyah. Pertanyaan lanjutannya ialah di mana pesawat yang dijanjikan Gubernur Laiskodat saat debat Pilgub?
Kemudian, Teofanus Rifky Sandi seorang anak asal Wejang Kalo, Desa Tal, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai yang menderita tumor mata sejak September 2019 lalu.
Putra pasangan Inosensius Sandi (21) dan Akuilina Ndai (18) itu lahir dalam keadaan normal pada 17 Desember 2017 lalu.
Baca Juga: Derita Tumor Mata, Keluarga Rifky Butuh Bantuan
Beberapa hari setelah lahir, kedua kelopak mata Rifky tak bisa dibuka, sebelum akhirnya tumbuh tumor besar.
Kedua orangtua Rifky juga sempat pasrah setelah mendengar kabar bahwa anak mereka terpaksa harus dirujuk ke RS Sanglah Denpasar, Bali lantaran ketiadaan biaya.
Baca Juga: Rifky’s Family Needs Help
Beruntung berkat bantuan dari berbagai pihak, Rifky kemudian berangkat ke Bali untuk beroperasi. Sayangnya takdir berkata lain. Rifky akhirnya meninggal pada 7 Desember 2019 di RS Sanglah Bali.
Dua pasien itu adalah contoh bagaimana janji Gubernur Laiskodat belum ditepati. Atau “rayuan” tersebut bukan untuk keduanya? Padahal keluarga mereka terpaksa merengek minta belas kasihan kepada para donatur. Sementara janji mendatangkan dokter ahli dengan pesawat hanya sebatas rayuan, yang mungkin saja bertujuan untuk mendulang suara.
Janji manis mantan anggota DPR RI itu mendatangkan dokter ahli ke pelosok-pelosok NTT dikhawatirkan bakal seperti Janji Koiso.
Janji berupa pernyataan politik Perdana Menteri Kekaisaran Jepang Kuniaki Koiso bahwa suatu hari memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Di balik janjinya, Kuniaki Koiso berharap bangsa Indonesia mau membantu Kekaisaran Jepang dalam perang dunia II.
Janji Koiso akhirnya tidak terealisasi karena Amerika Serikat berhasil mempercepat penyelesaian perang dengan membom Kota Hiroshima dan Nagasaki.
Dalam case ini hampir sama dan sangat wajar jika ada kecemasan. Kecemasan akan janji Laiskodat tidak terealisasi. Apalagi tinggal tiga tahun lagi masa kepemimpinannya di Provinsi NTT. Sayangnya, hingga kini janji itu belum ada tanda-tanda akan direalisasikan, walau sudah satu tahun lebih memimpin.
Tentu hingga kini berharap kecemasan itu tak menjadi kenyataan. Waktu tiga tahun ke depan diharapkan menjadi kesempatan emas bagi Gubernur Laiskodat untuk merealisasikan janjinya.
Biarlah kisah Aisyah dan Rifky menjadi fondasi bersejarah dan pelecut semangat Gubernur Laiskodat untuk mewujudkan janji politiknya. Semoga!