Borong, Vox NTT-Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Manggarai Timur, Yosef Durahi angkat bicara terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Paan Waru, Kecamatan Elar Selatan yang dinilai mubazir.
“Persoalan PLTMH di Desa Paan Waru memang sudah cukup lama informasinya sampai kepada kami dan persoalan ini juga sudah pernah diaudit oleh Inspektorat,” ujar Kadis Yosef kepada VoxNtt.com, Kamis (30/01/2020).
Namun, mantan mantan Camat Elar itu mengaku pihaknya belum mendapatkan rekomendasi hasil audit Inspektorat pada 2017 lalu.
Akan tetapi kata dia, apapun temuan yang dimuat dalam rekomendasi Inspektorat itu, harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Desa Paan Waru yang saat itu dijabat Sekretaris Desa Ladislaus Ngilok.
“Apabila rekomendasi inspektorat dimaksud tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah Desa Paan Waru tentu ada proses lebih lanjut sesuai Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) tugas dari institusi tersebut dalam hal ini Inspektorat,” jelas Yosef.
“Itu namanya tanggung jawab tidak boleh diam saja,” sambung dia.
Kadis Yosef juga merespon niat masyarakat yang akan melapor proyek PLTMH itu ke aparat penegak hukum.
Kadis Yosef menilai upaya itu tentu saja karena masyarakat merasa prihatin atas pekerjaan fisik PLTMH yang tidak jelas waktunya dan sampai kapan pengerjaanya selesai.
“Itu haknya masyarakat,” tukasnya.
Bakal Lapor Polres Matim
Sebelumnya, sebanyak 54 warga Desa Paan Waru, berencana akan melaporkan proyek tersebut ke Kepolisian Resort (Polres) Matim.
Hal itu lantaran proyek yang menghabiskan Dana Desa (DD) ratusan juta itu hingga kini manfaatnya belum dirasakan masyarakat.
“Saya diutus oleh masyarakat Paan Waru untuk melaporkan masalah ini ke Polres Manggarai Timur. Dokumen sudah lengkap semua. Ada 54 warga yang sudah memberikan kuasa, mungkin dalam beberapa hari ke depan kita akan lapor,” ujar Mikael Nera (49) saat ditemui VoxNtt.com di Borong, Rabu (29/01/2020).
Mikael menjelaskan, sejak awal pengerjaan proyek tersebut tanpa melalui musyawarah dengan masyarakat. Namun, proyek itu dijalankan hanya karena keinginan dan inisiatif pribadi dari penjabat desa, Ladislaus Ngilok dan TPK Siprianus Boneng.
“Itu dibangun 2016 tapi tidak selesai sampai dengan tahun ini. Bayangkan sudah mau 4 tahun masyarakat tidak merasakan hasil dari proyek tersebut. Ini kan mubazir namanya,” ujarnya.
Dia menjelaskan, sebelumnya proyek itu merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Namun dalam perjalanan justru diubah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Perubahan program pembangunan ini juga, aku Mikael, tanpa sepengetahuan masyarakat.
Anehnya lagi tambah Mikael, tiang penopang pipa yang semula direncanakan menggunakan besi gelagar, namun dalam pelaksanaannya justru menggunakan besi beton berukuran 10 mm dan bambu.
“Terus besi gelagar yang sekarang digunakan itu untuk apa? Kasian kan uang negara habiskan untuk belanja peralatan yang tidak mempunyai fungsi apa-apa. Terus pembanguan rumah turbin sementara mesin turbin belum ada. Ini kan aneh pak,” tukasnya.
Diakuinya, pada 31 Maret 2017 lalu tim Inspektorat Matim sudah melakukan audit terdapat proyek tersebut. Dari hasil pemeriksaan itu reaslisasi keuangan sudah 100 %, namun fisik baru mencapai 15,93 %.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba