Oleh: Romo Mario Kosat Pr
Pastor di Paroki Mater Dollorosa
MANA kala kita dihadapkan dengan penderitaan, penderitaan selalu dilihat sebagai masalah yang paling rumit selama kehidupan kita di dunia. Tidak ada satu usia, tidak ada satu kekuasaan yang kebal terhadap penderitaan. Penderitaan tidak saja masuk dalam gubuk orang yang miskin melainkan juga dialami oleh mereka yang sudah mapan dan kaya.
Penderitaan juga tidak saja dialami masyarakat yang primitif tetapi juga merambah kepada masyarakat yang sudah maju ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bangsa yang mutakhir teknologinya sekalipun tidak dapat menahan penderitaan. Siapa yang dapat menahan dan mencegah bencana alam, gelombang Tsunami, gempa bumi, Lumpur panas, wabah penyakit, busung lapar, yang menimpah manusia. Dari jutaan mulut manusia yang menderita menangis dan berjuang hanya terdengar keluhan: Ada apa kau penderitaan? Mau apa kau? Mengapa kau selalu mengganggu keamanan dan kenyamanan kami? Akhirnya manusia kembali mengamini bahwa penderitaan yang dilalami oleh manusia sesungguhnya memiliki hubungan langsung dengan dosa.
Bacaan suci yang barusan kita dengarkan mau menunjukkan kepada kita bahwa manusia selalu mengaitkan penderitaan yang dialaminya dengan dosa. Diceritakan bahwa ada sekelompok orang yang datang kepada Yesus membawa khabar bahwa darah orang-orang Galilea telah dicampur oleh Pilatus secara mengerikan dengan darah persembahan. Akan tetapi jawaban yang diberikan oleh Yesus sesungguhnya mau menandaskan satu kenyataan bahwasannya tidak ada hubungan langsung antara dosa dengan celaka/ penderitaan, sebab ada orang baik yang menderita bukan karena dosa tetapi malapetaka yang menimpa bangsa dimaksudkan oleh Allah sebagai satu ajakan agar manusia bertobat dan menaruh harapan kepada Allah. Jika kamu tidak bertobat, kamu akan binasa atas cara demikian. Ajakan Yesus ini, mau menegaskan bahwa dosa kita, salah kita membuat orang lain menderita. Di sini segala penderitaan dan bencana yang menimpa manusia sebagai peringatan kepada manusia supaya bertobat sekaligus menegaskan penderitaan yang menimpa manusia sebagai satu pekerjaan Allah yang harus dinyatakan kepada manusia.
Ajakan Yesus untuk bertobat menunjukkan kemurahan hati Allah dan Cinta-Nya kepada manusia. Allah Sungguh mencintai manusia dan tidak menghendaki manusia terus-menerus mengalami penderitaan. Tuhan senantiasa memberikan manusia waktu untuk kembali kepada-Nya. Kisah tentang Pohon Ara yang tidak berbuah manandakan kesabaran hati Allah. Tuan kebun dalam perumpamaan Yesus yang mau menebang pohon itu dihalangi oleh oleh tukang kebun agar dia diberi kesempatan setahun lagi untuk memperhatikan pohon itu. Dengan mencangkul tanah disekelilingnya dan memberi pupuk. Satu optimisme dalam diri tukang kebun bahwa pohon ara akan menghasilkan buah berlimpah kalau tuannya memberikan kesempatan kepadanya.
Allah kita adalah Allah yang tidak pernah ingkar janji. Ia Sungguh Setia kendatipun manusia tidak setia. Kesetiaan Allah ini mau menunjukkan bahwa Allah sungguh mencintai manusia dan tidak menghendaki manusia hidup dalam penderitaan. Asalkan manusia kembali kepada Allah. Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk berbuah. Dengan demikian kita Akan diselamatkan.
Kahlil Gibran seorang penyair dari Libanon dengan sangat indah melukiskan hakekat Cinta: Cinta tak memberikan apa-apa kecuali keseluruhan dirinya, utuh penuh; pun tak mengambil apa-apa kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki; karena cinta telah cukup untuk cinta. Apabila kau mencintai jangan berkata “Tuhan ada dalam hatiku”, tetapi sebaliknya engkau merasa , aku berada dalam Tuhan. Pun jangan mengira bahwa kau dapat menentukan arah cinta, karena cinta pabila kau telah dipilihnya akan menentukan perjalanan hidupmu.
Pengenalan mistik Gibran tentang cinta menggambarkan kedalaman nilai itu. Hakekat cinta itu memang demi orang yang dicintai. Dalam kerangka inilah Kristus hadir di tengah umat manusia. Ia ada sepenuhnya untuk kita. Ganjaran bagi Kristus adalah keselamatan umat manusia itu sendiri. Yang dituntut dari manusia adalah mencintai Tuhan dan sesama manusia seperti dirinya sendiri.
Semoga dengan penyelasan dan tobat kita kembali memulihkan cinta kita kepada Allah dan sesama. Amin.
Renungan ini dibawakan pada Ibadat Tobat dan Absolusi Umum, Jumat (02/02/2020) di Paroki St Maria Dollorosa SoE.