Oleh: P. Yohanes Yorit Poni*
Setahun sudah Bupati Andreas Agas dan wakil bupati Stefanus Jagur (ASET) memimpin Manggarai Timur (Matim) sejak dilantik 14 Februari 2019 oleh Gubernur Viktor Laiskodat.
Campur aduk antara apresiasi, harapan hingga kritikan menjadi diskursus menarik di ruang publik Manggarai Timur, mulai dari obrolan ringan di meja makan, warung kopi, sosial media hingga media massa.
Topik diskusi publik tentu tidak lari dari pasang surut pembangunan Manggarai Timur, mulai dari sengkarut soal batas yang ganas di awal masa kepemimpinan, soal mutu dan keadilan pembangunan infrastruktur, investasi semen luwuk, THL dan BOSDA hingga soal kualitas pelayanan publik.
Tulisan ini tentu tidak sedang membangun narasi pesimisme apalagi sinisme terhadap bupati dan wakil bupati Manggarai Timur, penulis tentu menaru keyakinan kelak di bawah kepemimpinan duat “ASET” Manggarai Timur akan mengalami loncatan jauh ke depan.
Sebagai peringatan setahun kepemimpinan Bupati Ande, tulisan ini mencoba meneropong realitas pembangunan Manggarai Timur dari kaca mata pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
Kedua point tersebut memang menjadi sorotan penting dalam tulisan ini karena pertama, soal infrastruktur khusus jalan dan jembatan tentu menjadi perhatian dan harapan publik Manggarai Timur.
Kedua, pelayanan publik. Gugatan soal kualitas pelayanan publik perlu dilayangkan, mengingat misi ke lima (5) paket ASET yang diterjemahkan dalam RPJMD Kabupaten Manggarai Timur (Bandingkan; RPJMD Kabupaten Manggarai Timur 2019-2024,2019) adalah Mewujudkan Good Governance.
Pembangunan Infrastruktur
Tidak dapat disangkal, Pembangunan infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan kemajuan suatu bangsa. Bahkan presiden Jokowi sejak periode pertama kepemimpinannya sangat gencar menggenjot pembanguan infrastruktur. Presiden pasti memiliki alasan strategis untuk visi indonesia maju dalam kacamata persaingan global.
Kwik Kian Gie (2002) menyatakan bahwa ketersediaan infrastruktur memberikan kontribusi terhadap marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.
Bahkan penelitian Bank Dunia 1994 (Dikun, Suyono. 2003) membuktikan bahwa elastisitas PDB terhadap infrastruktur di suatu negara antara 0,07 sampai dengan 0,44. Artinya, dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%.
Realitas demikian mau menjelaskan arti penting ketersediaan infrastruktur bagi keberlangusngan dan kemajuan pembangunan di suatu negara atau wilayah, baik terhadap pembangunan ekonomi maupun sektor pembangunan lainnya.
Dalam kontes Manggarai Timur pembangunan infrastruktur mutlak diperlukan guna mendorong percepatan pembangunan ekonomi sehingga dapat keluar dari status daerah tertinggal dan daerah miskin. Semangat tersebut seirama dengan visi Manggarai Timur SEBER yang salah satunya Berdaya. Berdaya tentu tidak hanya dialamatkan pada kemampuan personal warga Manggarai Timur menjadikan dirinya mandiri, tetapi dalam ruang lingkup lebih luas bagaimana Manggarai Timur sebagai sebuah kabupaten yang memiliki banyak potensi Sumber Daya Alamnya keluar dari bayang-bayang pemerintah pusat terutama dalam hal viskal. Persoalannya adalah bagaimana konsistensi dan Political Will Bupati dan Wakil bupati Manggarai Timur ?
Harus diakui memang, satu tahun pemerintaan “ASET” sudah menunjukan konsistensinya terhadap pembangunan infrastruktur di Kabupaten Manggarai Timur. Untuk menakar konsistensi kepemimpinan bupati Ande tentu salah satunya dapat kita baca melalui politik anggaran pemerintah Manggarai Timur yang mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur sangat besar.
Pada tahun 2020 misalnya, secara kuantitas pemerintah Manggarai Timur mengalokasikan untuk pembangunan jalan sebesar 72.664,120,000 dan Rp 5.730.000.000 untuk pembangunan Jembatan dengan alokasi sesuai program bupati sepulush (10) KM per kecamatan.(https://kupang.tribunnews.com/2019/03/17 ).
Meskipun demikian realitas yang sulit terbantahkan dalam realisasi anggaran pembangunan infrastruktur tahun anggaran 2019 banyak mendapat sorotan publik. Sorotan dan kritikan publik tentu beralasan karena buruknya kualitas pengerjaan di lapangan.
Beberapa proyek yang menjadi sorotan publik misalnya Lapen dari Dusun Ritapada hingga Mbaununuk, Desa Gunung dan peningkatan jalan Mok-Ajang-Waelengga senilai Rp 7.477.286.000 di Kecamatan Kota Komba, Matim dan masih banyak persoalan pembangunan infrastruktur lain.
Realitas demikian menjelaskan bahwa minimnya ketegasan dan pengawasan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan sehingga hasilnya apa yang telah direncanakan dengan baik oleh pemrintah tidak menuai hasil yang maksimal.
Point ini menjadi penting ditunggu masyarakat mengingat kerinduan masyarakat akan kehadiran infrastruktur yang baik dan merata sangat tinggi. Jika tidak ditingkatkan kualitas pengawasan dan pengetatan pelelangan ke depan tentu tidak berlebihan kalau publik berasumsi ada konspirasi antara pemerintah dan kontraktor sebagai buah dari politik balas jasa dan ijon politik.
Pelayanan Publik
Manggarai Timur hari ini telah berusia dua belas tahun sejak tahun 2007 dimekarkan dari Kabupaten Manggarai. Pasca reformasi, begitu banyak kebupaten dan provinsi dimekarkan, salah satu semangat pemekaran adalah pendekatan pelayanan publik.
Tidak heran memang pasca reformasi isu seksi yang selalu diperbincangkan, meskipun hingga kini tetap menjadi penyakit kronis yang betah menghiasi wajah pemerintahan daerah, tidak terkecuali di Kabupaten Manggarai Timur. Tampaknya citra lamban. Berbelit-belit, inefisien dan inefektif masih melekat dalam diri aparatur pelayanan publik Manggarai Timur.
Ada secercah harapan publik Manggarai Timur pada saat momentum Pilkada usai bahwa dalam masa pemerintahan bupati Andreas dan Waklil bupati Stefanus ke depan pasti tata kelola dan pelayanan birokrasi di Manggarai Timur berubah.
Harapan itu muncul tentu beralasan, selain karena bupati Andreas berpengalaman mengelolah pemerintahan Manggarai Timur sepuluh (10) tahun sebagai Wakil bupati, publik menilai beliau sosok yang tepat meruba kultur birokrasi di Manggarai Timur karena pengalaman, kompetensi dan profesionalitas beliau sebagai Mantan Kepala Kantor Perwakilan Komisi Ombudsman Nasional Wilayah NTT dan NTB pada tahun 2005-2007.
Pada titik inilah publik merindukan oase perubahan pelayanan dan kultur birokrasi, apalagi beliau didampingi wakil bupati yang adalah birokrat tulen. Lebih dari itu misi pembangunan Manggarai Timur salah satunya adalah good governance.
Karut marut pelayanan publik di isntansi-instansi pemerintahan Manggarai Timur hari ini seperti membangunkan lamunan panjang rakyat Manggarai Timur yang merindukan kualitas pelayanan publik.
Betapa tidak, potret pelayanan publik yang lamban dan berbelit-betil sangat muda dijumpai di di instasi-instansi pemerintahan Manggarai Timur, cukup dengan meluangkan waktu sambil pesiar ke Dukcapil Manggarai Timur realitas tersebut pasti ditemukan.
Pengalaman penulis dan rekan-rekan yang perna berhubungan dengan instansi tersebut untuk keperluan mengurus KTP dan Kartu keluarga memang sangat rumit. Untuk bisa mendapatkan KTP El bahkan harus menunggu hingga satu tahun, demikian pula dengan pengurusan kartu keluarga bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu. Padahal masyarakat yang membutuhkan pelayanan KTP, Kartu Keluarga dan adminitrasi lain datang dari desa-desa dengan jarak tempu yang tidak dekat dengan kondisi infrastrutur yang kurang mendukung sehingga sangat tidak efisien dan efektik.
DPRD: Ada Konspirasi dan Mafia dalam Perekaman e-KTP di Matim
Potret pelayanan kepada masyarakat yang ingin mengakses pelayanan di Dukcapil Manggarai Timur sering diperhadapkan dengan alasan stok blangko habis, kadis ke luar kota, jaringan macet dan macam-macam alasan.
Kondisi ini lazim dan lumrah bagi sebagian masyarakat karena mentalitas menempatkan aparatur pemerintahan sebagai tuan, namun kondisi ini jika terus dibiarkan tanpa gebrakan sang pemimpin, tanpa inovasi bukan tidak mungkin akan menimbulkan distrust publik terhadap pemimpin dan institusi pemerintahan.
Kondisi pelayanan publik Manggarai Timur semakin diperparah dengan mentalitas pelayan publik yang lebih menempatkan diri sebagai tuan atas rakyat yang sesunggunya menjadi the owner dari negara itu sendiri.
Teori klasik Kontrak Sosial yang diperkenalkan oleh JJ.Rousseau menarik untuk menjelaskan relasi negara dan rakyat dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance), khususnya relasi negara-rakyat dalam konteks pelayanan publik.
Akhirnya, kesuksesan merealisasikan sejumlah program kerja pada tahun pertama sejatinya kian melecut etos Bupati. Capaian yang telah diperoleh tentu tidak menjadikan bupati berpuas diri, masih banyak pekerjaan rumah yang hendak diselesaikan, terutama soal tapal batas, kualitas pembangunan infrastruktur, investasi semen, karut marut BOSDA dan THL dan perbaikan pelayanan publik serta soal-soal lain yang mendera Manggarai Timur.
Sebagai mantan pendamping bupati Yosep Tote, bupati Agas tentu harus mampu membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin yang mampu melampaui pemimpin sebelumnya dengan torehan prestasi-prestasi. Untuk itu meminjam bahasa Slavoj Zizak (2010), bupati harus tampil sebagai subyek radikal yang muncul sebagai pembeda dengan terobosan yang maha dasyat.
Secara politik, peluang terbuka lebar untuk melalukan itu. Mudah karena mayoritas kursi di DPRD Manggarai Timur dikuasai oleh partai pemerintah. Selain itu, tidak dapat dipungkiri realitas sistem sistem presidensialisme multipartai di daerah menjelaskan batas yang sangat abu-abu antara oposisi dan pendukung pemerintahan.
Relasi politik elit lokal, khususnya politisi parlemen daerah sangat cair, olehnya itu dalam banyak kasus di berbagai daerah “jenis kelamin politik” ADPRD tampaknya tidak jelas, tergantung kepentingan politik pragmatiknya.
Pada point ini sering kali melegalkan kebijakan kontroversional kepala daerah meski mendapat protes keras dari masyarakat. Sehingga adagimum dalam politik tidak ada yang abadi dalam politik, kecuali kepentingan, mencapai pemenuhannya.
Akhirnya selamat bekerja bupati Andreas dan Wakil Bupati Stefanus, waktu empat tahun tersisa tentu tidak banyak. Publik menaruh harapan besar pada bapak berdua untuk mewujudkan Manggarai Timur SEBER, bravo.
*Penulis adalah warga Manggarai Timur