Borong, Vox NTT-Kepemerintahan Agas Andreas-Jaghur Stefanus (Paket Aset) di Kabupaten Manggarai Timur (Matim) kini genap berusia satu tahun.
Keduanya secara resmi dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Matim di Kupang pada 14 Februari 2019 lalu.
Kendati demikian keduanya pernah mendapat keranda mayat bertuliskan “RIP Pemkab Matim hidup rakyat” pada Kamis, 21 November 2019 lalu.
Peti mati itu diberikan oleh massa aksi yang tergabung dalam Front Rakyat Matim Bergerak.
Terkait penilaian selama satu tahun kepemimpinan Paket Aset, pengamat sosial politik Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Lasarus Jehamat turut menyampaikan pandangannya.
Ia mengatakan perlu dicek, apa yang sudah Paket Aset dilakukan setahun terakhir.
“Saya tidak tahu persis, tapi dari berbagai bacaan saya, Aset seperti jalan di tempat,” ujar dosen Sosiologi itu kepada VoxNtt.com, Kamis (20/02/2020).
Lasarus pun mempertanyakan Paket Aset hanya bergerak mengubah nama desa, tanpa menyelesaikan persoalan substantif di Matim.
Di situlah, kata Lasarus, peran DPRD menjadi penting. Kalau ikut manut yang disampaikan Bupati, bisa-bisa pembangunan Matim nanti akan tersendat.
“Saya tahu baik Ketua DPRD Matim. Dia tidak ada urusan satu partai dengan Bupati. Yang pasti, dia akan marah kalau Bupati tidak mampu melaksanakan tugas,” ujar pria berdarah Matim itu.
Oleh karena itu kata dia, evaluasi kerja dan kinerja pemerintahan penting dilakukan DPRD Matim.
Ditantang Budaya Kapu Manuk
Melalui keterangan tertulisnya pada Jumat, 18 Januari 2019 lalu, Lasarus pernah menilai roda pemerintahan Agas Andreas dan Jaghur Stefanus di Kabupaten Matim akan ditantang oleh budaya “kapu manuk”.
Kapu Manuk adalah salah satu budaya Manggarai, yakni menggunakan ayam sebagai simbol adatnya.
Dalam konteks kepemimpinan ini, kapu manuk dapat diterjemahkan meminta sesuatu secara adat Manggarai.
Dikatakannya budaya kapu manuk sebenarnya baik jika ditempatkan pada porsinya.
“Soal besar di Matim itu, pegawai rekrut karena tradisi kapu manuk itu,” ungkapnya.
“Masyarakat membawa ayam ke pejabat berwenang dan karena itu anaknya diterima bekerja di kantornya atau kantor yang lain,” tambah Lasarus.
Ia juga menilai, efek politik balas jasa menjadi tameng dalam perekrutan pegawai di lingkup Pemerintahan Matim.
“Nah, masyarakat tidak mungkin datang membawa tuak dan ayam kalau sebelumnya mereka tidak mendukung paket tertentu di sana,” katanya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba