Ruteng, Vox NTT – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus meminta Pemerintah Kabupaten Sikka dan Otoritas Gereja agar selektif merespon ajakan investor untuk melaksanakan investasinya.
Hal itu disampaikan Salestinus sebagai respon atas rencana pembangunan mall dan hotel berbintang di Pasar Alok, Kabupaten Sikka.
Menurut dia, saat ini Bupati, Uskup dan DPRD Sikka jorjoran mendukung rencana investasi yang dilakukan oleh PT Yasoonus Komunikatama Indonesia (YKI) itu. Padahal, kata dia, para pihak ini justru tidak meneliti rekam jejak investor atau perusahaan tersebut.
“Publik belum tahu rekam jejak investor, siapa direksi dan komisaris PT YKI, berapa lama jam terbang bisnis yang digelutinya,” ujar Salestinus dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Selasa (28/04/2020).
Bupati, DPRD bahkan Gereja di Sikka menurut dia, menyikapi kehadiran PT YKI luar biasa memberi citra positif, tanpa terlebih dahulu menyelidiki rekam jejak.
“Baik status badan hukum dan profesionalisme seluruh personalia yang ada di dalam PT YKI yang terdiri dari orang-orang yang belum dikenal dalam bidang investasi, maupun umur PT YKI yang baru berumur setahun jagung,” tandasnya.
Ia pun meminta Bupati, Ketua DPRD, dan Uskup Maumere agar jangan sampai terantuk pada lubang yang sama, dalam menyambut pembangunan Perumahan Le Tansca Obor Mas Permai pada 24 September 2014 yang lalu.
Kala itu, kata dia, berujung pada pembangunan yang gagal total bahkan sampai sekarang. Kemudian pembangunan Perumahan Le Tansca Obor Mas Permai tanpa ada akuntabilitas terhadap publik Sikka.
Menurut Salestinus, praktik usaha atas nama investasi, pembangunan untuk kesejahteraan rakyat, memajukan daerah tertinggal dan miskin selalu datang silih berganti.
Ada untung dan rugi setelah berjalan normal. Namun ada yang langsung membawa korban.
Bahkan menurut dia, tidak hanya masyarakat yang katanya mau disejahterakan, tetapi pemerintah pun ikut ditipu oleh pihak yang sesumbar mau berinvestasi dengan jumlah dana trilunan rupiah.
“Kita tidak perlu cari jauh-jauh pengalaman tentang investasi yang membawa korban di pihak masyarakat atas nama investasi, atas nama kesejahteraan sosial demi menyadarkan masyarakat untuk bangkit dari ketertinggalannya,” katanya.
Salestinus memaparkan, sebelumnya ada kasus investasi Lembaga Kredit Finansial (LKF) Mitra Tiara di Flotim dan kasus pembangunan Perumahan Le Tansca Obor Mas untuk anggota koperasi.
Kasus itu menurutnya, merupakan fakta yang Notoire Feit, di mana ribuan nasabah “gigit jari”.
Masyarakat lanjut dia, sudah sering menjadi korban rayuan gombal investor dengan beragam kemasan.
“Terakhir dalam kasus Pembangunan, Perumahan Le Tansca Obor Mas, kala itu groundbreaking Obor Mas menghadirkan Bupati, Uskup dan Media,” kata Salestinus.
Ada juga yang mengawali dengan seminar dan Focuss Group Discussion (FGD) dengan liputan media. Namun pada gilirannya masyarakat bukannya dibangkitkan dari ketertinggalan, tetapi malah ditinggal pergi oleh investor setelah target tipu dayanya tercapai.
Padahal, kata dia, setiap investor yang datang selalu membawa semangat religiusitas dan semangat mau berbagi dengan iming-iming manfaat untuk rakyat.
Aparat Hukum Dinilai Tak Berdaya
Terkait kasus sebelumnya,Salestinus menilai semua pihak tidak berdaya menyelesaikan persolan.
Pejabat pemerintah yang punya kekuasaan menegakkan hukum justru membisu, seakan membenarkan apa yang sudah terjadi.
Sehingga memberi kesan semua pada ikut dapat bagian dari hasil tipu daya investor.
“Sehingga membiarkan investor bodong berlalu tanpa hukum ditegakan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, semisal kasus investasi bodong LKF Mitra Tiara di Larantuka dan kasus pembangunan Perumahan Le Tansca Obor Mas oleh investor PT Thanamara Tritunggal di Sikka, adalah fakta yang tak terbantahkan.
Bahwa investor menganggap masyarakat NTT adalah orang yang mudah diperdaya, sehingga menjadi sasaran empuk untuk ditipu atas nama investasi.
Dalam kasus pembangunan Perumahan Le Tansca Obor Mas, semua petinggi daerah mulai dari Bupati, Uskup, Polri, Media, Tokoh Adat dan lainnya diundang turut hadir saat groundbreaking.
Hal itu meurut dia pertanda mendukung pembangunan Le Tansca Obor Mas.
Tetapi yang terjadi, sesaat setelah groundbreaking investornya kabur, proyek terbangkalai. Sayangnya tidak ada penindakan atau tuntutan dari Obor Mas terhadap investor bodong itu.
Bahkan lebih parah, kala itu malah wartawan yang menulis tentang fakta-fakta adanya proyek mangkrak dalam rangka menjalankan fungsi kontrol efektif, digugat oleh Kopdit Obor Mas.
Gugatan itu untuk membayar ganti rugi ratusan juta kepada Obor Mas, karena merasa nama baiknya dicemarkan.
“Ini aneh bin ajaib, diberitakan proyek mangkrak karena faktanya ditipu, tetapi yang menipu dibiarkan pergi, lantas wartawan yang disuruh bayar kerugiannya,” ungkap Salestinus.
Lebih lanjut Salestinus mengungkapkan, ketika masyarakat Sikka ditinggal pergi oleh investor, semua diam tak berdaya, Kopdit Obor Mas diam.
Padahal Obor Mas menurutnya, merupakan pionir sebagai bagian terdepan pelaku investasi, sekaligus menjadi korban investasi.
“Ya (Obor Mas) tidak berdaya mengejar pelakunya kecuali membela diri dengan dalih Obor Mas tidak rugi secara materil dan imateril. Ini namanya menipu diri sendiri dan menipu anggotanya,” cetusnya.
Sehingga Salestinus berharap, pengalaman pahit dan memalukan dari peristiwa-peristiwa penipuan tersebut, seharusnya sudah cukup memberi pelajaran bagi siapapun di NTT, terutama di Sikka.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba