Kupang, Vox NTT- Pemangku Adat Nai Jabi Uf Amabi, Marthinus Amabi mengedus aroma dugaan korupsi sejumlah Rp 40 Miliar di Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kupang.
Marthinus pun mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan kasus korupsi tersebut.
Ia juga mengingatkan aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) dan Kepolisian Daerah NTT untuk tidak bertele-tele dalam menangani kasus yang sudah dilaporkan dari tahun 2018 ini.
Sumber Daya Manusia (SDM) di Kejati NTT bahkan dianggap Marthinus sangat lemah. Itu terutama dalam operasi sistem intelijennya untuk mendalami kasus tersebut.
Kejati NTT sebagai lembaga negara, kata dia, seharusnya memiliki banyak instrumen untuk memudahkan pengumpulan bahan dan keterangan. Lalu langkah berikutnya segera mengungkap kasus dugaan korupsi yang nilainya sangat bombastis ini.
Apapun alasannya, bagi Marthinus penyelesaian kasus ini terkesan sengaja dibuat berlama-lama dan berulang tahun. Bahkan bisa diduga ada konspirasi tertutup yang sedang dibangun, yang menjurus pada jual beli perkara dugaan korupsi di PDAM Kabupaten Kupang.
“Merunut pada kronologi serta data baik primer dan sekunder yang kami miliki, Kepada Kejaksaan Tinggi sekali lagi kami ingatkan untuk tidak boleh bermain-main dengan kepentingan masyarakat terhadap air bersih, karena akan berhubungan dengan alam,” ungkapnya dalam siaran pers yang diterima VoxNtt.com, Senin (30/03/2020).
Marthinus kemudian berjanji akan menyampaikan kasus ini kepada Meo Naek Teflopo sebagai panglima besar yang membawahi 122 suku besar yang ada di Pulau Timor untuk selanjutnya berkoordinasi dan mengambil sikap.
“Hal ini kami lakukan demi menjaga amanat untuk terus menjaga kemurnian pulau ini dari semua ancaman dan gangguan, serta tindak tanduk dan perilaku manusia yang suka menyimpang dari tata nilai yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat yang berbudaya dan beradat ini,” tandasnya.
Tak hanya itu, ia juga meminta manajemen PDAM Kabupaten Kupang, yang mengelola penjualan air bersih ke masyarakat, untuk tidak menutupi informasi apapun terhadap tata kelola perusahaan yang selama ini berjalan.
“Jika ada pihak yang masih mau menutupi informasi apalagi menghilangkan jejak data atau informasi terhadap dugaan korupsi ini, maka kami segera berkonsolidasi dengan semua pemangku adat di Timor ini untuk mengambil langkah hukum, baik secara hukum adat maupun hukum positif negara,” ujar Marthinus.
Harus Hadirkan Lembaga Audit Independen
Selain itu, pihak Marthinus kemudian mendesak Pemerintah Kabupaten Kupang agar menghadirkan lembaga audit independen.
Hal tersebut bertujuan untuk melakukan pemeriksaan keuangan terhadap manajemen PDAM Kabupaten Kupang.
Menurut dia, upaya menghadirkan lembaga audit independen tentu saja sebagai langkah awal untuk mendukung penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kejati NTT.
Marthinus menegaskan, Pemkab Kupang wajib melakukan hal ini agar rakyat semakin percaya terhadap komitmen pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi dan penegakan supremasi hukum di wilayah itu.
Sebab bagi dia, korupsi telah membuat rakyat sengsara. Bahkan ia menegaskan, tindakan korupsi merupakan bentuk pengkianatan terhadap nilai kebajikan yang diwariskan nenek moyang yang menjaga Pulau Timor.
DPRD Dinilai Alpa
Marthinus juga menegaskan, DPRD Kabupaten Kupang sudah lalai atau alpa dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Padahal, dewan adalah lembaga yang bertugas sebagai pengawas pembangunan.
“DPRD Kabupaten Kupang, kami nilai telah lalai dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai perwakilan rakyat di legislatif,” tegas Marthinus.
Ia menjelaskan, tugas dan fungsi DPRD yang telah dipercayakan rakyat, yakni legislasi, budgeting dan pengawasan.
DPRD Kabupaten Kupang pun dianggap Marthinus telah melakukan pembiaran secara tersrtuktur dan sistematis terhadap masalah ini.
Pihaknya juga menduga, ada oknum tertentu di lembaga DPRD yang dengan sengaja turut menyembunyikan borok dugaan korupsi Rp 40 Miliar tersebut.
Oleh sebab itu, Marthinus mendesak DPRD Kabupaten Kupang agar segera memanggil berbagai pihak untuk mempertanggungjawabkan masalah ini dan segera melaporkan hasilnya kepada masyarakat melalui Rapat Dengar Pendapat (RPD).
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba