Ruteng, Vox NTT- Cucuran keringat membasahi wajahnya di siang yang panas itu. Raut wajah sendu dan melemah mewarnai setiap ucapannya.
Di hadapan para awak media, Jumat (17/04/2020) lalu, pemilik nama lengkap Karolina Hinam (57) itu perlahan mulai mengungkapkan curahan hatinya yang didera kesedihan di tengah kebahagiaan mereka selama ini.
Isu kehadiran pabrik semen di wilayah itu seolah meretak rasa aman dan nyaman, serta kebahagian yang boleh dibangun keluarga Karolina dari tahun ke tahun.
Baca: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
Karolina adalah salah satu warga yang menolak rencana pendirian pabrik semen di kampung halamannya, Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Manusia saja yang ada anak. Tanah tidak. Tanah kami ini adalah warisan nenek moyang kami,” ucap Karolina kepada sejumlah awak media saat bertemu di Kampung Luwuk, Jumat dua pekan lalu itu.
Curahan hati penolakannya cukup serius dan sarat dengan pesan adat untuk mempertahankan tanah sebagai warisan pusaka leluhur.
Janda tujuh anak itu mengatakan, tanah adalah warisan nenek moyang. Ditambah lagi pesan suaminya sebelum meninggal agar tetap menjaga tanah-tanah keluarga mereka.
“Suami saya bilang, kalau jalan raya dari Reo sampai ke Dampek saja (yang diberikan), kalau perusahaan tidak boleh,” katanya.
Ia juga menolak tanah mereka diberikan kepada perusahaan semen setelah melihat aktivitas tambang mangan dari PT Arumbai Mangan Bekti, yang letaknya tidak jauh dari Kampung Luwuk. Menurut dia, aktivitas penambangan mangan tersebut telah merusak alam dan lingkungan.
Baca: “Bagaimanapun Bentuknya, Saya Punya Tanah Tidak Boleh Diganggu”
Senada dengan Karolina, Kontantianus Esa (62) seorang warga Luwuk lainnya, dengan tegas menolak rencana pemerintah untuk mendirikan pabrik semen di wilayah itu.
Ayah 3 anak ini beralasan tanahnya merupakan warisan pusaka peninggalan sang ayah.
“Dasar tolak karena tanah warisan pusaka dari bapa saya. Pesan bapa saya dulu, tanah tidak boleh hilang,” ujar Kontantianus.
Kontantianus sendiri memiliki tanah tujuh bidang. Satunya adalah lahan sawah yang menghasilkan padi setiap tahun. Di sawah itu juga ada sumber mata air yang dikonsumsi masyarakat Kampung Luwuk.
“Tolak berdiri perusahaan, di atas sawah saya. Saya siap hadang saja kalau mereka paksa berdiri di saya punya lahan. Di sawah saya ada mata air untuk (warga) Kampung Luwuk,” ujarnya.
Untuk diketahui, dalam rencananya pabrik semen di Kampung Luwuk akan dikelola oleh dua perusahaan. Keduanya yakni, PT Singa Merah dan PT Istindo Mitra Manggarai.
Penulis: Ardy Abba