Oelamasi, Vox NTT-Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kupang, Puskesmas Tarus dan Puskesmas Pembantu Desa Penfui Timur dinilai lamban dalam menangani masalah Deman Berdarah Dengue (DBD).
Hal itu diungkapkan warga Desa Penfui Timur, Kecmatan Kupang Tengah saat staf Dinkes melalukan fogging (pengasapan) di wilayah RT 17 Penfui Timur, Selasa 18 Februari 2020.
Warga menilai, Dinkes Kabupaten Kupang gagal karena fogging baru dilakukan pasca meninggalnya anak usia lima tahun, di Desa itu pada Jumat (13/02/2020) lalu akibat DBD.
Sebelumnya menurut warga, tidak ada langkah antisipatif dari Dinas dalam mencegah DBD di desa itu.
“Kami masyarakat ini buta. Ke depan harus sebelum musim hujan sudah turun, jelaskan kepada kami. Jangan terkesan terlambat begini,” ujar salah satu warga yang tidak ingin namanya disebutkan.
Hal senada diungkapkan KML, warga RT 27 mengatakan, upaya pencegahan terhadap penyakit DBD di daerah itu tidak maksimal.
Kata dia, karena pihak pemerintah Kabupaten Kupang, dalam hal ini Puskesmas Tarus tidak pernah turun ke lokasi untuk sosialisai terkait bahaya DBD dan cara pencegahannya. Bahkan saat musim hujan yang berimbas DBD akan tiba pemerintah tidak turun sosialisasi.
“Pernah keliling pake toa, ada suruh masyarakat bersihkan sampah, bak dll. Ini macam kaget-kaget fogging. Kan ada dulu sosialisasi dan pembagian abate. Itu bisa membantu masyarakat atau buat mereka paham sebelum DBD menjadi meluas,” ujarnya.
Terkait keluhan warga tersebut, Kepala Desa (Kades) Penfui Timur, Kleopas Nome tidak membantah pernyataan warga.
Baca: Diduga Terkena DBD, Anak Umur 5 Tahun di Matani Kupang Meninggal
Ia hanya menjelaskan, soal hasil diskusinya dengan pihak Puskesmas Tarus agar turun ke lokasi RT 17 untuk foging.
“Saat malam, saya ditelepon, lokasi ini harus foging sekaligus saya diminta untuk pertegas hal ini pada saat pemakaman anak RD, waktu itu ada permintaan secepatnya fogging, namun dari Dinas Kesehatan minta untuk hari Selasa saja,” ujar Kleopas.
Fogging Dapat Mencemari Udara
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, dr. Kudji Riwu Kaho di lokasi fogging menjelaskan, Fogging merupakan langkah paling akhir dalam memberantas DBD.
Fogging lanjut dia juga mempunyai dampak buruk bagi warga di lokasi karena dapat menyebabkan polusi udara.
“Nanti Dinas melalui Puskesmas akan melakukan penelitian epidemologi di lokasi yang sakit. Kalau ada ketemu lagi dua orang sakit atau misalnya ada yang demam tanpa sebab nanti sudah ada indikasi lakukan fogging. Tidak selamanya meninggal lalu fogging. Kita, Dinas lebih fokus ke pembasmian sarang nyamuk karena kalau fogging risikonya juga ada, yakni polusi udara,” ujar dr. Kudji.
Baca: Dokter Pastikan Anak Umur 5 Tahun di Matani Kupang Meninggal karena DBD
Ia menyarankan agar masyarakat mencegah DBD dengan menjaga kebersihan lingkungan. Terkait hal ini, lanjut dia sudah ada surat edaran Bupati Kupang, Korinus Masneno sejak November 2019, sebelum musim hujan.
“Dari puskesmas sudah keluarkan imbauan di gereja, jemaat. Dan sudah lakukan imbauan. Barangkali ada masyarakat yang tidak dapat informasi, fogging itu langkah terakhir. Dampaknya juga banyak. Saya berharap masyarakat bisa jaga kebersihan, bersih sampah dan menguras bak mandi,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, Dinas Kesehatan sudah cek keliling di lokasi masyarakat dan menemui banyak bak penampungan warga yang terdapat jentik nyamuk. Ia menyarankan agar masyarakat juga harus respon cepat.
Hingga kini, terdapat sebanyak 24 kasus DBD untuk Kabupaten Kupang yang terlaporkan sedangkan yang meninggal satu orang.
Kepala Desa Penfui Timur, Kleopas menambahkan, fogging dilakukan atas kerja sama pihak desa dan dinas kesehatan karena kasus DBD di desa.
“sedang yang punya alat dan obat ada di kesehatan (dinas), maka kami diskusi untuk atasi dan terjadi kesepakatan untuk foging hari ini,” tandasnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Boni J